Analis Barat memperkirakan Korea Utara memiliki sekitar 10.000 sentrifugal yang tersebar di beberapa lokasi.
Dengan kapasitas tersebut, Korea Utara dapat memproduksi bahan bakar yang cukup untuk membuat 12 hingga 18 bom per tahun. Pada 2027, negara tersebut diperkirakan akan memiliki bahan bakar untuk memproduksi sekitar 200 bom.
Baca Juga: Kim Jong-Un Siap Perang Nuklir Lawan AS, Korea Utara Langsung Tembakkan Rudal Balistik Jarak Pendek
Apa yang Terjadi dengan Diplomasi Nuklir?
Pandangan Barat menunjukkan bahwa peluang untuk menghentikan ekspansi program nuklir Korea Utara sempat muncul ketika mantan Presiden AS, Donald Trump, terlibat dalam negosiasi langsung dengan Kim mulai 2018.
Namun, perundingan tersebut gagal tahun 2019, setelah pertemuan kedua mereka tidak menghasilkan kesepakatan.
Amerika Serikat menolak permintaan Korea Utara untuk mencabut sanksi besar-besaran sebagai imbalan pembongkaran fasilitas Yongbyon, yang hanya dianggap sebagai sebagian kecil dari kemampuan nuklir negara tersebut.
Diplomasi nuklir saat ini terhenti, dengan Kim bersumpah untuk melanjutkan ambisinya di tengah konfrontasi yang semakin dalam dengan Washington dibawah Joe Biden.
Para pengamat Barat meyakini tujuan jangka panjang Kim adalah memaksa Amerika Serikat menerima Korea Utara sebagai kekuatan nuklir yang sah, dan bernegosiasi dari posisi yang lebih kuat untuk mendapatkan konsesi ekonomi serta keamanan.
Seperti yang terlihat dalam sejarah, Korea Utara mungkin akan meningkatkan tekanannya selama masa pemilihan di Amerika Serikat dengan demonstrasi rudal jarak jauh atau uji coba nuklir.
Baca Juga: Korea Utara Kecam Revisi Strategi Nuklir AS, Janji Perkuat Kemampuan Nuklir sebagai Langkah Balasan
Kunjungan Kim ke fasilitas nuklir ini mengingatkan publik akan kunjungan mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ke fasilitas pengayaan uranium Natanz setelah Iran pada 2006 menyatakan melanjutkan pengayaan yang sempat dihentikan selama tiga tahun.
Setelah bertahun-tahun negosiasi sulit, Iran dan enam kekuatan dunia yang dipimpin oleh AS mengumumkan perjanjian nuklir komprehensif pada 2015 yang membatasi program nuklir Iran dan mencabut banyak sanksi internasional. Namun, perjanjian tersebut runtuh pada 2018 ketika Trump secara sepihak menarik AS dari kesepakatan tersebut.
Dari perspektif Barat, pengungkapan fasilitas pengayaan uranium ini merupakan langkah signifikan yang memperkuat ketakutan bahwa Korea Utara semakin mendekati kemampuannya untuk memproduksi senjata nuklir dalam jumlah besar.
Langkah-langkah diplomasi sebelumnya gagal meredam ambisi nuklir Kim, dan kini tantangan bagi dunia, terutama Barat, adalah bagaimana menghadapi Korea Utara yang semakin kuat secara nuklir tanpa menciptakan ketegangan yang lebih besar di kawasan Asia.
Sumber : Associated Press / Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.