Oleh: Anton Alifandi, Mantan Wartawan Tinggal di London
Di antara berbagai kartu identitas peliputan yang tersimpan di rumah, masih ada kartu identitas saya ketika meliput Euro ’96, terakhir kali Inggris menjadi tuan rumah kejuaraan sepak bola antar negara sebelum Euro 2020 ini.
Kartu liputan itu membuat ingatan saya melayang ke musim panas 25 tahun silam. Ketika itu demam sepak bola sudah amat terasa sejak sebelum turnamen dibuka.
Di mana-mana berkibar bendera salib St George Inggris, di berbagai pub, dan terutama di mobil-mobil yang “bersliweran” di jalanan.
Di radio dan televisi tak henti-henti diputar lagu “Football is Coming Home” yang syairnya menyuarakan optimisme bahwa sepak bola akan kembali ke negeri asalnya, 30 tahun setelah Inggris menjadi juara dunia. Gelora optimisme itu sangat terasa.
Dibanding tahun 1996, suasana kali ini jauh lebih sepi. Tak ada lagu khusus menyambut Euro 2020, dan saya baru melihat satu mobil yang memasang bendera Inggris di jalanan.
Demam sepak bola belum terasa, barangkali karena pandemi Covid-19 belum sepenuhnya reda, meskipun jumlah kematian sudah turun drastis.
Pencabutan semua pembatasan Covid yang semula akan terjadi tanggal 21 Juni, sekarang menjadi tidak pasti karena meningkatnya virus corona-varian delta yang pertama muncul di India.
Jadi masyarakat belum bisa lepas menikmati kehidupan secara normal. Imbasnya terasa juga pada Euro 2020.
Memang penonton sudah boleh datang ke stadion, tapi dengan kapasitas yang dibatasi. Keadaan sudah membaik, tapi belum betul-betul pulih.
Partai Perdana adalah Kunci
Karena itu partai perdana Inggris melawan Kroasia hari Minggu penting untuk menyulut minat masyarakat Inggris akan Euro 2020. Kroasia jelas merupakan lawan berat bagi Inggris. Pada Piala Dunia 2018 di Rusia, Kroasia mengalahkan Inggris 2-1 di semi final.
Nama-nama pemain Kroasia sudah akrab di telinga para penggemar sepak bola Inggris. Kaptennya Luka Modric lama bermain di Tottenham Hotspur sebelum pindah ke Real Madrid, Mateo Kovacic sudah mapan di Chelsea, dan Dejan Lovren masih dikenang oleh para penggemar Liverpool walaupun sekarang sudah hijrah ke Zenit St Petersburg.
Tapi kesan saya, publik Inggris pun diam-diam optimis bahwa generasi pemain yang mereka punyai sekarang berprospek bagus untuk melangkah jauh di turnamen kali ini.
Terakhir kali publik sepak bola Inggris merasa seoptimis ini adalah pada Kejuaraan Dunia tahun 2006, ketika generasi emas Rio Ferdinand, John Terry, Frank Lampard, Paul Scholes, Steven Gerrard, dan Wayne Rooney menjadi tulang punggung tim nasional.
Generasi emas itu ternyata kemudian tak berhasil mempersembahkan piala apapun. Beberapa pemain seperti Rio Ferdinand dan Frank Lampard mengatakan persaingan antar klub yang sengit, semisal antara Chelsea dan Manchester United, membuat mereka tak mampu bermain lepas di tim nasional.
Sekarang, menilik laporan media massa, manajer Gareth Southgate sepertinya berhasil memupuk keakraban di antara pemain-pemainnya dan menghilangkan permusuhan antar klub yang konon kental pada generasi sebelumnya.
Dibanding generasi 2006 itu, beberapa pemain yang menjadi tumpuan harapan Inggris kali ini mungkin masih terlalu muda dan baru akan mencapai puncak karier mereka empat atau delapan tahun lagi. Inggris menaruh harapan besar pada Phil Foden (21 tahun), Mason Mount (22) Jadon Sancho (21), dan Marcus
Rashford (23).
Beberapa pemain lain seperti Harry Kane (27, Raheem Sterling (26), John Stones (27), Harry Maguire (28), dan Jordan Henderson(30) berada di usia puncak karier mereka.
Dalam keadaan fit, Maguire dan Henderson adalah pemain andalan manajer Gareth Southgate di barisan belakang dan tengah. Tapi mereka belum pulih dari cedera, sehingga belum tentu akan berperan besar dalam kejuaraan kali ini.
Di depan, Harry Kane akan menanggung beban terbesar untuk mencetak gol bagi timnya. Dia pencetak gol terbanyak Inggris di antara pemain-pemain yang masih aktif, dan statusnya sebagai salah satu penyerang tengah terbaik di dunia sudah tidak diragukan lagi.
Foden juga akan mendapat banyak sorotan. Beberapa hari ini dia tampil dengan rambut yang dicat pirang mirip Paul Gascoigne pada Euro ’96. Kalau dia bisa mencetak gol spektakuler seperti Gascoigne ketika melawan Skotlandia, seluruh Inggris akan bersuka cita.
Inggris tak harus menang melawan Kroasia, masih ada dua pertandingan melawan Skotlandia dan Republik Ceko. Tapi kemenangan akan membuat “sumringah” suasana hati masyarakat Inggris yang sudah setahun lebih dilanda duka.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.