WASHINGTON, KOMPAS TV — Badan-badan PBB telah lama memperingatkan bahwa Gaza bisa membutuhkan puluhan tahun untuk pulih dari serangan militer Israel terhadap Hamas, salah satu serangan militer paling mematikan dan destruktif sejak Perang Dunia II. Namun, laporan terbaru menunjukkan angka yang jauh lebih lama, berabad-abad.
Laporan dari Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB UNCTAD yang dirilis Senin, 21 Oktober 2024, menyatakan jika perang berakhir besok dan Gaza kembali ke situasi sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, diperlukan 350 tahun untuk memulihkan ekonomi Gaza yang sudah babak belur agar kembali ke kondisi rapuh sebelum perang.
Sebelum perang, Gaza sudah berada di bawah blokade Israel dan Mesir yang diberlakukan setelah Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007. Empat perang sebelumnya serta perpecahan antara Hamas dan Otoritas Palestina di Tepi Barat juga telah memperburuk ekonomi Gaza.
Perang saat ini telah menyebabkan kehancuran besar di seluruh wilayah Gaza, dengan banyak lingkungan hancur lebur, serta infrastruktur penting yang rusak parah.
Puing-puing yang menggunung bercampur mayat membusuk dan amunisi yang belum meledak harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum rekonstruksi dapat dimulai.
"Setelah gencatan senjata tercapai, kembali ke status quo sebelum Oktober 2023 tidak akan membawa Gaza pada jalur pemulihan dan pembangunan berkelanjutan," sebut laporan tersebut.
"Jika tren pertumbuhan 2007–2022 kembali dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 0,4 persen, Gaza akan membutuhkan 350 tahun hanya untuk memulihkan tingkat PDB 2022."
Baca Juga: Amnesty International: Eropa dan AS Terus Pasok Senjata meski Israel Dituduh Genosida di Gaza
Meskipun begitu, PDB per kapita diprediksi terus menurun secara drastis seiring pertumbuhan populasi, kata laporan tersebut.
Israel berargumen blokade diperlukan untuk mencegah Hamas mengimpor senjata, serta menuding kelompok militan tersebut sebagai penyebab utama penderitaan Gaza.
"Tidak ada masa depan bagi rakyat Gaza selama mereka terus diduduki oleh Hamas," kata Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menanggapi laporan tersebut.
Namun, angka 350 tahun adalah perhitungan ekonomi, bukan ramalan. Menurut Rami Alazzeh, penulis laporan tersebut, perhitungan ini didasarkan pada kehancuran ekonomi selama tujuh bulan pertama perang, serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kondisi dengan tingkat pertumbuhan PDB rata-rata Gaza dari 2007 hingga 2022.
"Pesannya adalah pemulihan Gaza bergantung pada kondisi saat pemulihan terjadi," kata Alazzeh. "Kami tidak mengatakan bahwa Gaza membutuhkan 350 tahun untuk pulih, karena itu akan berarti Gaza tidak pernah pulih."
Pada akhir Januari, Bank Dunia memperkirakan bahwa kerusakan akibat perang mencapai Rp 286 triliun (setara $18,5 miliar), hampir setara dengan total output ekonomi Tepi Barat dan Gaza pada tahun 2022. Angka ini belum termasuk operasi darat intensif Israel, terutama di kota perbatasan selatan, Rafah.
Baca Juga: Pekerja Pelabuhan Yunani Blokir Pengiriman Amunisi ke Israel, Tolak Terlibat dalam Genosida di Gaza
Laporan PBB pada bulan September yang didasarkan pada citra satelit menemukan bahwa sekitar seperempat dari seluruh bangunan di Gaza telah hancur atau rusak parah, dengan 66% bangunan, termasuk lebih dari 227.000 unit rumah, mengalami kerusakan.
Berdasarkan mekanisme rekonstruksi yang didirikan setelah perang 2014, yang diawasi ketat oleh Israel, Kelompok Shelter, koalisi internasional penyedia bantuan, memperkirakan di bawah skema tersebut, dibutuhkan waktu 40 tahun untuk membangun kembali semua rumah yang hancur.
Namun, dalam skenario terbaik sekalipun, laporan itu menyebutkan, pemulihan Gaza masih akan membutuhkan puluhan tahun. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 10% dan tidak ada operasi militer, Gaza baru bisa kembali ke level PDB per kapita tahun 2022 pada 2050.
Laporan lain dari UN Development Program menambahkan bahwa dengan investasi besar dan pencabutan pembatasan ekonomi, ekonomi Palestina secara keseluruhan, termasuk Tepi Barat, baru bisa kembali pulih pada 2034.
Sementara itu, situasi di lapangan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Israel meluncurkan operasi besar-besaran di Gaza utara, wilayah yang paling hancur, dengan alasan bahwa Hamas berkumpul kembali di sana.
"Semua orang menyerukan gencatan senjata, tetapi orang-orang lupa bahwa setelah gencatan senjata tercapai, 2,2 juta warga Palestina akan terbangun tanpa rumah, anak-anak tanpa sekolah, universitas, rumah sakit, atau jalan," kata Alazzeh. "Semua ini membutuhkan waktu yang lama untuk dibangun kembali, dan bisa jadi mustahil di bawah blokade."
Tanpa perubahan situasi, Gaza bisa dikatakan "habis," ujarnya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.