Seiring dengan dibangunnya kembali prinsip dan makna dari Perjanjian Waitangi selama 50 tahun terakhir, upaya perbaikan itu telah mengubah tatanan masyarakat di Selandia Baru.
Sejak saat itu, bahasa Maori telah mengalami kebangkitan secara signifikan.
Kata-kata bahasa Maori digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahasa dan kebudayaan Maori diajarkan di semua sekolah.
Intinya, bahasa dan budaya Maori menjadi lumrah ditemukan dan digunakan di Selandia Baru saat ini, bahkan di antara orang non-Maori.
Selain itu, berbagai kebijakan telah ditetapkan untuk mengatasi kesenjangan yang dulunya dihadapi orang Maori.
Selain itu, permasalahan yang terjadi antara Kerajaan Inggris dan suku-suku Maori telah dinegosiasikan hingga menghabiskan dana senilai miliaran dollar, khususnya mengenai perampasan tanah dan sumber daya alam Maori.
Namun, tidak semua warga Selandia Baru senang dengan perbaikan yang terjadi dalam implementasi Perjanjian Waitangi tersebut.
Pasalnya, hak istimewa yang didapatkan oleh suku Maori kini dinilai sudah berlebihan.
Seorang anggota parlemen Selandia Baru Bernama David Seymour, kemudian mengusulkan definisi baru tentang prinsip Perjanjian Waitangi.
Seymour memiliki darah Maori yang mengalir dalam tubuhnya.
Namun dia mengusulkan RUU yang akan menetapkan definisi khusus tentang prinsip-prinsip Perjanjian Waitangi, dan akan menerapkannya kepada semua warga Selandia Baru. Tidak hanya kepada orang Maori.
Ia mengatakan, konstruksi sepotong-sepotong dari makna Perjanjian Waitangi telah meninggalkan kekosongan dan telah memberikan perlakuan khusus kepada orang Maori.
Baca Juga: Presiden Prabowo Gelar Pertemuan Bilateral dengan Perdana Menteri Selandia Baru di KTT APEC 2024
RUU ini kemudian ditentang secara luas, yang awalnya terjadi di gedung parlemen Selandia Baru oleh Hana-Rawhiti Maipi-Clarke dan beberapa anggota parlemen lainnya yang berasal dari suku Maori, dengan menarikan tarian perang Maori atau Haka.
Hari ini, 40 pengacara paling senior di negara itu, ribuan warga Maori dan non-Maori, bersama-sama berjalan kaki di Wellington untuk berunjuk rasa.
Bahkan unjuk rasa ini disebut-sebut yang terbesar yang pernah terjadi di Selandia Baru.
RUU yang diusulkan Seymour ini diperkirakan tidak akan lolos pada pembacaan akhir.
Seperti dikutip dari The Associated Press, RUU itu sempat lolos dalam pemungutan suara pertama pada hari Kamis karena kesepakatan politik.
Tetapi sebagian besar dari mereka yang mendukung Seymour diperkirakan tidak akan melakukannya lagi.
Para penentang mengatakan, RUU itu mengancam pergolakan konstitusional dan akan menghapus hak-hak yang dijanjikan dalam perjanjian yang sekarang diabadikan dalam hukum.
Para kritikus juga mengecam Seymour karena memprovokasi reaksi keras terhadap masyarakat Pribumi.
Protes dengan cara berjalan kaki secara damai adalah tradisi Maori dan telah terjadi sebelumnya pada saat-saat penting, ketika terjadi dialog nasional tentang hak-hak Maori dalam Perjanjian Waitangi.
Polisi di negara berpenduduk 5 juta jiwa itu memperkirakan lebih dari 40.000 orang memadati halaman gedung parlemen setelah pawai itu melintasi pusat kota Wellington.
Para demonstran melalui pusat kota, menutup jalan-jalan dan menarik perhatian ribuan penonton yang berbaris di pinggir jalan dengan memegang atribut Maori.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.