SEOUL, KOMPAS.TV – Krisis politik di Korea Selatan mencapai babak baru yang dramatis pada Jumat (3/1/2025) ketika para penyidik dari Badan Penyelidikan Korupsi untuk Pejabat Tinggi terpaksa menghentikan upaya penangkapan Presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol.
Ketegangan memuncak setelah pasukan keamanan presiden memblokir akses ke kediamannya selama hampir enam jam.
Langkah penangkapan ini dilakukan berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan pengadilan Seoul terkait tuduhan pemberontakan yang dilakukan Yoon.
Namun, perlindungan ketat dari pasukan keamanan presiden membuat pelaksanaan surat perintah itu menjadi mustahil.
“Kami sangat menyesalkan sikap tersangka yang tidak mematuhi proses hukum,” kata lembaga antikorupsi itu dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Associated Press.
Baca Juga: Ancaman Bentrokan Warnai Potensi Penahanan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol
Ketegangan dimulai ketika tim penyidik mendekati kediaman resmi presiden di tengah penjagaan ketat. Mereka diadang oleh barikade kendaraan dan sekitar 200 personel keamanan presiden.
Meskipun tiga penyidik diizinkan mendekat hingga radius 200 meter, mereka gagal memastikan keberadaan Yoon di dalam.
“Perlindungan pasukan keamanan presiden tidak memberi wewenang untuk menghalangi perintah pengadilan,” kata Park Seong-bae, seorang ahli hukum pidana.
Ia menambahkan, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai penghalangan terhadap proses hukum.
Di luar kediaman, ribuan pendukung Yoon berkumpul, membawa bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat. Mereka meneriakkan slogan untuk melindungi Yoon, meski suhu udara sangat dingin.
Kasus Yoon Suk Yeol ini bermula pada awal Desember, ketika dirinya mengumumkan darurat militer untuk menghadapi parlemen yang didominasi oposisi.
Ia memerintahkan pengerahan pasukan ke Majelis Nasional, sebuah langkah yang dianggap sebagai pemberontakan oleh parlemen.
Baca Juga: Ketegangan Penangkapan Presiden Korsel Yoon Suk-Yeol, Penyelidik Berseteru dengan Unit Militer
Hanya beberapa jam setelah deklarasi itu, parlemen dengan suara bulat membatalkan keputusan Yoon dan memakzulkannya.
Tuduhan pemberontakan pun segera diselidiki oleh lembaga antikorupsi bersama kepolisian dan militer.
Namun, pengacara Yoon berargumen bahwa lembaga antikorupsi tidak memiliki wewenang untuk menangani kasus pemberontakan.
Mereka juga menyebut hukum melindungi lokasi yang terkait dengan rahasia militer, sehingga menghalangi penggeledahan tanpa izin dari pemimpin lokasi tersebut.
Saat ini, nasib Yoon berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang sedang meninjau keputusan parlemen yang memakzulkannya.
Setidaknya enam dari sembilan hakim harus menyetujui pemakzulan untuk mencopot Yoon secara resmi.
Namun, proses hukum ini tidak berjalan mulus. Parlemen sebelumnya memakzulkan Perdana Menteri Han Duck-soo, yang menjadi penjabat presiden setelah Yoon dimakzulkan. Han dimakzulkan karena dianggap lambat mengisi kekosongan di Mahkamah Konstitusi.
Deputi Perdana Menteri Choi Sang-mok, yang kini menjabat sebagai pemimpin sementara, telah menunjuk dua hakim baru. Langkah ini diperkirakan akan memengaruhi keputusan akhir Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Respons Pendukung saat Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Diperintahkan Ditangkap
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.