III
Telah lama manusia mampu membaca tanda-tanda alam. Menurut sejarah, sekitar tahun 650 SM bangsa Babilonia, sudah memiliki kemampuan untuk membuat prakiraan cuaca. Bahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru pun ada tertulis, “Pada petang hari, karena langit merah, kamu berkata : hari akan cerah ; dan pada pagi hari karena langit merah dan redup, kamu berkata : hari buruk….”
Tetapi, apakah manusia juga mampu membaca “Tanda-tanda Zaman?” (Meminjam istilah yang digunakan oleh Romo Dick Hartoko SJ—sudah almarhum—pengasuh Majalah Kebudayaan BASIS, untuk menamai rubriknya).
Dahulu, Raden Ngabehi Ranggawarsita lewat Serat Kalatida, mengungkapkan tanda-tanda zaman yang ditangkapnya.. Ranggawarsita menulis amenangi zaman edan, mengalami hidup di zaman edan, karena dunia zaman itu dikuasai oleh nafsu ketamakan dalam berbagai bentuk.
Sebenarnya, zaman edan yang digambarkan Ranggawarsita itu, masih tetap berlangsung. Di tengah derita karena pandemi, masih saja ada orang yang mencari keuntungan diri. Entah itu mengkorupsi dana bantuan sosial maupun dalam bentuk-bentuk lainnya. Tak peduli kepada sesama, tidak mau divaksin, menyebarkan kabar bohong tentang vaksin.
Kalangan antivaksin di Indonesia dikelilingi oleh teori konspirasi “elite global” dan berita palsu, bohong, sehingga banyak kalangan yang menganggap virus ini hanya permainan para konspirator dunia.
Beragam aktivitas dilakukan guna menyebarluaskan gerakan antivaksin tersebut, mulai dari pembuatan grup di Facebook, perang buzzer di Twitter, sampai feeds di Instagram, termasuk juga memalsukan surat hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
Tetapi, ada juga tanda-tanda zaman yang positif: ada banyak orang yang secara suka rela memberikan bantuan kepada orang lain yang menjadi korban pandemi Covid-19 dalam segala macam bentuk dan rupanya.
Yang mempunyai banyak, memberikan banyak, yang memiliki sedikit memberikan sedikit, yang memiliki tenaga memberikan tenaga, termasuk juga memberikan perhatian, menyediakan tempat untuk isoman dan lain sebagainya.
Memang tidak mudah menangkap tanda-tanda zaman. Meskipun tanda-tanda zaman dalam hidup kita senyatanya muncul setiap hari, di mana kita tinggal, di sekitar kita, di tengah masyarakat kita, tempat kita sekarang ini berjuang bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19.
Sebab, untuk mampu menangkap tanda-tanda zaman dibutuhkan kepekaan hati. Mereka yang memiliki kepekaan hati bisa melihat dan menjadikan krisis sebagai katalisator untuk perubahan besar, baik itu pribadi maupun struktural.
Maka harapannya, pandemi Covid-19 ini menjadi tanda bagi kita semua untuk mampu, mengubah sifat mencari untung (entah politik maupun ekonomi, juga sektarian yang merupakan tanda-tanda zaman negatif), di tengah penderitaan banyak orang, menjadi lebih solider, toleran, memiliki keutamaan berbela rasa (compassion), tidak egoistik.
Dan, semoga pula pandemi ini merupakan tanda yang jelas bagi mereka yang selama ini lebih mementingkan kelompok dan golongannya, menjadi manusia yang memiliki sikap beyond terhadap kepentingan diri dan seluruh kelompoknya.
Dengan demikian, pandemi Covid-19 ini justru bisa menjadi pembangkit dan penggerak bangsa, dan penyemangat bangsa untuk memasuki hidup baru, zaman baru, yang diharapkan lebih baik dalam segala bidang, termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, hubungan antar-anak bangsa yang berbeda-beda, dan hubungan dengan alam. ***
Artikel ini sebelumnya sudah tayang pada 31 Juli 2021. Selengkapnya bisa dibaca di Triaskun.id.
Sumber : Triaskun.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.