Kompas TV kolom opini

Ironi Stadion Olimpiade Berlin

Kompas.tv - 13 Juli 2024, 15:05 WIB
ironi-stadion-olimpiade-berlin
Ilustrasi Euro 2024. (Sumber: AP Photo/Frank Augstein, Pool, File)
berani mencemooh penampilan dan taktik yang digunakan Inggris di awal turnamen ini. Padahal semua juga tahu, Shearer dan Lineker memang hebat saat jadi pemain, tapi belum pernah mempersembahkan gelar bagi Tiga Singa. Mereka bukan pelatih, tapi komentator.

Jawaban Southgate atas kritik dan cemooh itu adalah saat laga semifinal melawan Belanda. Tidak panik saat tertinggal, dan ide brilian memasukkan striker Ollie Watkins dan gelandang Cole Palmer menggantikan Harry Kane dan Phil Fode di menit-menit akhir. Ide yang berisiko menggantikan Kane seorang kapten dan top skor.

Tetapi justru di dalam ide yang berisiko itulah terdapat kesempatan yang dapat mengubah keadaan. Belanda sudah hapal serta belajar bagaimana mematikan Kane, Stefan de Vrij sudah melaksanakan tugas dengan baik.

Hanya saja, de Vrij tidak hapal gaya Watkins, striker Aston Villa yang baru terdengar belakangan ini. Menit 90+1, Watkins berlari dibayangi mengejar umpan Palmer, kontrol bola sebentar langsung menendang ke tiang jauh, gol! Stefan de Vrij mungkin tidak menyangka Watkins langsung menembak sehingga terlambat mengadang. Strategi jitu dari Southgate, memasukkan pemain yang dianggap biasa saja, namun memberi efek kejut. 

Baca Juga: Jelang Final Euro 2024 Kontra Spanyol, Southgate: Secara Taktik, Inggris Harus Sempurna!

Mungkin alasan ini pula yang membuat pemain sehebat Marcus Rashford, Jaydon Sancho, dan Jack Grealish tak masuk dalam skuad.  Mantan pemain Aston Villa ini butuh orang  yang sesuai taktik dan strateginya. Kalau Phil Foden dan Bukayo Saka sudah cukup mengisi sisi sayap, buat apa lagi Rashford, Sancho atau Grealish? Lagi pula, Foden dan Saka lebih menyala penampilannya di EPL. Untuk striker, dibutuhkan striker tipikal Harry Kane, jelas itu tidak ada dalam diri Rashford, tapi ada pada Watkins atau Ivan Toney.

Southgate juga mampu membina mental dan konsistensi pemainnya, terbukti Inggris mampu membalikkan keadaan dalam tiga partai krusial. Melawan Slovenia, Swiss, dan Belanda, Inggris selalu tertinggal, namun akhirnya keluar sebagai pemenang. Kalau materi sudah baik, mental konsistensi bagus, tinggal masalah dewi fortuna, ada di pihak Inggris atau Spanyol.

Spanyol jelas berbeda dengan Belanda. Tim Matador sudah mengalahkan juara bertahan Italia, tuan rumah Jerman, dan tim kuat Prancis. Mungkin kalau mereka kalah dari Inggris, dapat gelar hiburan juara tanpa mahkota. Tidak ada jaminan tim yang bermain bagus, bermain cantik, otomatis juara. Tanyakan kepada fans Belanda mengapa ahli “total football” Rinus Michel dengan Johan Cruyff tidak juara tahun 1974 atau fans Brasil yang tak habis pikir Zico dan Socrates tak bisa bawa Piala Dunia 1982.

Tentu saja, pelatih Luis de La Fuente ingin mencetak sejarah, apalagi Spanyol secara statistik selama turnamen ini lebih unggul dari Inggris. Kekuatan Spanyol ada di lini tengah, mereka punya dua jenderal lapangan bernama Rodrigo dan Fabian Ruiz. Dua pemain benar-benar membuat Spanyol dapat mengontrol ritme permainan, bahkan membuat lini tengah Prancis yang dikenal tangguh tidak berdaya. Rodri adalah roh permainan menjaga keseimbangan, sementara Ruiz yang mengendalikan serangan. “Tiki Taka” warisan Luis Aragones diperkuat Fuente dengan sistem transisi sempurna saat menyerang maupun bertahan.

“Ketika Anda sudah menentukan strategi permainan, hal itu akan mendekatkan kepada kemenangan. Kami selalu mencoba menghibur penggemar. Saya pikir Spanyol adalah tim yang menghibur, namun yang terpenting di sini adalah kemenangan. Kami harus bermain bagus tapi juga pragmatis, karena pada akhirnya, orang hanya akan menilai dari hasil akhir saja,” ujar Fuente.

Baca Juga: Prediksi Susunan Pemain Spanyol vs Inggris di Final Euro 2024

Kalau Foden dan Saka belum menemukan form terbaik, berbeda dengan penyerang sayap Nico Wiliams dan Lamine Yamal yang sedang gacor-gacornya. Winger dan top skor Belanda Cody Gakpo boleh tak berdaya ditangani bek Kyle Walker, tapi Willams mungkin akan lebih merepotkan, karena lebih cepat dan skill full. Fans Spanyol pun sudah melupakan mengapa Yamal yang dipilih Fuente, bukan Marco Asensio. Lamal remaja 17 tahun




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x