YERUSALEM, KOMPAS.TV – Pasukan darat Israel menyerbu melintasi perbatasan ke Lebanon Selatan, Selasa (1/10/2024). Serbuan pasukan darat ini menandai eskalasi signifikan dalam serangan terhadap kelompok militan Hizbullah.
Invasi ini terjadi setelah beberapa pekan serangan besar Israel terhadap Hizbullah, termasuk serangan udara yang menewaskan pemimpin lama mereka, Hassan Nasrallah. Israel semakin meningkatkan tekanan pada Hizbullah, yang mulai meluncurkan roket ke Israel utara setelah perang di Gaza dimulai.
Terakhir kali Israel dan Hizbullah terlibat dalam pertempuran darat adalah pada perang selama sebulan di tahun 2006.
Militer Israel dalam pernyataan singkatnya mengeklaim telah memulai "serangan darat terbatas, lokal, dan terarah" terhadap target Hizbullah di Lebanon Selatan.
"Sasaran-sasaran ini berada di desa-desa dekat perbatasan dan menimbulkan ancaman langsung terhadap komunitas Israel di utara," kata pernyataan tersebut.
Tidak ada informasi mengenai berapa lama operasi ini akan berlangsung, tetapi tentara Israel mengatakan bahwa pasukan mereka telah berlatih dan mempersiapkan misi ini selama beberapa bulan. Israel juga menyatakan akan terus menyerang Hizbullah hingga situasi aman bagi warga Israel yang mengungsi dari komunitas perbatasan untuk kembali ke rumah mereka.
Sebelum pengumuman resmi Israel, pejabat Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa Israel telah meluncurkan serangan darat kecil di Lebanon, dan Israel juga menyatakan tiga komunitas perbatasan sebagai "zona militer tertutup", membatasi akses hanya untuk personel militer.
Belum ada laporan tentang bentrokan langsung antara pasukan Israel dan milisi Hizbullah. Namun, sepanjang malam, unit artileri Israel terus menembaki target di Lebanon Selatan, sementara suara serangan udara terdengar di seluruh Beirut.
Asap terlihat membubung dari pinggiran selatan ibu kota, di mana Hizbullah memiliki basis kuat, tak lama setelah Israel memerintahkan evakuasi warga dari tiga gedung.
Baca Juga: Israel Makin Liar, AS Tingkatkan Dukungan Udara dan Siaga Pasukan untuk Cegah Iran Masuk Gelanggang
Israel Memasuki Fase Pertempuran yang Berisiko
Israel tampaknya semakin percaya diri setelah kemenangan-kemenangan di medan tempur melawan Hizbullah, dengan niat untuk memberikan pukulan telak kepada musuh bebuyutannya tersebut. Namun, operasi darat ini juga berisiko tinggi dan dapat menyebabkan kehancuran lebih lanjut di Lebanon, di mana ratusan orang telah tewas akibat serangan Israel, dan ratusan ribu lainnya mengungsi.
Hizbullah adalah milisi yang terlatih dengan baik, diperkirakan memiliki puluhan ribu pejuang serta gudang senjata berisi 150.000 roket dan rudal. Pertempuran terakhir pada tahun 2006 berakhir dengan kebuntuan. Kedua pihak telah menghabiskan dua dekade terakhir untuk mempersiapkan konfrontasi berikutnya.
Sementara Hizbullah terus memperkuat arsenalnya, Israel menginvestasikan sumber daya besar dalam pelatihan dan pengumpulan intelijen. Serangan udara terbaru Israel yang menghancurkan sebagian besar pimpinan Hizbullah, serta meledakkan ratusan pager dan walkie-talkie yang dimiliki oleh kelompok tersebut, menunjukkan bahwa Israel telah menyusup ke dalam tingkat tertinggi organisasi Hizbullah.
Senin lalu, Hizbullah berjanji akan terus bertempur meskipun mengalami kerugian. Pemimpin sementara mereka, Naim Kassem, dalam pernyataan televisi menegaskan bahwa Hizbullah siap untuk menghadapi operasi darat. Ia juga menyatakan komandan yang tewas dalam beberapa pekan terakhir telah digantikan.
Tokoh yang diperkirakan akan mengambil alih posisi tertinggi dari Kassem adalah Hashem Safieddine, sepupu Nasrallah yang memimpin urusan politik Hizbullah.
Baca Juga: Pemimpin Sementara Hizbullah Bersumpah Lanjutkan Perlawanan setelah Kematian Nasrallah
Risiko Perang Regional yang Lebih Luas
Israel memiliki sejarah panjang dan berdarah di Lebanon, termasuk invasi singkat pada tahun 1978 untuk menyerang milisi Palestina dan invasi kedua pada tahun 1982 yang berujung pada pendudukan selama 18 tahun di Lebanon Selatan.
Peningkatan serangan terhadap Hizbullah juga dapat meningkatkan risiko perang regional yang lebih luas, karena Israel menghadapi serangkaian musuh yang didukung oleh Iran. Minggu ini, Israel melakukan serangan udara di Yaman terhadap milisi Houthi sebagai respons terhadap serangan rudal. Netanyahu juga telah memperingatkan Iran bahwa Israel siap untuk menyerang di mana saja di Timur Tengah.
AS dan sekutu-sekutunya menyerukan gencatan senjata, dengan harapan menghindari eskalasi yang dapat melibatkan Iran dan memicu perang yang lebih luas. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tampaknya tidak tertarik, karena Israel terus meraih kemenangan militer melawan musuh lamanya.
Prancis, yang memiliki hubungan dekat dengan Lebanon, turut menyerukan gencatan senjata. Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, yang mengunjungi Beirut hari Senin, mendesak Israel untuk tidak melakukan serangan darat. Ia juga meminta Hizbullah untuk menghentikan serangan terhadap Israel, dengan mengatakan bahwa kelompok tersebut "memikul tanggung jawab besar dalam situasi saat ini, mengingat keputusannya untuk terlibat dalam konflik."
Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, berbicara setelah pertemuannya dengan Barrot, menyatakan negaranya berkomitmen pada gencatan senjata segera, diikuti dengan penempatan pasukan Lebanon di wilayah selatan, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengakhiri perang 2006 namun belum sepenuhnya dilaksanakan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.