WASHINGTON, KOMPAS TV – Pada awal Juli 2024, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin menerima panggilan telepon tak terduga dari rekannya, menteri pertahanan Rusia, yang mengagetkan seluruh pejabat Pentagon.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, Austin hanya lima kali berbicara melalui telepon dengan Menteri Pertahanan Rusia, hampir selalu atas inisiatif Pentagon dan sering kali untuk menghindari kesalahan yang bisa memperburuk konflik.
"Faktanya, Austin baru saja menghubungi Menteri Pertahanan Rusia yang baru, Andrei Belousov, pada 25 Juni untuk menjaga jalur komunikasi tetap terbuka," kata Pentagon.
Itu adalah panggilan pertama antara kedua pria tersebut sejak Belousov, seorang ekonom, menggantikan Sergei Shoigu, Menteri Pertahanan Rusia yang lama, dalam perombakan Kremlin pada Mei lalu.
Namun pada 12 Juli lalu, Belousov menelepon untuk menyampaikan peringatan, menurut dua pejabat AS dan pejabat lain yang diberi informasi tentang panggilan itu: Rusia mendeteksi operasi rahasia Ukraina yang mereka yakini didukung oleh Amerika. Apakah Pentagon mengetahui plot ini, tanya Belousov kepada Austin, dan apakah sadar dengan potensi ketegangan yang bakal muncul antara Moskow dan Washington?
"Pejabat Pentagon terkejut bukan kepalang dengan tuduhan tersebut dan tidak mengetahui adanya plot semacam itu," kata dua pejabat AS yang berbicara tanpa menyebut nama untuk membahas panggilan telepon rahasia itu.
Namun, apa pun yang diungkapkan Belousov, semua pejabat mengatakan plot itu cukup serius sehingga Amerika Serikat menghubungi Ukraina dan mengatakan, pada dasarnya, "jika kalian berpikir untuk melakukan hal seperti ini, jangan lakukan".
Meskipun Ukraina sangat bergantung pada AS untuk dukungan militer, intelijen, dan diplomatik, pejabat Ukraina tidak selalu transparan dengan AS tentang operasi militer mereka, terutama yang menargetkan Rusia di belakang garis musuh.
Baca Juga: Penasihat Presiden Ukraina: Kesepakatan dengan Rusia Sama Saja Perjanjian dengan Setan
Operasi-operasi ini membuat frustrasi pejabat AS, yang percaya mereka tidak secara signifikan meningkatkan posisi Ukraina di medan perang, tetapi justru berisiko mengasingkan sekutu Eropa dan memperluas perang.
Selama dua tahun terakhir, operasi yang membuat AS cemas termasuk serangan ke sebuah pangkalan udara Rusia di pesisir barat Crimea, bom mobil yang menghancurkan sebagian Jembatan Kerch, yang menghubungkan Rusia dengan Crimea, dan serangan drone jauh di dalam wilayah Rusia.
Presiden Vladimir Putin sering menyebut serangan-serangan ini sebagai "serangan teroris", dan Kremlin menggunakannya sebagai bukti untuk mendukung klaim palsu bahwa invasi Rusia ke Ukraina sebenarnya adalah perang defensif.
Meskipun AS membantahnya, pejabat Rusia bersikeras di depan umum bahwa serangan semacam itu tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan dan dukungan AS.
Sumber : New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.