BAGUIO, KOMPAS.TV – Pasukan Amerika Serikat (AS) menyatakan punya berbagai opsi untuk menghadapi meningkatnya tindakan agresi di Laut China Selatan, jika diminta melakukannya secara bersama-sama dan setelah berkonsultasi dengan sekutu perjanjiannya, Filipina. Hal ini diungkapkan Komandan pasukan AS di Pasifik, Laksamana Samuel Paparo, Kamis (29/8/2024).
Laksamana Samuel Paparo, Panglima Komando Indo-Pasifik AS yang memimpin sejumlah besar pasukan tempur di luar daratan AS, menolak memberikan rincian opsi kontinjensi tersebut.
Komentar Paparo muncul saat ia ditanya dalam konferensi pers tentang apa yang bisa dilakukan sekutu lama tersebut untuk menghadapi taktik gray-zone atau wilayah abu-abu China di perairan yang diperdebatkan.
Taktik gray-zone ini merujuk pada jenis serangan seperti tembakan meriam air dan pemblokiran serta tabrakan kapal pesaing di perairan yang dipertentangkan, yang berada di bawah ambang batas serangan bersenjata nyata dan tidak memungkinkan Filipina untuk memanggil Perjanjian Pertahanan Bersama 1951 dengan AS.
Perjanjian ini mewajibkan salah satu negara untuk membantu negara lainnya jika terjadi serangan eksternal bersenjata.
"Kami tentu telah menyiapkan berbagai opsi dan Komando Pasifik siap, jika diminta, setelah konsultasi sesuai perjanjian untuk melaksanakan opsi tersebut bersama dengan sekutu kami," kata Paparo.
"Rincian opsi militer AS tersebut akan memungkinkan "musuh potensial" untuk "membangun langkah antisipasi terhadapnya," ujarnya.
Baca Juga: Militer AS Ungkap Siap Kawal Kapal Filipina di Laut China Selatan, China Langsung Meradang
Paparo mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers bersama Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Romero Brawner Jr., setelah keduanya memimpin pertemuan tahunan di kota pegunungan Baguio, Filipina utara, untuk membahas tantangan keamanan dan rencana militer.
Pertemuan tersebut termasuk Balikatan latihan tempur terbesar antara sekutu yang pada bulan April melibatkan lebih dari 16.000 pasukan Amerika dan Filipina, sebagian diadakan di Laut Cina Selatan.
Menanggapi pertanyaan, Paparo mengulangi bahwa militer AS terbuka, setelah konsultasi dengan Filipina, untuk mengawal kapal-kapal Filipina di Laut Cina Selatan di tengah meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Manila di perairan yang diperdebatkan. Prospek ini berisiko membuat kapal Angkatan Laut AS terlibat benturan langsung dengan kapal-kapal China.
Washington dan Beijing berseteru mengenai tindakan China yang semakin tegas dalam mempertahankan klaim teritorialnya di Laut Cina Selatan dan tujuan Beijing untuk menganeksasi Taiwan, jika perlu dengan kekerasan.
Brawner mengatakan Filipina masih bisa mempertahankan dirinya di perairan yang diperdebatkan, di mana ketegangan dengan penjaga pantai, angkatan laut, dan kapal milisi yang diduga milik China meningkat drastis sejak tahun lalu.
"Jika semua opsi telah digunakan dan tidak ada yang berhasil, maka saat itulah kami akan meminta bantuan," kata Brawner kepada wartawan.
"Ketika pasukan Filipina di perairan yang diperdebatkan hampir mati, karena pasokan makanan diblokir oleh pasukan China, saat itulah kami akan meminta bantuan AS," tambah Brawner. Namun, ia menegaskan, "Kami masih memiliki banyak opsi."
Selama latihan tempur oleh pasukan AS dan Filipina pada bulan April, militer AS mengangkut sistem rudal jarak menengah ke Filipina utara, yang membuat China marah dan memperingatkan sistem rudal tersebut bisa memicu perlombaan senjata regional dan membahayakan stabilitas kawasan.
Baca Juga: AS, Australia, Kanada, dan Filipina Gelar Latihan Militer di Laut China Selatan yang Disengketakan
Beijing meminta sistem rudal tersebut, yang dapat mengancam daratan China, untuk dikeluarkan dari Filipina.
Paparo dan Brawner menolak untuk mengatakan pada hari Kamis apakah dan kapan sistem misil tersebut akan dipindahkan dari Filipina.
Brawner mengucapkan terima kasih kepada militer AS atas pengiriman senjata canggih tersebut ke negara itu, mengatakan bahwa pasukan Filipina kini dapat mengenal peralatan pertahanan canggih yang direncanakan untuk diakuisisi oleh militer Filipina di masa depan.
"Seperti yang kami lakukan dengan Stingers dan Javelins, kami mulai melatih bahkan jika kami belum memilikinya di inventaris kami," kata Brawner.
China marah pada Filipina dengan terus-menerus mengganggu kapal angkatan laut dan penjaga pantai Filipina dengan meriam air yang kuat, laser militer, pemblokiran pergerakan, dan manuver berbahaya lainnya di laut lepas dekat dua terumbu karang Laut Cina Selatan yang diperdebatkan. Insiden ini menyebabkan benturan kecil yang melukai beberapa personel angkatan laut Filipina dan merusak kapal pasokan.
China menuduh Filipina memicu ketegangan di perairan yang diperdebatkan dengan memasuki wilayah yang menurutnya merupakan teritori lepas pantai mereka, yang ditandai dengan 10 garis putus-putus pada peta. China mengatakan bahwa penjaga pantai dan angkatan lautnya terpaksa mengambil tindakan untuk mengusir kapal-kapal Filipina dari daerah tersebut.
Filipina telah berulang kali merujuk pada putusan arbitrase internasional 2016 berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang membatalkan klaim China atas hampir seluruh Laut Cina Selatan berdasarkan alasan sejarah.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.