Perempuan yang akrab disapa Sul ini merupakan dokter perempuan pejuang di garis depan pada masa awal kemerdekaan. Awal dirinya termotivasi menjadi dokter selepas lulus dari sekolah Gymnasium di Bandung (1935) untuk mengikuti jejak ayahnya, dr Sulaiman.
Meski perempuan, Sulianti tak pernah takut berada di tengah-tengah kerasnya peperangan untuk membantu para pejuang yang terluka. Dirinya cukup cekatan untuk mengobati bahkan mengorgansasi dapur umum demi kebutuhan gerilyawan yang masuk kota.
Di samping aktif dalam pergerakan, Sulianti juga menjadi dokter di RS Bethesda di Yogyakarta untuk bangsal penyakit dalam dan penyakit anak. Karena cukup aktif dalam politik dan pergerakan, Sulianti sempat ditahan oleh pemerintah Belanda selama dua bulan di Yogyakarta.
Sulianti juga aktif menjadi anggota Dewan Pimpinan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan duduk dalam Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia sebagai wakil Pemuda Puteri Indonesia (PPI).
Sepak terjang Sulianti sebagai dokter pada masa perjuangan patut diacungi jempol, dirinya selalu mengusahakan obat dan makanan untuk para pemuda dan pejuang. Bahkan obat dan makanan diantarkan dirinya sendiri langsung ke kantong-kantong gerilya di Tambun, Gresik, Demak dan sekitar Yogyakarta.
Baca Juga: Siapa Lasminingrat yang Dirayakan Google Doodle Hari Ini?
Pada 1947, dirinya pergi ke India menghadiri Kongres Wanita Seluruh India sebaga wakil Kowani bersama Ny. Utami Suryadarma. Tak segan dirinya menumpang pesawat terbang milik industrialis Patnaik yang saat itu menjadi blockade runner, untuk menembus blokade yang dipasang Belanda.
Prof. Dr. Sulianti Soeroso juga dikenal sebagai peneliti dan perancang kebijakan kesehatan, dan tidak tertarik menjadi dokter praktek.
Menurut artikel Indonesia.go.id, bahkan Dr. Sul disebut hampir tidak pernah menyuntik pasiennya. Hal itu dikatakan oleh anaknya, Dita Saroso.
‘’Ibu itu hampir-hampir tak pernah menyuntik orang atau menulis resep,’’ kenang sang putri, Dita Saroso, mantan profesional perbankan yang kini menikmati masa pensiunnya di Bali.
Di dunia internasional, Sul tercatat pernah menjadi anggota Komite Ahli Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) untuk kelahiran dan kesehatan anak (1955-1960).
Selama 1971-1974, Ia tercatat sebagai anggota Badan Eksekutif WHO. Pada 1973, Sul terpilih sebagai Presiden Majelis Kesehatan Dunia yang berkedudukan di Geneva, Swiss.
Dalam sejarah WHO, Sul adalah perempuan kedua setelah dokter Rajkumari Amrit Kaur dari India yang pernah memimpin Majelis Kesehatan Dunia. Selama 10 tahun (1969-1979), Sul tercatat sebagai anggota Panitia Pakar WHO untuk Pengawasan Internasional Penyakit Menular.
Sumber : Kompas.id, Indonesia.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.