SEOUL, KOMPAS.TV - Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol nyatakan perang terhadap pornografi deepfake yang mewabah di Korea Selatan.
Presiden Yoon telah memerintahkan dilakukannya tindakan keras terhadap epidemi kejahatan seks digital yang menargetkan perempuan dan para gadis yang tanpa disadari menjadi korban pornografi deepfake.
Yoon mengkritik penggunaan aplikasi Telegram, untuk membuat dan membagikan gambar serta video palsu seksual secara eksplisit di tengah peringatan semua perempuan berpotensi menjadi korban.
Baca Juga: Media Asing Soroti Anies Tersingkir dari Pilgub Jakarta Usai Batal Diusung PDI-P
Polisi Korea Selatan akan secara keras mengejar orang-orang yang membuat dan menyebarkan materi tersebut pada kampanye tujuh bulan yang dimulai, Rabu (28/8/2024).
Mereka memfokuskan pengejaran pada orang-orang yang mengeksploitasi anak-anak dan remaja dalam pornografi deepfake.
“Video deepfake menargetkan individu yang tak disebutkan namanya telah menyebar dengan cepat lewat media sosial,” kata Yoon pada rapat kabinet dikutip dari The Guardian.
“Banyak korban adalah anak di bawah umur, dan sebagian besar pelaku juga teridentifikasi sebagai remaja,” ujarnya.
Ia menyerukan otoritras untuk menyelidiki ini secara menyeluruh dan memberlakukan ini sebagai kejahatan seks digital untuk memberantasnya.
Menurut kepolisian Korea Selatan, 297 kasus kejahatan deepfake berunsur seksual telah dilaporkan pada tujuh bulan pertama tahun ini.
Jumlah tersebut meningkat dari 180 kasus tahun lalu, dan nyaris dua kali lipat jumlah pada 2021, ketika data untuk pertama kalinya dikumpulkan.
Sebanyak 178 orang telah didakwa, dan 113 di antaranya adalah remaja. Namun, masalahnya dipercaya jauh lebih serius dari jumlah resmi tersebut.
Salah satu ruang obrolan di Telegram telah menarik 220.000 anggota yang menciptakan dan membagikan gambar deepfake, dengan memanipulasi foto perempuan dan gadis.
Media Korea Selatan mengungkapkan para korban termasuk mahasiswi, guru dan personel militer.
“Pelaku menggunakan foto dari prajurit perempuan berseragam untuk memperlakukan mereka sebagai obyek seksual,” bunyi pernyataan Pusatr Hak Asasi Militer Korea.
Pelaku dilaporkan menggunakan media sosial seperti Instagram untuk menyimpan atau mengambil foto korban, yang kemudian mereka gunakan untuk menciptakan materi pornografi deepfake.
Serikat Pekerja Pendidikan dan Guru Korea mengatakan mereka telah mengetahui bahwa pornografi deepfake ini juga melibatkan pelajar sekolah dan telah meminta Kementerian Pendidikan untuk menyelidiki.
Penyelidikan ini diyakini bakal menimbulkan kerusakan lebih lanjut bagi Telegram di Korea Selatan.
Baca Juga: PBB: Israel Tolak Permintaan Suplai Bahan Bakar ke Rumah Sakit di Gaza, Bahkan Sampai 5 Kali
Sebelumnya, aplikasi pesan itu digunakan untuk mengoperasikan jaringan pemerasan seksual online.
Pada 2020, pemimpin kelompok yang membuat pornografi deepfake, Cho Ju-bin telah dijatuhi hukuman 42 tahun penjara.
Hukuman itu diberikan karena memeras setidaknya 74 perempuan, termasuk 16 remaja, agar mengirimkan gambar seksual yang merendahkan dan terkadang mengandung kekerasan seksual.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.