BEIRUT, KOMPAS TV - Hamas mengumumkan Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru mereka, Selasa (6/8/2024). Sinwar adalah tokoh utama Hamas di Gaza yang dianggap sebagai otak di balik serangan 7 Oktober di Israel. Pemilihan ini menunjukkan kekuatan sayap garis keras Hamas setelah pemimpin sebelumnya, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan yang diduga dilakukan oleh Israel di Iran.
Sinwar, yang dikenal dekat dengan Iran dan telah lama membangun kekuatan militer Hamas, dipilih sebagai sinyal bahwa Hamas siap terus berjuang meski Gaza telah hancur akibat serangan Israel selama 10 bulan terakhir. Penunjukan ini kemungkinan besar akan memancing reaksi dari Israel, yang telah menargetkan Sinwar sejak serangan 7 Oktober, di mana 1.200 orang Israel tewas dan sekitar 250 orang disandera.
Pengumuman ini datang di tengah situasi yang sangat tegang. Kekhawatiran akan perang regional yang lebih luas semakin meningkat: Iran bersumpah membalas dendam atas kematian Haniyeh, dan Hizbullah Lebanon mengancam akan membalas serangan Israel yang menewaskan salah satu komandan top mereka di Beirut pekan lalu.
Para mediator dari Amerika Serikat (AS), Mesir, dan Qatar sedang berusaha menyelamatkan negosiasi untuk gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera di Gaza yang terguncang oleh kematian Haniyeh.
Hamas dalam pernyataannya mengatakan bahwa Sinwar ditunjuk sebagai kepala biro politik yang baru menggantikan Haniyeh, yang tewas dalam ledakan yang dituduhkan Iran dan Hamas pada Israel. Israel belum mengonfirmasi atau menyangkal keterlibatannya.
Pekan lalu, Israel juga mengatakan telah mengonfirmasi kematian kepala sayap militer Hamas, Mohammed Deif, dalam serangan udara pada bulan Juli di Gaza. Hamas belum mengonfirmasi kematiannya.
Menanggapi penunjukan ini, juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan kepada televisi Al-Arabiya yang berbasis di Saudi, "Hanya ada satu tempat untuk Yahya Sinwar, yaitu di samping Mohammed Deif dan teroris 7 Oktober lainnya. Itulah satu-satunya tempat yang kami persiapkan untuknya."
Baca Juga: Hamas Mulai Pilih Pemimpin Baru Pengganti Haniyeh
Kematian Haniyeh dan Deif meninggalkan Sinwar sebagai tokoh paling menonjol di Hamas. Pemilihannya menunjukkan bahwa kepemimpinan di lapangan di Gaza, terutama sayap bersenjata yang dikenal sebagai Brigade Qassam, telah mengambil alih dari kepemimpinan di pengasingan yang biasanya menjaga hubungan diplomatik dengan sekutu asing.
Haniyeh, yang tinggal di pengasingan di Qatar sejak 2019, memainkan peran langsung dalam negosiasi gencatan senjata di Gaza melalui mediator AS, Qatar, dan Mesir, meskipun dia dan pejabat Hamas lainnya selalu berkonsultasi dengan Sinwar.
Berbicara kepada televisi Al-Jazeera setelah pengumuman, juru bicara Hamas Osama Hamdan mengatakan Sinwar akan melanjutkan negosiasi gencatan senjata.
“Masalah dalam negosiasi bukan karena perubahan di Hamas,” katanya, menyalahkan Israel dan sekutunya Amerika Serikat atas kegagalan mencapai kesepakatan.
Namun dia mengatakan pemilihan Sinwar adalah tanda bahwa semangat kelompok itu belum patah. Hamas "tetap teguh di medan perang dan di politik," katanya. "Orang yang memimpin hari ini adalah yang telah memimpin pertempuran selama lebih dari 305 hari dan masih tetap teguh di lapangan."
Para mediator berjuang untuk mendorong rencana yang didukung AS untuk kesepakatan. Namun, pembicaraan mengalami hambatan, terutama terkait persyaratan utama — pembebasan semua sandera Hamas sebagai imbalan penghentian perang dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Hamas meminta jaminan dari mediator bahwa gencatan senjata awal akan berlanjut sampai syarat-syarat pertukaran itu dirundingkan. Para pemimpin Israel mengancam akan melanjutkan perang untuk menghilangkan Hamas setelah pembebasan sandera sebagian.
Baca Juga: Kata Terakhir Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh ke Ayatollah Ali Khameini, Kutip Ayat Al-Quran
Berbicara pada Senin, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, "Eskalasi bukan kepentingan siapa pun, itu hanya akan memicu lebih banyak konflik, kekerasan, dan ketidakamanan. Sangat penting kita menghentikan siklus ini dengan mencapai gencatan senjata di Gaza. Itu akan membuka kemungkinan untuk ketenangan yang lebih tahan lama, tidak hanya di Gaza tapi juga di wilayah lain yang bisa terkena dampak konflik."
Sebagai pemimpin Hamas di Gaza sejak 2017, Sinwar jarang muncul di depan umum tetapi memegang kendali ketat atas pemerintahan Hamas di wilayah tersebut. Dekat dengan Deif dan Brigade Qassam, ia bekerja keras membangun kemampuan militer kelompok itu.
Dalam salah satu penampilannya yang jarang, Sinwar mengakhiri pidato publik di Gaza dengan mengundang Israel untuk membunuhnya. Ia menyatakan, "Saya akan berjalan pulang setelah pertemuan ini." Dia kemudian melakukannya, berjabat tangan dan berswafoto dengan orang-orang di jalan.
Ia bersembunyi sejak serangan 7 Oktober, yang memicu kampanye pengeboman dan serangan Israel untuk menghancurkan Hamas. Jumlah korban tewas di pihak Palestina mendekati 40.000 orang, sebagian besar dari populasi 2,3 juta telah kehilangan tempat tinggal, dan sebagian besar kota dan desa di Gaza telah hancur.
Pada bulan Mei, jaksa di Pengadilan Kriminal Internasional mencari surat perintah penangkapan terhadap Sinwar atas tuduhan kejahatan perang terkait serangan 7 Oktober, serta terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel atas kejahatan perang.
Hugh Lovatt, seorang ahli konflik Israel-Palestina di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, mengatakan pembunuhan beberapa tokoh senior Hamas oleh Israel dalam beberapa bulan terakhir membuka jalan bagi Sinwar. “Dua minggu lalu, tidak banyak yang memperkirakan Sinwar akan menjadi pemimpin berikutnya meski pengaruhnya kuat di Gaza,” katanya.
Pembunuhan Haniyeh, yang relatif moderat, “tidak hanya membuka jalan bagi Sinwar untuk mengeklaim kendali penuh atas Hamas tetapi juga tampaknya telah mengarahkan kelompok tersebut ke arah yang lebih keras,” katanya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.