LONDON, KOMPAS.TV — Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Inggris yang menghentikan sementara sebagian ekspor senjata ke negaranya.
Melalui akun X-nya, Gallant melontarkan respons keras dan kekecewaannya karena Inggris menjatuhkan sanksi embargo tersebut.
“Sangat kecewa mengetahui sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintah Inggris terhadap lisensi ekspor ke lembaga pertahanan Israel," kata Gallant, Selasa (3/9/2024).
Diberitakan sebelumnya, pemerintah Inggris di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Keir Starmer, mengumumkan penghentian sementara ekspor beberapa senjata ke Israel pada Senin (2/9/2024).
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyatakan pemerintah telah meninjau ulang 350 lisensi ekspor yang ada dan memutuskan untuk menangguhkan sekitar 30 di antaranya.
Lisensi yang ditangguhkan ini mencakup komponen untuk pesawat militer, helikopter, dan drone, serta item yang digunakan untuk penargetan darat.
Langkah tersebut diambil karena kekhawatiran senjata tersebut dapat digunakan untuk melanggar hukum internasional dalam serangan Israel ke Gaza yang telah menewaskan 40.000 orang lebih sejak 7 Oktober 2023.
Inggris, sebagai salah satu sekutu terdekat Israel, menghadapi tekanan yang semakin besar dari berbagai pihak untuk menghentikan ekspor senjata terkait serangan brutal Israel di Gaza.
Meski Inggris bukan pemasok utama senjata bagi Israel seperti Amerika Serikat dan Jerman, keputusan ini tetap memiliki dampak simbolis.
Baca Juga: Inggris Setop Ekspor Beberapa Senjata ke Israel, Berisiko Digunakan Melanggar Hukum Internasional
Sejumlah pengamat militer menyebut langkah Inggris ini bisa memicu tindakan serupa dari negara-negara sekutu lainnya.
Pengumuman penghentian ekspor senjata disambut baik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia, meskipun ada yang berpendapat langkah ini seharusnya diambil lebih cepat.
Sam Perlo-Freeman, koordinator riset dari Campaign Against Arms Trade, menyebut keputusan ini sebagai “langkah yang terlambat, tetapi tetap patut diapresiasi.”
Namun, ia mengkritik karena komponen untuk jet tempur F-35 tidak termasuk dalam daftar ekspor yang ditangguhkan.
Keputusan ini muncul setelah dua organisasi, Al-Haq yang berbasis di Palestina dan Global Legal Action Network yang berbasis di Inggris, mengajukan gugatan hukum untuk memaksa Inggris menghentikan pemberian lisensi ekspor senjata ke Israel.
Pemerintahan Starmer menghadapi tekanan internal dari beberapa anggota partainya sendiri agar lebih tegas dalam menekan Israel untuk menghentikan kekerasan.
Pada pemilu Juli lalu, Partai Buruh kehilangan beberapa kursi yang diperkirakan akan dimenanginya, terutama di daerah yang mendukung Palestina, setelah Starmer awalnya menolak menyerukan gencatan senjata pascaserangan Israel pada 7 Oktober.
Dengan mengambil kebijakan yang berbeda dengan pendahulunya, pemerintah Starmer juga memutuskan untuk tidak ikut campur dalam permintaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Selain itu, dana untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang sempat ditangguhkan oleh pemerintah sebelumnya, kini telah dipulihkan.
Adapun Lammy, yang telah dua kali mengunjungi Israel dalam dua bulan terakhir sebagai bagian dari upaya Barat untuk mendorong gencatan senjata, menyatakan meski ia adalah seorang Zionis dan "teman Israel", kekerasan di Gaza sangat mengerikan.
“Tindakan Israel di Gaza terus menyebabkan hilangnya banyak nyawa warga sipil, kerusakan luas pada infrastruktur sipil, dan penderitaan yang luar biasa,” ujarnya.
Baca Juga: Biden Kritik Netanyahu, Nilai PM Israel Tidak Berusaha Capai Gencatan Senjata di Gaza
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.