Kompas TV internasional kompas dunia

Hamas Kehilangan Kontak dengan Sandera Edan Alexander usai Serangan Israel di Gaza

Kompas.tv - 16 April 2025, 13:33 WIB
hamas-kehilangan-kontak-dengan-sandera-edan-alexander-usai-serangan-israel-di-gaza
Foto sandera Israel-Amerika Edan Alexander yang masih ditahan Hamas di Gaza. (Sumber: AP News)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Vyara Lestari

GAZA CITY, KOMPAS.TV — Sayap bersenjata kelompok Hamas, Brigade Al Qassam, mengeklaim kehilangan kontak dengan kelompok yang menyandera tentara Israel berkewarganegaraan ganda Amerika Serikat, Edan Alexander. Kontak terputus setelah wilayah tempat Alexander ditahan dibombardir langsung oleh militer Israel.

Dalam pernyataan yang dirilis Selasa (15/4/2025), juru bicara Brigade Al Qassam, Abu Obeida, menuding militer Israel sengaja menargetkan lokasi penyanderaan. 

"Tampaknya tentara pendudukan secara sengaja berupaya membunuhnya agar terlepas dari tekanan internasional akibat adanya sandera berkewarganegaraan ganda, demi melanjutkan genosida terhadap rakyat kami," ujar Abu Obeida dikutip dari Al Jazeera.

Baca Juga: Hamas Rilis Video Sandera Israel-AS Edan Alexander Masih Hidup, Kritik Pemerintahan Netanyahu

Edan Alexander (21), tentara Israel asal New Jersey, sebelumnya muncul dalam video yang dirilis Hamas pada Sabtu pekan lalu. 

Dalam video tersebut, ia tampak berada di bawah tekanan dan meminta bantuan kepada Presiden AS Donald Trump agar dikeluarkan dari Gaza. 

Ia juga meminta Trump untuk tidak memercayai "kebohongan" yang disampaikan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.


Hingga kini, tidak diketahui secara pasti di mana Alexander ditahan. Brigade Al Qassam kemudian merilis video lain yang berisi peringatan kepada keluarga para sandera Israel. 

Dalam video tersebut, Hamas menyatakan bahwa para sandera berisiko pulang dalam kondisi "peti mati hitam dengan tubuh tercabik-cabik oleh pecahan bom dari tentara kalian sendiri".

Warga Gaza meyakini bahwa pemerintah AS memiliki kepentingan kuat dalam pembebasan Alexander. Hal ini diyakini dapat mendorong tekanan terhadap Israel untuk segera menyepakati kesepakatan gencatan senjata.

Utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, pada Maret lalu menyebut bahwa pembebasan Alexander merupakan "prioritas utama" bagi pemerintah AS. 

Sebelumnya, Alexander menjadi pokok pembahasan dalam pertemuan antara pemimpin Hamas dan negosiator AS, Adam Boehler.

Baca Juga: Sambut Negosiasi AS-Iran, Hamas dan Hizbullah Yakin Tak Akan Dikhianati Teheran

Operasi Militer Berlanjut, Penderitaan Sipil Memburuk

Di sisi lain, Israel tetap melanjutkan serangan militer ke Gaza. Saat mengunjungi wilayah utara Gaza yang hancur akibat perang, Netanyahu memuji pasukannya dan menegaskan bahwa operasi militer akan terus dilakukan hingga seluruh sandera dibebaskan dan Hamas dilucuti.

"Mereka terus menghantam musuh, dan Hamas akan terus menerima serangan demi serangan. Kami menuntut pembebasan para sandera dan pencapaian seluruh tujuan perang kami," kata Netanyahu.

Dalam percakapan telepon dengan Netanyahu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menekankan pentingnya mengakhiri penderitaan rakyat Gaza.

Macron menyatakan hanya gencatan senjata yang bisa membebaskan para sandera yang tersisa.

Hamas mencatat bahwa Israel telah mencegah masuknya bahan pangan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Gaza sejak pertengahan Maret, ketika gencatan senjata yang berlaku sejak Januari dibatalkan oleh Israel. 

Kelompok itu juga menyebut blokade sebagai bentuk hukuman kolektif terhadap rakyat sipil.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut krisis kemanusiaan di Gaza sebagai yang terburuk sejak perang dimulai pada Oktober 2023. 

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) memperkirakan lebih dari 51.000 warga Palestina telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

Israel pada awal pekan ini menyampaikan proposal gencatan senjata sementara selama 45 hari kepada mediator Mesir dan Qatar. 

Dalam proposal tersebut, Israel menawarkan penghentian sementara operasi militer dengan syarat Hamas membebaskan 11 sandera dan mulai melucuti senjata.

Hamas menyatakan masih mempelajari usulan tersebut. Namun, pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, kepada Al Jazeera menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menerima permintaan untuk melucuti senjata.

Sampai saat ini, masih terdapat 59 sandera Israel yang diyakini ditahan di Gaza. Hamas menegaskan bahwa pembebasan sandera hanya akan dilakukan jika tercapai kesepakatan gencatan senjata permanen.

Baca Juga: Israel Sebut Hamas Meminta Dana Rp8,4 Triliun untuk Hancurkan Negara Zionis dalam 2 Tahun

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Al Jazeera

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x