YERUSALEM, KOMPAS.TV — Sebuah laporan terbaru dari surat kabar Haaretz menyoroti bahwa perang yang tengah berlangsung di Gaza telah menjadi salah satu konflik paling mematikan di abad ke-21.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa puluhan ribu warga Palestina telah kehilangan nyawa, termasuk mereka yang berada di zona yang sebelumnya ditetapkan sebagai “aman” oleh militer Israel.
Haaretz mengkritik keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menuduh komunitas internasional bersikap hipokrit dalam menyikapi perang di Gaza.
Sebelumnya, Netanyahu menuding dunia mengabaikan konflik dan bencana kemanusiaan lainnya, seperti yang terjadi di Suriah dan Yaman.
Namun, laporan itu justru menunjukkan kenyataan yang berbeda. Sejak perang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu, lebih dari 40.000 warga Palestina telah tewas, yang berarti sekitar 2 persen dari populasi Gaza yang berjumlah dua juta jiwa.
Yang lebih memprihatinkan, banyak dari mereka yang tewas berada di zona aman yang ditetapkan oleh militer Israel.
“Sebagian besar penduduk Gaza telah mengungsi, namun pelarian mereka ke zona yang disebut aman tidak selalu membawa keselamatan,” tulis Haaretz dikutip dari Anadolu, Kamis (15/8/2024).
Dalam laporan tersebut, Haaretz juga membandingkan konflik Gaza dengan tragedi kemanusiaan lainnya.
Dalam genosida Rohingya di Myanmar, misalnya, sekitar 25.000 orang tewas menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara itu, konflik di bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an menyebabkan sekitar 63.000 kematian dalam kurun waktu empat tahun.
Namun, jika dilihat dari jumlah korban per bulan, konflik Gaza memiliki angka kematian yang jauh lebih tinggi.
Baca Juga: Israel Disebut Telah Bunuh 2.100 Bayi dan Balita Palestina di Gaza, Teranyar Dua Bayi Kembar
Dalam sebulan, rata-rata 4.000 warga Palestina tewas. Jumlah ini jauh melampaui angka kematian di Ukraina yang saat ini juga sedang berkonflik. Selain jumlah korban yang tinggi, kondisi kemanusiaan di Gaza juga kian memburuk.
Haaretz melaporkan bahwa zona “humanitarian” yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi warga sipil, kini justru menjadi zona penuh penderitaan. Overcrowding, penyakit, serta kelangkaan makanan dan obat-obatan semakin memperburuk keadaan.
Data dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa hingga Rabu lalu, hampir 40.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 92.000 lainnya luka-luka. Bahkan, 115 bayi dilaporkan meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi sejak awal perang.
Kondisi di Gaza menarik perhatian dan kecaman internasional. Mahkamah Internasional menuduh Israel melakukan genosida dan memerintahkan penghentian operasi militer, terutama di Kota Rafah, yang menjadi tempat berlindung lebih dari satu juta warga Palestina sebelum invasi terjadi pada 6 Mei lalu.
Namun, hingga kini, Israel masih melanjutkan serangannya, meskipun Dewan Keamanan PBB telah menyerukan gencatan senjata segera.
Setelah lebih dari 10 bulan perang, Gaza kini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Blokade ketat yang diterapkan Israel membuat wilayah ini kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Sementara itu, sebagian besar wilayah Gaza hancur lebur akibat serangan yang terus berlangsung, meninggalkan warga sipil dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastian.
Perang di Gaza telah menciptakan bencana kemanusiaan yang luar biasa, dan menurut pengamatan pakar, konflik ini sudah termasuk dalam daftar lima besar konflik paling mematikan di abad ini, terutama jika dilihat dari persentase jumlah korban dibandingkan dengan total populasi.
Dengan blokade yang masih berlangsung dan eskalasi yang tak kunjung mereda, masa depan Gaza dan warganya tampak semakin suram.
Baca Juga: Hamas Mulai Kehilangan Kepercayaan pada AS sebagai Mediator Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza
Sumber : Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.