Kompas TV internasional kompas dunia

Perundingan Gencatan Senjata Gaza Dimulai Lagi, Ini Sebab Sulit Capai Sepakat Menurut Media Barat

Kompas.tv - 14 Agustus 2024, 14:33 WIB
perundingan-gencatan-senjata-gaza-dimulai-lagi-ini-sebab-sulit-capai-sepakat-menurut-media-barat
Yahya Sinwar memimpin pertemuan dengan para pemimpin faksi Palestina di kantornya di Kota Gaza, 13 April 2022. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Iman Firdaus

YERUSALEM, KOMPAS TV - Para mediator internasional sedang berusaha memulai kembali negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas, berharap kali ini bisa mencapai kesepakatan. Namun, harapan untuk terobosan besar masih tipis.

Pembicaraan baru ini dijadwalkan mulai Kamis (15/8/2024), tapi Israel dan Hamas sudah mempertimbangkan sebuah proposal yang didukung dunia internasional selama lebih dari dua bulan. 

Proposal ini bertujuan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 10 bulan dan membebaskan sekitar 110 sandera yang masih ditahan di Gaza.

Namun, selama waktu itu, pembicaraan tidak menunjukkan kemajuan berarti dan sejumlah hambatan masih ada. 

Beberapa syarat baru juga memperumit negosiasi ini. Bahkan, hingga kini, Hamas belum secara tegas menyatakan apakah akan ikut dalam perundingan baru ini.

Sementara itu, pertempuran di Gaza terus berlanjut, para sandera masih menderita, dan ketakutan akan perang besar yang melibatkan Iran dan Hezbollah, sekutu regionalnya, semakin meningkat. 

Pembunuhan pemimpin puncak Hamas di Teheran dalam serangan yang diduga dilakukan oleh Israel, semakin memperkeruh pembicaraan ini.

Berikut gambaran tentang usulan gencatan senjata dan alasan pembicaraan masih terhambat:

Baca Juga: Hamas Belum Putuskan Keikutsertaan dalam Perundingan 14 Agustus

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menghadiri konferensi pers di pangkalan militer Kirya di Tel Aviv, Israel, 28 Oktober 2023. (Sumber: AP Photo)

Apa Isi Proposal Gencatan Senjata Ini?

Pada 31 Mei, Presiden AS Joe Biden menjelaskan apa yang disebutnya sebagai proposal gencatan senjata dari Israel, yang disebutnya sebagai "peta jalan" menuju perdamaian yang langgeng dan pembebasan sandera. Ini menjadi upaya terbesar AS untuk mengakhiri perang yang dipicu serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.

Proposal ini punya tiga tahap. Tahap pertama berlangsung enam minggu dan mencakup "gencatan senjata penuh," penarikan pasukan Israel dari semua wilayah padat penduduk di Gaza, dan pembebasan beberapa sandera, termasuk wanita, orang tua, dan yang terluka, dengan imbalan pembebasan ratusan tahanan Palestina. Warga sipil Palestina bisa kembali ke rumah mereka, dan bantuan kemanusiaan ditingkatkan.

Selama enam minggu itu, kedua pihak akan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan tahap kedua, yang menurut Biden akan mencakup pembebasan semua sandera yang masih hidup, termasuk tentara laki-laki, dan penarikan penuh Israel dari Gaza. Gencatan senjata sementara akan menjadi permanen.

Tahap ketiga akan memulai rekonstruksi besar-besaran Gaza, yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali dari kehancuran akibat perang.

Baca Juga: Eks Pejabat Mossad Sebut Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Kian Kuat Bukan Melemah, Perkiraan Israel Salah

Pengunjuk rasa anti Netanyahu di Israel di Tel Aviv, Sabtu, (20/1/2024). Faksi Palestina, Hamas dan Gerakan Fatah, menandatangani deklarasi di Beijing untuk mengakhiri perselisihan bertahun-tahun, menurut media pemerintah China, Selasa. Secara ideologi, Hamas adalah kelompok Islamis sementara Fatah mengambil garis sekuler, dalam aspek strategi terhadap Israel, Hamas mengambil jalur perlawanan bersenjata sementara Fatah jalur perundingan dan musyawarah. (Sumber: AP PhotoJumlah)

Apa yang Menjadi Hambatan?

Meski Biden mendukung penuh proposal ini, belum ada terobosan besar, dan kedua pihak tampaknya makin menjauh dalam beberapa pekan terakhir.

Israel khawatir dengan syarat bahwa gencatan senjata awal akan diperpanjang selama negosiasi tahap kedua berlangsung. Israel takut Hamas akan memperpanjang negosiasi tanpa hasil yang jelas.

