Petisi untuk mencopot Srettha diajukan oleh mantan anggota Senat yang ditunjuk oleh militer.
Sebelumnya, mereka juga menolak calon perdana menteri dari Partai Move Forward, partai yang memenangkan pemilu namun gagal membentuk pemerintahan.
Banyak yang melihat langkah ini sebagai upaya untuk mendukung partai politik yang pro-militer dalam koalisi pemerintahan Srettha.
Di Thailand, Pengadilan Konstitusi sering dianggap sebagai lembaga yang melindungi kepentingan kelompok kerajaan.
Baca Juga: Seekor Kerbau Albino Tampan Terjual dengan Rekor Harga Rp7,8 miliar di Pameran Ternak di Thailand
Pengadilan ini dan beberapa lembaga negara lainnya sering kali mengeluarkan keputusan yang melemahkan atau menjatuhkan lawan-lawan politik.
Srettha diangkat menjadi perdana menteri pada Agustus tahun lalu, meskipun partainya, Pheu Thai, hanya menempati posisi kedua dalam pemilu.
Setelah Partai Move Forward gagal membentuk pemerintahan karena ditolak oleh Senat yang masa jabatannya berakhir pada Mei, Pheu Thai, yang sebelumnya bersekutu dengan Move Forward, memutuskan untuk berkoalisi dengan partai-partai pro-militer.
Dengan dukungan tersebut, mereka berhasil mendapatkan cukup suara untuk menyetujui Srettha sebagai perdana menteri.
Minggu lalu, Pengadilan Konstitusi juga memerintahkan pembubaran Partai Move Forward.
Partai ini dibubarkan dengan alasan melanggar konstitusi karena mengusulkan perubahan undang-undang terkait penghinaan terhadap keluarga kerajaan. Kini, partai tersebut telah berganti nama menjadi Partai Rakyat.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.