Kompas TV internasional kompas dunia

Dukung Hak-Hak Suku Maori, 42 Ribu Orang Padati Parlemen Selandia Baru

Kompas.tv - 19 November 2024, 14:22 WIB
dukung-hak-hak-suku-maori-42-ribu-orang-padati-parlemen-selandia-baru
Masyarakat adat Maori berunjuk rasa di luar Parlemen menentang rancangan undang-undang yang akan mendefinisikan ulang perjanjian pendirian negara antara masyarakat adat Maori dan Kerajaan Inggris, di Wellington, Selandia Baru, Selasa, 19 November 2024. (Sumber: Foto AP/Mark Tantrum)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Vyara Lestari

"Saya benci apa yang dilakukan pemerintah ini untuk menghancurkannya," ujar Ben.

Polisi mengatakan 42.000 orang mencoba memadati halaman Parlemen, dengan beberapa orang tumpah ke jalan-jalan di sekitarnya. Orang-orang berdesakan di perosotan anak-anak yang tinggi dan berada di halaman gedung parlemen agar dapat melihat apa yang terjadi di sekeliling mereka. Sebagian lainnya bahkan bertengger di atas pohon. Beberapa orang menyanyikan lagu-lagu Maori yang dipelajari sebagian besar warga Selandia Baru di sekolah.

Lautan bendera kedaulatan Maori berwarna merah, hitam, dan putih membentang di halaman dan di jalan-jalan. Namun, para pengunjuk rasa juga membawa bendera Samoa, Tonga, Aborigin Australia, AS, Palestina, dan Israel. 

Protes ini dipicu oleh para pemimpin politik, yang mengusulkan akan mengubah makna kata-kata dalam perjanjian pendirian negara, mengukuhkannya dalam hukum, dan memperluasnya kepada semua orang.

Penulisnya adalah seorang anggota parlemen bernama David Seymour. David sendiri memiliki darah Maori dalam tubuhnya. Menurut David, proses pemulihan dan rekonsiliasi antara pemerintah dan suku Maori selama beberapa dekade terakhir telah menciptakan perlakuan khusus bagi masyarakat Pribumi, khususnya suku Maori. Dia menentang perlakuan khusus ini.

Para penentang RUU tersebut mengatakan RUU tersebut akan menimbulkan pergolakan konstitusional, melemahkan hak-hak Pribumi, dan telah memicu retorika yang memecah belah tentang suku Maori. Hingga saat ini, suku Maori merasa masih dirugikan dalam hampir setiap metrik sosial dan ekonomi, meskipun ada upaya oleh pengadilan dan pembuat undang-undang dalam beberapa dekade terakhir untuk memperbaiki ketidakadilan, yang sebagian besar disebabkan oleh pelanggaran perjanjian tersebut. 

RUU tersebut kemungkinan besar tidak akan menjadi undang-undang, tetapi David Seymour membuat kesepakatan politik yang membuatnya lolos melalui pemungutan suara pertama Kamis lalu. 

Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, ia mengatakan masyarakat sekarang dapat mengajukan masukan tentang RUU tersebut.

Baca Juga: Reaksi PM Selandia Baru saat Presiden Prabowo Kenalkan Wartawan Indonesia

David yang sepanjang aksi ini diolok-olok warga, sempat berjalan ke halaman depan gedung Parlemen untuk mengamati protes tersebut, meskipun ia tidak termasuk di antara anggota parlemen yang diundang untuk berbicara. Beberapa orang di antara kerumunan mencemoohnya.

“Protes tersebut sudah lama dinantikan,” kata Papa Heta, yang merupakan salah satu pengunjuk rasa. Ia mengatakan bahwa suku Maori menginginkan pengakuan dan rasa hormat.

"Kami berharap dapat bersatu dengan teman-teman pākehā (kulit putih) kami, orang-orang Eropa," tambahnya.

"Sayangnya, ada orang-orang yang membuat keputusan yang menempatkan kami dalam posisi sulit," tambahnya. 


 




Sumber : The Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x