Hubungan antara Iran dan AS telah memburuk sejak Revolusi Islam pada 1979 yang menggulingkan pemerintahan pro-Barat di Iran.
Ketegangan meningkat selama periode pertama kepresidenan Trump dari 2017 hingga 2021, ketika ia menerapkan strategi "tekanan maksimum" terhadap Iran.
Pada 2018, Trump secara sepihak menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), dan memberlakukan sanksi ekonomi yang berat terhadap Iran.
Kebijakan ini semakin memperburuk ketegangan setelah pada 2020, di bawah arahan Trump, militer AS membunuh Jenderal Pasukan Garda Revolusi Iran, Qasem Soleimani, dalam serangan udara di Baghdad.
Kejadian tersebut lantas menuai kecaman luas di Iran dan semakin memperuncing hubungan kedua negara.
Sebelum hasil pemilu diumumkan, Pemerintah Iran menegaskan sikapnya yang tidak bergantung pada siapa pun yang memenangkan pemilu di AS.
“Kebijakan umum Amerika Serikat dan Republik Islam Iran tidak berubah,” ujar juru bicara pemerintah, Fatemeh Mohajerani.
Menurut Mohajerani, rencana-rencana kebijakan di Iran telah disusun agar tidak bergantung pada dinamika politik AS.
“Siapa pun yang menang, kami pastikan bahwa rencana yang ada sudah cukup kuat sehingga tidak ada dampak pada kesejahteraan rakyat Iran,” ujarnya.
Baca Juga: Kapan Donald Trump Dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat?
Sumber : Al Arabiya
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.