Kompas TV kolom opini

Puisi Esai Satukan Sastra dan Realitas Sosial

Kompas.tv - 13 Desember 2024, 06:16 WIB
puisi-esai-satukan-sastra-dan-realitas-sosial
Pembukaan Festival Puisi Esai Ke-2 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat (13/12/2024). (Sumber: Istimewa)

Oleh: Gunawan Trihantoro, Sekretaris SatuPena dan Kreator Era AI Jawa Tengah

Puisi esai telah membuka jalan baru dalam dunia sastra Indonesia.

Ia melintasi batas antara puisi dan narasi. Bahkan menghadirkan perpaduan unik antara fakta, data, dan imajinasi. 

Baca Juga: Gagasan Revolusioner AI dan Coding untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia

Pelopor gagasan ini, Denny Januar Ali (Denny JA) mewujudkannya pada 2012 melalui buku Atas Nama Cinta.  

Buku itu menjadi tonggak penting kelahiran genre baru.

Denny JA bukan hanya memperkenalkan bentuk seni baru, tetapi juga sebuah medium yang menyatukan keindahan puisi dengan kedalaman isu sosial.

Karya-karyanya mengangkat tema seperti cinta, perjuangan, dan ketidakadilan. Sehingga menjadikannya relevan dengan pengalaman manusia sehari-hari.

Di setiap puisi esai, fakta dan cerita menyatu dalam balutan estetika yang menggugah.

Gagasan ini berakar pada kritik terhadap puisi modern yang kerap dianggap terlalu kompleks dan sulit dipahami. 

John Barr, pemimpin Poetry Foundation, dalam bukunya American Poetry in New Century (2006) menyebut, puisi modern belum mengalami perubahan signifikan selama berabad-abad dan semakin teralienasi dari publik.

Kritik serupa diungkapkan oleh Joseph Epstein dalam esainya Who Killed Poetry? serta Delmore Schwartz dalam The Isolation of Modern Poetry. 

Keduanya menyatakan puisi modern terlalu rumit dan hanya dapat dipahami oleh kalangan terbatas.

Menanggapi kritik ini, Denny JA pada tahun 2011 melakukan riset terbatas melalui Lingkaran Survei Indonesia (LSI).

Hasil riset menunjukkan, sebagian besar masyarakat Indonesia kesulitan memahami puisi modern. 

Sebaliknya, puisi lama seperti karya Chairil Anwar dan W.S. Rendra lebih mudah dipahami karena bahasanya yang sederhana, walaupun tetap menawarkan kedalaman makna.

Melalui refleksi mendalam, Denny JA mulai memikirkan medium baru yang dapat menyampaikan isu sosial dengan cara yang lebih inklusif. 

Ia menetapkan empat kriteria untuk medium itu, yakni harus menyentuh emosi pembaca.

Lalu mengungkapkan kehidupan sosial secara konkret, ditulis dengan bahasa sederhana yang indah, dan menggambarkan dinamika sosial maupun tokoh utama. 

Dari gagasan itu lahirlah puisi esai, perpaduan unik antara puisi dan esai.

Sebelum menetapkan nama puisi esai, Denny JA bersama sejumlah tokoh sastra, seperti Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden, Eriyanto, Fatin Hamama, dan Mohamad Sobary mempertimbangkan berbagai nama lain, seperti opini liris, esai liris, atau puisi naratif.

Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya dipilih nama puisi esai yang mencerminkan karakter medium tersebut secara lebih tepat.

Puisi esai kemudian berkembang pesat. Tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di berbagai daerah.

Di Sulawesi Barat misalnya, muncul tokoh-tokoh seperti Syuman Saeha, Subriadi, Adi Arwan Alimin, Asad Sattari, dan Ika Lisrayani. 

Baca Juga: Mesigit, Ritus dan Masjid Betawi dalam Balutan Puisi Sejarah

Mereka memperkaya genre ini dengan nuansa lokal yang khas dan menjadikan puisi esai sebagai medium untuk menyuarakan isu-isu lokal yang sering terabaikan.

