Oleh: Martian Damanik, Jurnalis KompasTV
KOMPAS.TV - Gareth Southgate tidak akan pernah melupakan Piala Eropa 1996. Dicemooh fans Inggris karena gagal melaksanakan tugas sebagai eksekutor adu pinalti melawan Jerman.
Bukan cuma itu, Stuart Pearce, seniornya ikut marah melempar botol minuman melihat Inggris gagal melaju ke final.
Baca Juga: Tuntaskan Dendam Iniesta dan Luis Aragones
Kegagalannya itu membuat tim Tiga Singa gagal memboyong Piala Eropa di tengah gencarnya kampanye “Football Is Coming Home”.
Sebagai negara asal olah raga sepak bola, Inggris sangat berhasrat menjadi juara. Apalagi koleksi gelar mereka hanya 1, juara Piala Dunia 1966, belum jadi juara di Eropa.
Kini Southgate jadi pelatih. Di tangannya, Inggris mencapai semi final Piala Dunia 2018, runner up Piala Eropa 2020, dan perempat final Piala Dunia 2022.
Inggris terakhir kali sampai semi final Piala Dunia itu tahun 1990 era Bobby Robson. Sempat mencapai final Piala Eropa di era sepak bola modern itu baru ketika ditangani Southgate.
Tidak di era nama-nama hebat seperti Glenn Hoddle, Terry Venables, Kevin Keeagan atau Svend-Goran Eriksson.
Capaian itu ternyata belum cukup, dia belum meraih apapun, begitu kira-kira yang ada di benak sebagian orang Inggris.
Bahkan, sebelum mencapai semi final Piala Eropa 2024, senior-senior Southgate ramai-ramai mengkritik penampilan Harry Kane dan kawan-kawan.
Alan Shearer mempertanyakan taktik Inggris dan minta dua pemain dicoret. Gary Lineker bilang penampilan Kane dkk seperti sampah.
Baca Juga: Piala Eropa Tanpa Juara Bertahan
Belakangan setelah Inggris lolos ke semi final, keduanya mendukung dan yakin Inggris lolos ke final. Shearer mengaku hanya ingin bersuara jujur dan tidak punya persoalan pribadi dengan Southgate.
Southgate tidak bereaksi dengan kritik Shearer itu. Penampilannya kalem di luar dan di dalam lapangan.
Saat jadi pemain, dia tidak segalak Tony Adams, Stuart Pearce, Des Walker, apalagi Martin Keown.
Mantan pemain Aston Villa itu dikenal sebagai pribadi sederhana dan menyenangkan oleh tetangganya di kota Harrogate.
Jadi kritik atau cemooh tidak akan memengaruhi fokus menghadapi semi final melawan Belanda. Saatnya Southgate mewujudkan mimpi “Football is Coming Home”.
Penampilan Inggris memang tidak sebaik empat tahun lalu, lolos ke semi final dengan perjuangan berat. Menang tipis 2-1 lewat gol injury time lawan Slovakia di 16 besar, menang adu pinalti lawan Swiss di perempat final.
Inggris belum sampai pada puncak penampilannya, apakah itu akan terjadi saat lawan Belanda, atau sebaliknya memang Inggris cuma beruntung sampai ke 4 besar? Mungkinkah Inggris seperti yang terlambat dan akhirnya tersingkir?
Waktu Piala Dunia 2018, mantan kapten Arsenal dan Inggris Tony Adams pernah bilang, tim juara itu punya dua elemen penting; bek tengah tangguh dan kiper hebat.
Dia mencontohkan, Italia juara dunia 2006 berkat Fabio Cannavaro dan Gianluigi Buffon atau Spanyol saat diperkuat Sergio Ramos dan Iker Casillas.
Mengapa Inggris gagal? Kata Adams, karena tidak punya bek sehebat Cannavaro atau Ramos, dan kiper seandal Buffon atau Casillas.
Southgate sekarang punya John Stones dan Jordan Pickford. Stones adalah pemain belakang yang cerdas. Selain jadi bek tengah dia juga mampu berperan jadi bek kanan atau gelandang bertahan.
Pelatih Josep Guardiola pun mengandalkannya di Manchester City. Jordan Pickford tidak jelek.
Saat final 2020 lawan Italia, dia mampu menghentikan eksekusi pinalti Jorginho. Lawan Swiss, dia juga menahan tendangan pinalti Manuel Akanji.
Baca Juga: Carvajal dan Nacho "Orangnya" Ancelotti
Masalahnya, performa Stones di Piala Eropa ini belum baik. Berbeda jauh dengan penampilannya di Liga Inggris.
“Coba tengok John Stones, kalau dia bermain di Manchester City, dia akan berlari membawa bola dan maju ke lini tengah. Saya tidak mengingat dia melakukan itu di tim nasional Inggris,” kata Alan Shearer.
Southgate masih punya masalah di lini depan, striker Harry Kane belum setajam empat tahun lalu. Bukayo Saka belum eksplosif, hanya Jude Bellingham yang memperlihatkan kualitasnya.
Beruntungkah Inggris melawan Belanda? Beruntung karena Belanda bukan Spanyol itu saja. Akankah Inggris menang?
Perlu diingat, Belanda penampilannya tengah membaik. Laga di 16 dan 8 besar lawan Rumania dan Turki dilalui dengan sempurna.
Pemain sayap Cody Gakpo asal klub Liverpool sementara ini jadi top skor turnamen. Gakpo jadi salah satu calon bintang sejauh ini.
Belanda sekarang ini punya bek berpengalaman dalam diri Virgil Van Dijk dan Stefan de Vrij.
Duet Xavi Simons-Tijjani Reinjders tidak kalah tangguh dibanding dua gelandang Inggris Declan Rice dan Kobbie Maino.
Baca Juga: Menunggu Kejutan Turki dan Kebangkitan Perancis
Kelemahan Belanda ada pada konsistensi dan mental. Saat lawan Austria di penyisihan mereka tidak mampu mempertahankan keunggulannya dan berbalik kalah.
Kualitas Austria jelas masih di bawah Inggris. Bisakah mental tim asuhan Ronald Koeman kuat menghadapi tekanan hebat Inggris?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.