Ashraf Al-Turk, pakar lingkungan di Otoritas Kualitas Lingkungan, menyebutkan bahwa bom dan bahan peledak yang digunakan Israel tidak hanya mencemari tanah, tetapi juga merusak ekosistem lokal.
“Hampir 48 persen pohon, termasuk pohon-pohon besar seperti palem dan sycamore, telah dihancurkan. Ini memperburuk erosi tanah dan ekstremitas iklim,” jelasnya.
Selain itu, perusakan ini menyebabkan hilangnya habitat bagi sekitar 150-200 spesies burung. Sebagian besar burung mati atau bermigrasi akibat kehancuran lingkungan mereka.
Sementara itu, warga Gaza terpaksa menebang sisa pohon untuk mendapatkan kayu bakar karena blokade Israel menghalangi pasokan gas memasak.
Penelitian yang diterbitkan oleh Queen Mary University of London mengungkap bahwa emisi gas rumah kaca dari 120 hari konflik, yang dimulai pada Oktober 2023, melampaui emisi tahunan 26 negara.
Jika ditambah dengan emisi rekonstruksi, angkanya diperkirakan lebih besar daripada emisi tahunan 135 negara.
Al-Turk memperingatkan bahwa polusi ini tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga berkontribusi pada pemanasan global yang memperburuk perubahan iklim di wilayah Gaza dan sekitarnya.
Selain itu, polutan dari senjata militer meningkatkan risiko penyakit kronis seperti kanker, serta gangguan pernapasan, pencernaan, dan kulit, terutama pada anak-anak dan lansia.
Ia pun mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghentikan agresi Israel, melindungi lingkungan dari eksploitasi militer, dan menegakkan hukum internasional.
“Kerusakan ini bukan hanya masalah Gaza, tetapi juga krisis lingkungan global yang membutuhkan tindakan segera dari masyarakat internasional,” tegas Al-Turk.
Baca Juga: Pemimpin Oposisi Israel Tuduh Netanyahu Perpanjang Perang Gaza demi Kepentingan Politik
Sumber : Middle East Eye/The New Arab
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.