KAIRO, KOMPAS TV - Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi pada Minggu, (27/10/2024) mengumumkan bahwa Mesir telah mengusulkan gencatan senjata dua hari antara Israel dan Hamas.
Langkah ini bertujuan untuk membebaskan empat sandera yang ditahan di Gaza. Namun, baik Israel maupun Hamas belum memberikan respons segera atas usulan tersebut, sementara perundingan tambahan direncanakan di Qatar, mediator kunci lainnya.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi menyatakan, "Kami mengusulkan gencatan senjata di Jalur Gaza selama dua hari untuk pertukaran empat sandera (Israel) dengan beberapa tahanan (Palestina), dan kemudian negosiasi akan berlangsung selama sepuluh hari untuk menjadikan gencatan senjata ini sebagai gencatan tetap." Pernyataan ini disampaikan el-Sissi dalam konferensi pers bersama Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune di Kairo hari Minggu, 27 Oktober 2024.
Usulan gencatan senjata ini merupakan bagian dari upaya diplomatik yang telah berlangsung sejak pecahnya perang antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023, menyusul serangan Hamas di Israel selatan.
Konflik ini meluas dan membawa ketegangan di seluruh kawasan, termasuk serangan langsung Israel terhadap Iran, yang dianggap sebagai pendukung utama Hamas dan Hizbullah di Lebanon.
Menurut el-Sissi, selain pembebasan sandera, proposal ini mencakup pembebasan sebagian tahanan Palestina oleh Israel dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang saat ini menghadapi blokade ketat.
El-Sissi menyatakan bahwa usulan ini bertujuan untuk “menggerakkan situasi ke arah yang lebih baik,” sambil menegaskan bahwa negosiasi akan dilanjutkan untuk mewujudkan gencatan senjata yang lebih permanen, seperti laporan Associated Press hari Senin, 28 Oktober 2024.
Namun, pembicaraan mengenai gencatan senjata yang lebih lama sering kali terhenti. Pihak Hamas menginginkan pasukan Israel mundur dari Gaza sebagai prasyarat, sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikukuh bahwa pasukan Israel akan tetap berada di Gaza sampai Hamas dapat dihancurkan sepenuhnya.
Di tengah ketidakpastian diplomatik ini, Kepala Mossad Israel terbang ke Doha pada Minggu untuk bertemu dengan Perdana Menteri Qatar dan Kepala CIA Amerika Serikat dalam upaya terbaru untuk mengakhiri pertempuran dan mengurangi ketegangan kawasan.
Ketegangan ini semakin memuncak setelah Israel melakukan serangan langsung terhadap Iran akhir pekan lalu, menyusul serangan rudal balistik Iran yang terjadi sebelumnya bulan ini.
Baca Juga: Afrika Selatan Ajukan Bukti Forensik Genosida Gaza ke Mahkamah Internasional, Israel Diujung Tanduk
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengomentari serangan ini dengan menyatakan bahwa serangan Israel “tidak perlu dibesar-besarkan maupun diremehkan,” meskipun ia tidak secara eksplisit menyerukan pembalasan.
Sinyal diplomatis Iran ini muncul di tengah situasi yang semakin memanas, terutama dengan Hizbullah di Lebanon yang kini juga terlibat dalam konflik melawan Israel.
Di dalam negeri, Israel juga menghadapi tekanan dari warganya. Dalam peringatan pemerintah untuk mengenang serangan 7 Oktober, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengakui bahwa “tidak semua tujuan dapat dicapai hanya melalui operasi militer,” sambil menambahkan bahwa “kompromi yang menyakitkan akan diperlukan” untuk mengembalikan para sandera.
Di acara yang sama, Perdana Menteri Netanyahu menghadapi protes dari warga yang meneriakkan “Malu pada Anda” ketika ia berbicara.
Banyak warga Israel menyalahkan Netanyahu atas kegagalan keamanan yang menyebabkan serangan tersebut, serta ketidakmampuan pemerintahnya dalam membawa pulang para sandera hingga saat ini.
Di Gaza, serangan Israel yang terus berlanjut di wilayah utara menewaskan setidaknya 33 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, menurut pejabat Palestina. Serangan ini menambah korban di daerah yang sudah sangat terdampak, dengan kondisi yang semakin memburuk setiap harinya.
Sekretaris Jenderal PBB bahkan menyebut situasi kemanusiaan warga Palestina di sana sebagai “tak tertahankan.” Di sisi lain, Israel mengklaim bahwa serangannya ditujukan pada militan.
Ketegangan Israel dengan Iran dan kelompok-kelompok sekutunya, seperti Hamas dan Hizbullah, menunjukkan tanda-tanda perang regional yang lebih luas, sementara upaya diplomatik Mesir dan Qatar untuk menghentikan kekerasan masih menemui jalan buntu.
Sementara itu, tekanan dalam negeri bagi Israel juga semakin meningkat, membuat jalur menuju perdamaian semakin kompleks dan penuh tantangan.
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.