KOLOMBO, KOMPAS TV — Anura Kumara Dissanayake, anggota parlemen Marxist, memimpin perolehan suara awal dalam pemilihan presiden Sri Lanka, menurut data resmi yang dirilis Komisi Pemilihan setempat, Minggu (22/9/2024). Namun, ia masih belum mencapai 50% suara yang diperlukan untuk memenangkan pemilihan.
Pemilihan yang berlangsung Sabtu (21/9) kemarin sangat krusial karena negara tersebut sedang berusaha pulih dari krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya serta gejolak politik yang mengikutinya.
Sebanyak 38 kandidat bersaing dalam pemilihan ini, namun pertarungan utama berlangsung antara Dissanayake, Presiden liberal petahana Ranil Wickremesinghe, dan pemimpin oposisi Sajith Premadasa.
Dissanayake saat ini memimpin dengan 47% suara, diikuti oleh Premadasa dengan hampir 28%, dan Wickremesinghe dengan 15%.
Menteri Luar Negeri petahana, Ali Sabry, melalui platform sosial X mengucapkan selamat kepada Dissanayake dan menyampaikan harapannya bahwa Dissanayake akan memimpin dengan komitmen terhadap transparansi, integritas, dan kebaikan jangka panjang bagi negara.
“Saya berharap Tuan Dissanayake dan timnya sukses dalam upaya mereka memimpin Sri Lanka ke depan,” tambah Sabry.
Namun, baik Wickremesinghe maupun Premadasa belum mengakui kekalahan mereka.
Baca Juga: Janjikan Perubahan bagi Sri Lanka, Popularitas Capres Wajah Baru Dissanayake Meroket
Mekanisme Pemilihan Sri Lanka
Jika tidak ada kandidat yang memperoleh setidaknya 50% suara, tidak akan ada putaran kedua terpisah.
Sistem pemilihan Sri Lanka memungkinkan pemilih untuk memilih tiga kandidat dalam urutan preferensi di surat suara mereka.
Jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas, dua kandidat teratas akan dipertahankan, dan suara dari kandidat yang tereliminasi akan dihitung berdasarkan preferensi pemilih terhadap dua kandidat teratas tersebut.
Kandidat dengan jumlah suara terbanyak setelah itu akan dinyatakan sebagai pemenang.
Baca Juga: Sri Lanka Hari Ini Pemilu Presiden di Tengah Harapan untuk Pemulihan Ekonomi Pasca Krisis
Referendum Terselubung pada Kepemimpinan Wickremesinghe
Pemilihan ini dianggap sebagai referendum tidak langsung terhadap kepemimpinan Wickremesinghe, yang memimpin pemulihan ekonomi negara. Di bawah program bailout Dana Moneter Internasional (IMF), Sri Lanka telah melakukan restrukturisasi utang setelah gagal bayar pada 2022.
Saat default, total utang dalam dan luar negeri Sri Lanka mencapai $83 miliar (sekitar Rp1.280 triliun), namun pemerintah mengatakan telah berhasil merestrukturisasi lebih dari $17 miliar (sekitar Rp262 triliun).
Meskipun terdapat perbaikan signifikan pada sejumlah indikator ekonomi, warga Sri Lanka masih menghadapi beban pajak yang tinggi dan biaya hidup yang melonjak.
Premadasa dan Dissanayake sama-sama berjanji untuk menegosiasikan ulang kesepakatan IMF agar langkah-langkah penghematan lebih dapat diterima oleh rakyat.
Sementara itu, Wickremesinghe memperingatkan setiap upaya untuk mengubah kesepakatan dasar dapat menunda pencairan tranche keempat bantuan IMF senilai hampir $3 miliar (sekitar Rp46 triliun) yang sangat penting untuk menjaga stabilitas.
Baca Juga: Sri Lanka Tangkap Puluhan Ribu Orang dalam Razia Narkoba yang Dikritik Badan HAM PBB
Latar Belakang Krisis Ekonomi Sri Lanka
Krisis ekonomi Sri Lanka sebagian besar disebabkan oleh pinjaman berlebihan untuk proyek-proyek yang tidak menghasilkan pendapatan. Dampak pandemi Covid-19 serta keputusan pemerintah untuk mempertahankan nilai mata uang rupee dengan cadangan devisa yang terbatas turut memperparah kondisi ekonomi.
Kehancuran ekonomi ini memicu kelangkaan barang-barang penting seperti obat-obatan, makanan, gas memasak, dan bahan bakar, sehingga rakyat harus mengantre berhari-hari untuk mendapatkannya.
Kondisi ini memicu kerusuhan di mana para pengunjuk rasa merebut gedung-gedung penting, termasuk rumah presiden, kantornya, serta kantor perdana menteri, yang akhirnya memaksa Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negara dan mengundurkan diri.
Wickremesinghe kemudian terpilih melalui pemungutan suara di parlemen pada Juli 2022 untuk melanjutkan sisa masa jabatan lima tahun Rajapaksa. Kini, Wickremesinghe berusaha untuk mendapatkan mandat baru demi memperkuat pencapaian pemulihan ekonomi.
Namun, banyak rakyat yang menuduh Wickremesinghe melindungi anggota keluarga Rajapaksa, yang dianggap bertanggung jawab atas krisis ekonomi tersebut.
Wickremesinghe, yang merupakan satu-satunya anggota partainya di parlemen, terpilih dengan sebagian besar dukungan dari loyalis Rajapaksa. Mereka juga mendukungnya sebagai anggota kabinet dan dalam pemungutan suara atas reformasi yang dia usulkan.
Baca Juga: Ngeri, Dokter di Sri Lanka Keluarkan Hampir 1 Kg Batu Ginjal, Rekor Terbesar dan Terberat di Dunia
Dissanayake dan Janji Perubahan
Anura Kumara Dissanayake, meskipun tidak punya garis keturunan politik seperti beberapa pesaingnya, berhasil memikat rakyat Sri Lanka dengan pidato-pidato yang membakar semangat dan kebijakan-kebijakan sayap kiri yang berpihak pada kaum miskin. Janji-janji Dissanayake untuk memberantas korupsi dan meningkatkan kesejahteraan sosial telah menguatkan posisinya sebagai kandidat terdepan dalam pemilihan ini.
Dissanayake, yang memimpin koalisi kekuatan rakyat National People's Power, menyerukan rakyat Sri Lanka untuk meninggalkan masa-masa sulit yang dipicu oleh krisis ekonomi yang mendalam. Selama kampanyenya, ia berjanji untuk membubarkan parlemen dalam waktu sekitar 45 hari setelah berkuasa dan menggelar pemilu baru guna mendapatkan mandat yang lebih kuat untuk kebijakan-kebijakannya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.