JAKARTA, KOMPAS.TV - Gelombang ledakan alat elektronik termasuk penyeranta atau pager dan walkie-talkie, di Lebanon bisa dikategorikan sebagai terorisme yang disponsori negara atau state-sponsored terrorism.
Hal itu diungkapkan guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana.
Seperti diberitakan, ledakan massal penyeranta di Lebanon terjadi pada Selasa (17/9/2024).
Satu hari kemudian, Rabu (18/9/2024), ledakan alat elektronik kembali terjadi. Dilaporkan sejumlah walkie-talkie, ponsel, laptop hingga sel listrik tenaga surya, meledak di sejumlah titik di Lebanon.
Baca Juga: Kisah Fatima, Gadis Cilik yang Ikut Jadi Korban Ledakan Pager Massal di Lebanon
Partai politik dan paramiliter Lebanon, Hizbullah, menuding Israel berada di balik serangan yang menggunakan pager dan alat elektronik tersebut.
Namun, hingga kini, Israel tidak membantah maupun membenarkan tudingan tersebut.
"Bisa (dikatakan sebagai terorisme yang disponsori negara). Bila bisa dibuktikkan Israel sebagai negara di belakang ini," ungkap Hikmahanto kepada Kompas.tv, Kamis (19/9/2024).
Namun, kata dia, untuk membuktikan keterlibatan pemerintah Israel dalam serangan pager tersebut, tidaklah mudah.
"Pembuktian ini yang tidak mudah. Pasti Israel tidak menggunakan aparatnya. Tapi ada kaki tangan," ungkapnya.
Hikmahanto menilai serangan tersebut dapat menjadi preseden buruk yang bisa membuka pintu bagi serangan-serangan sejenis oleh aktor-aktor lainnya.
Baca Juga: Perusahaan Taiwan dan Hungaria Klaim Tak Produksi Pager yang Meledak Bersamaan di Lebanon
Selain itu, Israel, jika memang benar berada di balik serangan pager di Lebanon, berpotensi lolos dari jeratan hukum.
Hal itu karena Israel bukan anggota Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC).
"Nah ini yang sulit karena forum seperti Mahkamah Kejahatan Internasional sulit. Karena Israel bukan anggota," kata Hikmahanto.
Untuk menjerat individu yang dianggap sebagai pelaku pun akan sulit dilakukan.
"Paling bisa ke suatu pengadilan suatu negara saat yang dianggap sebagai pelaku dari Israel berkunjung ke negara tersebut. Pasti sulit juga."
"Bisa-bisa pelaku terbebas karena tidak ada forum yang mengadili alias impunity (impunitas)."
Baca Juga: Korban Tewas Gelombang Ledakan Alat Komunikasi Hizbullah di Lebanon Capai 20 Orang, Israel Terlibat?
Dilansir Al Jazeera, Kamis (19/9/2024), Menteri Kesehatan Lebanon Firass Abiad mengatakan sedikitnya 32 orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam ledakan terkoordinasi yang terjadi pada Selasa dan Rabu.
Pada Selasa, sekitar 4.000 pager meledak dalam kurun satu jam. Sehari kemudian, ledakan kembali terjadi yang menurut Abiad, melibatkan alat-alat elektronik yang lebih besar.
Abiad mengatakan ledakan-ledakan alat elektronik tersebut mengakibatkan "pendarahan dalam, luka pada abdomen dan bagian-bagian tubuh lainnya, termasuk pendarahan otak."
Pejabat AS: Israel Tanam Bahan Peledak dalam Pager
Beberapa sumber yang dikutip The New York Times mengatakan Israel menanamkan bahan peledak dalam penyeranta atau pager buatan Taiwan yang meledak secara massal di Lebanon pada Selasa (17/9/2024).
Menurut beberapa pejabat Amerika Serikat (AS) dan sumber lain yang mendapat pengarahan mengenai operasi tersebut, pager-pager yang diimpor oleh Lebanon tersebut telah dimodifikasi sebelum tiba di negara tetangga Israel itu.
Baca Juga: Pejabat AS: Israel Tanam Bahan Peledak dalam Pager Buatan Taiwan yang Dijual ke Hizbullah
Menurut beberapa pejabat, penyeranta yang dipesan Hizbullah dari Gold Apollo di Taiwan, telah mengalami perubahan sebelum sampai di Lebanon.
Gold Apollo mengeklaim mereka tidak memproduksi pager yang meledak secara massal tersebut.
Pemimpin Gold Apollo, Hsu Ching-Kuang, menyatakan penyeranta yang meledak diproduksi oleh perusahaan Eropa di Budapest, Hongaria, yang membeli hak untuk menggunakan merek Gold Apollo.
The New York Times melaporkan, bahan peledak seberat 28 gram hingga 56 gram, disembunyikan di samping baterai di setiap pager.
Sebuah sakelar juga dipasang untuk mengaktifkan bahan peledak tersebut dari jarak jauh.
Sumber : Kompas TV, Al Jazeera, The New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.