WASHINGTON, KOMPAS.TV – Senat Amerika Serikat pada Jumat (24/1/2025) malam mengonfirmasi Pete Hegseth sebagai Menteri Pertahanan dalam pemungutan suara yang berlangsung ketat. Dengan hasil akhir 51-50, Wakil Presiden JD Vance memecah kebuntuan dan memberikan suara penentu untuk mendukung Hegseth.
Hegseth, mantan pembawa acara Fox News dan veteran militer berusia 44 tahun, menghadapi berbagai kontroversi selama proses pencalonan.
Tuduhan pelecehan seksual, perilaku mabuk di tempat kerja, dan perlakuan buruk terhadap perempuan sempat membuat pencalonannya goyah.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Wanti-Wanti Kebijakan Trump: Perekonomian Amerika Serikat Mengalami Penguatan
Namun, dukungan mayoritas dari Partai Republik di Senat memungkinkan pengesahannya tetap berlangsung.
“Dulu saya pikir tugas saya di Senat selesai,” canda Vance dalam unggahannya di platform X setelah memberikan suara.
Meski demikian, tiga senator Republik bergabung dengan Demokrat untuk menolak pencalonan Hegseth.
Mereka adalah Lisa Murkowski dari Alaska, Susan Collins dari Maine, dan Mitch McConnell dari Kentucky, mantan pemimpin mayoritas Senat yang sering berseberangan dengan Presiden Donald Trump.
McConnell dalam pernyataannya menyebut memimpin Departemen Pertahanan merupakan “tanggung jawab besar dengan dampak signifikan bagi keamanan nasional dan kepentingan global.”
“Hingga saat ini, Hegseth belum menunjukkan bahwa ia mampu menghadapi ujian tersebut," imbuhnya dikutip dari USA Today.
Senator Demokrat Jack Reed, anggota senior Komite Angkatan Bersenjata Senat, juga menentang pengesahan Hegseth.
Meski menghormati hasil pemungutan suara, ia menegaskan akan memantau kinerja Hegseth dengan ketat.
“Saya akan menuntut akuntabilitas,” kata Reed dalam pernyataannya.
Baca Juga: Trump Bekukan Bantuan Luar Negeri AS: Ukraina Terancam, Israel Aman!
Pencalonan Hegseth sebagai Menteri Pertahanan AS sempat terguncang oleh sejumlah tuduhan serius.
Dalam dokumen yang diajukan ke Komite Angkatan Bersenjata, mantan ipar Hegseth memberikan kesaksian tertulis tentang kebiasaan Hegseth yang sering mabuk hingga muntah dan mengintimidasi mantan istrinya. Mantan istri Hegseth juga memberikan kesaksian kepada FBI tentang perilaku serupa.
Selain itu, Hegseth menghadapi tuduhan pelecehan seksual yang terjadi delapan tahun lalu dalam sebuah konvensi konservatif di California. Korban menerima pembayaran penyelesaian untuk tidak memublikasikan insiden tersebut.
Komentar kontroversial Hegseth tentang perempuan di militer juga menjadi sorotan. Dalam wawancara podcast sebelum pencalonannya, ia menyatakan bahwa perempuan tidak seharusnya bertugas di unit tempur.
Meski Hegseth telah menarik kembali pernyataan itu, banyak veteran perempuan dan anggota parlemen mengkritiknya karena dianggap merugikan peran perempuan di militer.
Sebagai Menteri Pertahanan, Hegseth akan memimpin Departemen Pertahanan, lembaga pemerintah terbesar dengan tiga juta personel dan anggaran tahunan sebesar 850 miliar dolar AS atau Rp13.742 triliun.
Sikap Hegseth yang mengkritik inisiatif keberagaman dan apa yang ia sebut sebagai “wokeness” di militer sejalan dengan pendekatan politik Presiden Trump.
Meskipun demikian, skeptisisme tetap tinggi terhadap kemampuan Hegseth untuk menjalankan tanggung jawab besar ini. Ia kini menghadapi ujian untuk membuktikan bahwa dirinya layak memimpin salah satu institusi paling penting di Amerika Serikat.
Baca Juga: Peneliti Sebut Era Donald Trump Jadi Kesempatan Emas Israel Aneksasi Tepi Barat
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : USA Today
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.