BEIRUT, KOMPAS.TV – Para pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) kembali ke Timur Tengah untuk mengupayakan tercapainya gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengungkapkan optimisme yang hati-hati terkait peluang kesepakatan, meski ketidakpastian politik di kawasan masih membayangi.
Koordinator Timur Tengah Presiden AS Joe Biden, Brett McGurk, dan negosiator konflik Amos Hochstein, kini berada di Israel untuk melakukan pembicaraan dengan otoritas setempat.
Namun, belum jelas apakah ada kemajuan yang bisa dicapai sebelum pemilihan presiden AS, yang dijadwalkan berlangsung pekan depan.
Sejak konflik meletus lima pekan lalu, Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran di wilayah Lebanon dan melakukan invasi darat di beberapa wilayah dekat perbatasan.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan setidaknya 2.200 orang tewas, sementara 1,2 juta lainnya mengungsi.
Sebagian besar korban adalah warga Muslim Syiah, yang memperburuk ketegangan sektarian serta menambah beban pada layanan publik Lebanon yang sudah kesulitan akibat krisis ekonomi berkepanjangan.
Pemerintah Israel menyatakan bahwa tujuan operasi militer ini adalah untuk mengubah situasi keamanan di perbatasan dan memastikan kembalinya sekitar 60.000 penduduk yang mengungsi akibat serangan roket, misil, dan drone dari Hizbullah.
Pada Rabu (30/10/2024), media Israel Kan melaporkan adanya draf kesepakatan yang disusun AS dan bertanggal Sabtu (26/10/2024).
Dalam draf tersebut, dilansir dari BBC, disepakati gencatan senjata awal selama 60 hari, di mana pasukan Israel akan menarik diri dari Lebanon dalam waktu satu minggu sejak kesepakatan. Sebagai gantinya, tentara Lebanon akan ditempatkan di sepanjang perbatasan.
Baca Juga: Israel Ancam Serang Kota Bersejarah Baalbek di Lebanon, Paksa Warga Sipil Pindah
Selama masa jeda ini, Hizbullah diwajibkan menarik kehadiran bersenjatanya dari wilayah tersebut.
Kesepakatan ini bertujuan membuka jalan bagi implementasi penuh Resolusi PBB 1701, yang mengakhiri perang 34 hari antara Israel dan Hizbullah pada 2006.
Resolusi tersebut menyerukan penghapusan seluruh kelompok bersenjata, termasuk Hizbullah, dari wilayah selatan Sungai Litani, 30 km dari perbatasan Israel.
Namun, Israel dilaporkan menginginkan hak untuk menyerang Hizbullah jika kelompok itu kembali ke perbatasan setelah perang berakhir.
Permintaan ini kemungkinan besar akan ditolak oleh pemerintah Lebanon, yang menyatakan tidak akan ada perubahan pada Resolusi 1701.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, Sean Savett, mengatakan banyak draf dan laporan yang beredar tidak mencerminkan keadaan negosiasi saat ini.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.