Keunikan puisi esai terletak pada kemampuannya menjembatani fakta dan imajinasi. 

Pada genre ini, isu sosial seperti diskriminasi, perjuangan, dan cinta dihadirkan dalam cerita yang konkret namun tetap puitis. 

Format naratifnya memudahkan pembaca untuk memahami alur cerita, sementara unsur puitisnya menggugah emosi.

Salah satu bukti puisi esai kian diterima oleh masyarakat luas adalah sambutannya di kalangan Generasi Z. 

Generasi Z mampu menarik perhatian generasi muda melalui temanya yang relevan dan bahasanya yang komunikatif. 

Generasi Z dikenal dengan kecenderungan mereka terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan teknologi. 

Dalam Festival Puisi Esai Ke-2 di Jakarta, Desember 2024, sebelas Duta Puisi Esai yang berasal dari Generasi Z terpilih untuk membumikan dan mengembangkan genre ini.

Festival Puisi Esai memberi ruang bagi mereka untuk menampilkan karya-karya unik dan berani. 

Dengan tema Kesaksian Generasi Baru, festival ini mencerminkan semangat dan suara generasi muda yang kini semakin menyentuh hati publik melalui puisi esai.

Puisi esai menjadi medium yang ideal untuk menyuarakan keprihatinan mereka secara estetis dan bermakna. 

Festival ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga menjadi ruang bagi generasi muda untuk mengekspresikan ide-idenya melalui puisi esai, menjadikannya bagian dari gerakan sastra modern.

Namun demikian, perjalanan genre ini tidak selalu mulus. 

Banyak kritikus dari kalangan sastrawan konvensional yang menyebut puisi esai terlalu berat karena memuat fakta dan data, sehingga dianggap mengurangi esensi estetika puisi. 

Tetapi di sisi lain, justru perpaduan fakta dan keindahan ini yang menjadi daya tarik puisi esai bagi pembaca masa kini.

Salah satu karya monumental dalam genre ini buku Denny JA itu, Atas Nama Cinta. 

Buku ini membuktikan puisi esai dapat menjadi medium yang efektif menyuarakan isu-isu besar. 

Ia mampu mengangkat tema diskriminasi dan ketidakadilan yang dirasakan banyak orang, sekaligus menyentuh hati pembacanya dengan narasi yang kuat.

Dengan demikian, puisi esai mengajarkan bahwa sastra tidak harus elitis, tapi juga mengajak pembaca merenungkan isu sosial dengan cara yang lebih inklusif.

Ia menghadirkan fakta tanpa kehilangan unsur keindahan dan menjadikannya medium yang relevan di tengah dinamika masyarakat modern.

Puisi esai diharapkan dapat menjembatani dunia sastra dengan kehidupan nyata. 

Tidak lagi sekadar ruang kontemplasi pribadi, tetapi juga menjadi medium untuk perubahan sosial. 

Melalui perpaduan narasi, fakta, dan estetika, puisi esai berhasil menghadirkan wajah baru sastra yang menyentuh dan bermakna.

Baca Juga: Kumpulan Puisi Hari Guru Nasional 2024 yang Menyentuh Hati, Diperingati 25 November 2024

Sebagai bagian dari perkembangan sastra Indonesia, puisi esai terus menginspirasi generasi penulis baru.

Ia tidak hanya menjadi saksi zaman, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan panjang sastra Indonesia menuju relevansi yang lebih luas.

Mari kita sambut Festival Puisi Esai Ke-2 dengan semangat apresiasi terhadap inovasi dan keberanian. 

Biarkan puisi esai terus hidup dan berkembang, menjadi inspirasi bagi generasi mendatang, dan menjadikan sastra sebagai cermin kehidupan yang lebih indah dan bermakna.

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV




KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x