Paus berbicara tentang Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan/AI). Kata Paus bahwa kelahiran AI mewakili “revolusi industri-kognitif sejati” yang akan mengarah pada “transformasi penting yang kompleks”.
Transformasi-transformasi ini, mempunyai potensi positif. Misalnya, “demokratisasi akses terhadap pengetahuan”, “kemajuan penelitian ilmiah secara eksponensial”, dan pengurangan “pekerjaan yang menuntut dan sulit."
Tetapi juga memiliki arti negatif. Misalnya, “ketidakadilan yang lebih lebar dan besar antara negara-negara maju dan berkembang atau antara kelas sosial yang dominan dan tertindas.”
Itulah sebabnya, Paus Fransiskus beberapa waktu lalu, berbicara tentang perlunya regulasi AI.
Vatikan mempromosikan, “Rome Call for AI Ethics” (Seruan Roma untuk Etika AI) sejak tahun 2020. Seruan itu menjabarkan enam prinsip etika AI, yang mencakup transparansi, inklusi, ketidakberpihakan, tanggung jawab, keandalan, keamanan, dan privasi.
Dalam pesannya pada Hari Perdamaian Gereja Katolik Sedunia, Agustus 2023, yang diselenggarakan pada 1 Januari 2024, Paus memperingatkan tentang bahaya AI. Ia mengatakan bahwa AI harus digunakan sebagai “pelayanan kemanusiaan.”
Menurut Paus, harus ada perjanjian internasional yang mengikat untuk mengatur perkembangannya. Sebab, AI dapat mengarah pada “kediktatoran teknologi” jika tidak diatur dengan benar.
Ketika Paus berbicara tentang AI dengan segala untung dan ruginya, manfaat dan mudaratnya, segala konsekuensinya, sebenarnya para pemimpin diajak untuk memikirkannya.
Sama halnya, ketika suatu saat Paus bicara soal perubahan iklim (ensiklik Laodato Si), ledakan penduduk, pandemi global, perdamaian, atau gelombang imigrasi, individualisme, konsumerisme, persaudaraan, misalnya, sebenarnya adalah bentuk ajakan kepada para pemimpin dunia untuk bersama-sama memikirkan, mengatasi, dan yang lebih penting mencari jalan keluar.
Maka, ketika Paus kemarin bicara soal AI, ini menunjukkan kepekaannya terhadap isu tersebut. Selain itu juga menunjukkan tantangan yang dihadapi umat manusia.
Paus membaca tanda-tanda zaman. Hanya mereka berhati bersih dan peka sajalah yang manpu membaca tanda-tanda zaman.
Katanya, “The future starts today, not tomorrow.” Artinya, kita harus bergegas bergerak agar tidak ditinggal zaman; gara-gara asyik dengan dirinya sendiri, asyik memikirkan dan memuaskan kepentingan diri sendiri.
Kata Paus Fransiskus, kecerdasan buatan menyebabkan “revolusi industri-kognitif” yang dapat merendahkan martabat manusia.
Memang, katanya, AI adalah “alat yang menarik dan juga menakutkan.” Ini seperti politik: tremendum et fascinatum, menggentarkan dan mengagumkan.
Dengan kata lain, Paus mengakui potensi penerapannya dalam banyak bidang yang berguna bagi kehidupan manusia, seperti kedokteran, tenaga kerja, budaya, komunikasi, pendidikan dan politik. Tetapi, Paus sekaligus mengingatkan akan bahasa yang dibawanya.
Tahun lalu, Paus menjadi sasaran kejahatan oleh AI. Tahun lalu, ketika gambar Paus muncul secara online. Gambar tersebut menunjukkan Paus berusia 86 tahun itu mengenakan jaket puffer putih bergaya dan salib berhiaskan berlian perak.
Gambar tersebut segera menjadi viral dan ditonton jutaan kali di platform media sosial. Foto tersebut merupakan rendering— proses menggabungkan hasil editan berupa foto, video, audio, teks, dan objek lainnya–kecerdasan buatan yang dihasilkan dengan perangkat lunak AI Midjourney.
***
Menjelang akhir pidatonya, Paus Fransiskus mengatakan, “Refleksi saya mengenai dampak kecerdasan buatan terhadap umat manusia membawa kita untuk mempertimbangkan pentingnya ‘politik yang sehat’ sehingga kita dapat menatap masa depan dengan harapan dan keyakinan.”
Lalu, Paus mengingatkan yang ditulis dalam ensiklik Fratelli Tutti. Katanya, “bagi banyak orang saat ini, politik adalah kata yang tidak disukai, sering kali disebabkan oleh kesalahan, korupsi, dan ketidakefisienan yang dilakukan beberapa politisi. Ada juga upaya untuk mendiskreditkan politik, menggantinya dengan ekonomi, atau memutarbalikkannya ke ideologi tertentu.”
“Namun”, lanjutnya, “bisakah dunia kita berfungsi tanpa politik? Bisakah ada proses pertumbuhan yang efektif menuju persaudaraan universal dan perdamaian sosial tanpa kehidupan politik yang sehat?” Maka itu, perlu politik yang sehat.
Lewat pidatonya, Paus mendesak para pemimpin pemerintahan dan negara untuk mengakui bahwa mereka mempunyai kekuatan untuk memutuskan apakah kecerdasan buatan menjadi alat yang menakutkan atau kreatif.
Paus juga menyerukan mereka agar melarang penggunaan killer robots dalam perang. Kata Paus, mesin tidak boleh memutuskan apakah manusia hidup atau mati. Manusialah yang harus memutuskan, sebab manusia “tidak hanya memilih, namun di dalam hati mereka mampu mengambil keputusan”.
Paus tidak hanya berpidato di hadapan G7 secara kolektif, tapi mengadakan pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin: Managing Direktur IMF Kristalina Georgieva, Zelenskyy, Macron, Justin Trudeau, Samoei Ruto, Narendra Modi, Joseph Biden, Luiz Inácio Lula da Silva, dan Erdoğan.
Puglia atau Apulia, hari itu seperti mengulang sejarahnya. Secara historis, Apulia berperan sebagai jembatan antara dunia Timur dan Barat. Selama berabad-abad, wilayah ini menyambut berbagai bangsa, budaya, dan agama yang meninggalkan warisan yang kaya.
Peran historis yang dimainkan kawasan Puglia dalam mendorong dialog menjadikannya tempat yang ideal untuk mempertemukan para pemimpin G7, negara-negara yang diundang, dan organisasi internasional untuk mengatasi masalah-masalah besar global.
Di Borgo Egnazia…akhirnya Paus Fransiskus mengatakan, semua orang berhak memanfaatkannya (AI). Namun, tanggung jawab politik ada pada penciptaan kondisi agar pemanfaatan yang baik itu bisa dilakukan dan membuahkan hasil….
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.