GAZA, KOMPAS.TV - Kelompok perlawanan Palestina, Hamas sempat mengancam akan menunda pembebasan tawanan.
Karena Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.
"Kepemimpinan perlawanan (Hamas) memonitor pelanggaran-pelanggaran musuh (Israel) dan ketidaktaatan mereka terhadap ketentuan-ketentuan dalam kesepakatan. Sementara perlawanan (Hamas) memenuhi seluruh kewajiban-kewajibannya," kata Abu Obeida, juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam, Senin (10/2/2025), dikutip dari Al Jazeera.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz mengatakan, posisi Hamas adalah "pelanggaran sepenuhnya terhadap kesepakatan."
Lalu, apa saja pelanggaran kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan Israel?
Sejak kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari 2025, Israel telah melakukan sejumlah pelanggaran termasuk membunuh warga Palestina di Gaza.
Menurut Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Munir al-Bursh, sedikitnya 118 warga Palestina terbunuh dan 822 orang terluka sejak gencatan senjata mulai berlaku.
Baca Juga: Arab Saudi Dukung Ambisi Riviera Trump di Gaza, tapi Tolak Pemindahan Warga Palestina
"Jumlah itu termasuk mereka yang terbunuh dalam serangan langsung, meninggal dunia karena luka yang diderita, atau tewas karena ledakan senjata yang sebelumnya gagal meledak," kata al-Bursh, Selasa (11/2/2025), dikutip dari Anadolu.
Dia mengatakan, dari 118 orang tersebut, 92 orang tewas akibat serangan langsung Israel.
Dilansir Al Jazeera, Israel juga hanya mengizinkan 8.500 truk bantuan makanan dan kebutuhan dasar masuk ke Gaza hingga 13 Februari 2025.
Padahal menurut kesepakatan gencatan senjata, Israel seharusnya mengizinkan 12.000 truk masuk ke wilayah Palestina yang telah diblokade sejak 2007 itu, sepanjang periode tersebut.
Israel juga seharusnya mengizinkan 200.000 tenda masuk ke Gaza pada fase pertama gencatan senjata.
Tapi, sejauh ini, hanya 10 persen dari jumlah tersebut yang diizinkan masuk ke Gaza.
Israel bahkan tidak mengizinkan satu pun dari 60.000 rumah sementara yang dijanjikan masuk ke enklave berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa itu.
Pihak Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza juga mengatakan, Israel tidak memenuhi kewajibannya untuk mengizinkan 50 pasien yang sakit dan terluka parah keluar dari Gaza per hari untuk mendapatkan pengobatan.
Baca Juga: Media Kim Jong-Un Kutuk Ambisi Trump Kuasai Gaza, Mendampratnya sebagai Perampok Ganas
Hingga 13 Februari 2025, menurut kementerian tersebut, hanya 120 pasien yang diizinkan untuk keluar Gaza oleh Israel.
Di samping itu, Israel juga memperlambat proses warga Palestina kembali ke wilayah Gaza utara.
Menurut kesepakatan gencatan senjata, Israel diwajibkan untuk mengizinkan warga pulang ke rumah mereka di bagian utara Gaza.
Pada Kamis (13/2/2025), pihak Hamas mengatakan akan membebaskan tawanan sesuai rencana.
Dikutip dari Al Jazeera, pihak Hamas mengatakan, delegasinya telah bertemu dengan perwakilan Mesir dan Qatar yang bertindak sebagai mediator kesepakatan gencatan senjata di Kairo.
Pertemuan itu membahas ketentuan-ketentuan dalam kesepakatan gencatan senjata.
Termasuk soal tempat tinggal bagi warga Gaza, tenda, peralatan berat, persediaan medis, dan bahan bakar.
"Diskusi-diskusinya ditandai dengan semangan positif, dan saudara-saudara di Mesir dan Qatar mengonfirmasi mereka akan menindaklanjuti semua hal tersebut untuk menghilangkan hambatan dan menutup kesenjangan," kata pihak Hamas dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Telegram.
"Karena itu, Hamas memastikan posisi tetapnya untuk mengimplementasikan kesepakatan sesuai dengan yang sudah ditandatangani, termasuk pertukaran tahanan menurut jadwal yang telah disebutkan." imbuhnya.
Baca Juga: Liga Arab Kecam Rencana Donald Trump, Sebut Rakyat Palestina Penduduk Historis Gaza dan Tepi Barat
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Al Jazeera, Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.