Hamas khawatir Israel akan melanjutkan perang setelah para sandera paling rentan dikembalikan, seperti yang terlihat dari beberapa pernyataan terbaru Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. 

Israel juga bisa menambah tuntutan baru selama negosiasi, yang tidak termasuk dalam kesepakatan awal dan tidak bisa diterima oleh Hamas—lalu melanjutkan perang ketika Hamas menolak tuntutan tersebut.

Israel telah menambahkan beberapa tuntutan baru dalam proposal awal tersebut, menurut dua pejabat Mesir yang mengetahui jalannya pembicaraan. 

Dalam pernyataan pada hari Selasa, kantor Netanyahu membantah hal ini, menyebut syarat tambahan tersebut sebagai "klarifikasi penting." 

Menurut kantor tersebut, Hamas telah menambahkan 29 tuntutan baru, tanpa merinci apa saja tuntutan tersebut.

Pejabat Mesir mengatakan Israel ingin mempertahankan kontrol atas jalur tanah di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir yang dikenal sebagai koridor Philadelphi. 

Israel yakin Hamas menggunakan wilayah tersebut untuk menyelundupkan senjata melalui terowongan bawah tanah, yang dibantah oleh Mesir.

Israel juga ingin mempertahankan pasukan di sepanjang rute timur-barat yang membelah Gaza, untuk mencegah militan melintasi wilayah utara. 

Kantor Netanyahu mengatakan bahwa Israel ingin ada cara untuk memastikan hal ini, tetapi membantah tuduhan bahwa ini adalah syarat tambahan. 

Hamas menolak gagasan ini, dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan ini sebagai alasan untuk mencegah warga Palestina kembali ke rumah mereka.

Pejabat Mesir dan kantor Netanyahu mengatakan Israel juga ingin memiliki hak veto atas tahanan Palestina yang akan dibebaskan. Hamas menolak untuk berkompromi dalam hal ini, kata mereka.

Israel juga ingin mendapatkan daftar sandera yang masih hidup, syarat lain yang ditolak oleh Hamas, menurut para pejabat yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak diizinkan untuk membahas pembicaraan sensitif ini dengan media.

Baca Juga: AS Kembali Jual Senjata Senilai Rp300 Triliun ke Israel, Jet F-15, Rudal dan Amunisi Canggih

Anak-anak Palestina berlari ketakutan dari lokasi yang terkena serangan bom Israel di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Sabtu, 13 Juli 2024. Israel mengklaim menargetkan komandan militer Hamas dalam serangan yang menewaskan sedikitnya 90 orang, namun Hamas membantah Mohammed Deif menjadi sasaran. (Sumber: AP Photo)

Apa Lagi yang Memperumit Proses Ini?

Pembicaraan semakin kacau bulan lalu ketika sebuah ledakan menewaskan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh saat dia berada di Teheran untuk pelantikan presiden Iran. 

Serangan itu secara luas dianggap dilakukan oleh Israel, meskipun Israel belum mengonfirmasi atau menyangkalnya. 

Biden mengatakan pembunuhan tersebut "tidak membantu" upaya gencatan senjata, dan pembicaraan pun terhenti.

Pembunuhan tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah Israel membunuh seorang komandan puncak Hezbollah dalam serangan di Beirut. 

Kedua serangan ini memicu ancaman balasan dari Iran dan Hezbollah, dan ketakutan akan perang besar membuat perhatian internasional beralih dari upaya untuk menghentikan pertempuran di Gaza. 

Pembunuhan ini memicu aktivitas diplomatik yang sibuk dan membuat AS mengarahkan kekuatan militernya ke wilayah tersebut.

Baik Netanyahu maupun pemimpin baru Hamas, Yahya Sinwar, punya alasan untuk melanjutkan perang.

Kritikus Netanyahu mengatakan bahwa dia memperpanjang perang demi kelangsungan politiknya sendiri. 

Mitra koalisi sayap kanannya sudah berjanji akan menjatuhkan pemerintah jika dia menyetujui gencatan senjata, yang bisa memicu pemilihan yang mungkin akan menyingkirkannya dari kekuasaan. 

Netanyahu mengatakan bahwa dia mengutamakan kepentingan negara.

Hamas mendapatkan keuntungan dari kecaman internasional terhadap Israel akibat perang ini. 

Dan secara pribadi, pembunuhan Haniyeh menunjukkan nyawa Sinwar sendiri bisa terancam jika dia muncul begitu perang berakhir.


 




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x