WASHINGTON, KOMPAS.TV - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris berpeluang menjadi penerus Joe Biden usai mengamankan dukungan untuk menjadi capres Partai Demokrat. Harris pun mesti bekerja keras meyakinkan kalangan pemilih yang sebelumnya meragukan Joe Biden untuk memilihnya.
Salah satu tantangan Harris adalah meyakinkan kalangan pemilih Demokrat yang kecewa atas kebijakan Biden yang mendukung penuh Israel. Dukungan Biden untuk operasi militer Israel yang telah membunuh lebih dari 40.000 jiwa membuatnya menuai julukan "Genocide Joe" dari pengkritik.
Harris sendiri belum berbicara mengenai isu Israel-Paestina sejak mundurnya Joe Biden dari pencapresan. Sebagai wakil Joe Biden, akankah sikap Kamala Harris soal isu Israel-Palestina berbeda dari seniornya tersebut?
Di bawah Biden, AS terus mengirim bantuan militer senilai miliaran dolar untuk Israel sejak Oktober 2023. Biden sendiri berulang kali mengaku sebagai "Zionis" dan menegaskan "hak pertahanan diri" Israel.
Masyarakat Palestina menilai kepemimpinan Biden "lemah" terhadap Israel. Sehingga, citra AS memburuk karena mendukung negara yang tengah terjerat perkara genosida di Mahkamah Internasional.
Baca Juga: Biden Disanjung Demokrat sebagai Negarawan, Aktivis Palestina: Dia Akan Diingat sebagai Genocide Joe
"Biden membawa mesin-mesin Amerika untuk melindungi pendudukan Israel dan mengunakan veto Amerika (di Dewan Keamanan PBB) untuk melindungi kebijakan genosidal Israel," kata kepala jurusan ilmu politik di Universitas An-Najah, Tepi Barat, Raed Debiy dikutip Al Jazeera, Selasa (23/7/2024).
"Sejak serangan (Hamas) pada Oktober, Amerika mengurus Israel seakan-akan itu adalah (negara bagian) ke-51 mereka."
Di lain sisi, Kamala Harris dinilai lebih bersedia mendengarkan protes mengenai pembunuhan Israel di Gaza. Harris juga tercatat sebagai pejabat tinggi Gedung Putih pertama yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza.
Sebelum menjadi capres, Harris mengkritik pemerintahan Benjamin Netanyahu yang dinilai tidak berbuat cukup mencegah "malapetaka kemanusiaan" di Gaza. Harris juga dinilai menjaga jarak dari Netanyahu saat Joe Biden menyebutnya sebagai sahabat.
Meskipun demikian, pemerintahan Kamala Harris diperkirakan tidak akan membuat perbedaan signifikan mengenai sikap AS terhadap isu Israel-Palestina. Pakar Timur Tengah di Carnegie Endowment for International Peace, H.A. Hellyer menyebut Partai Demokrat memiliki sikap pro-Israel yang teguh, kemungkinan tidak akan berubah jika Harris menjadi presiden.
Kamala Harris juga diketahui berhubungan baik dengan AIPAC, organisasi lobi pro-Israel yang mengampanyekan dukungan tanpa syarat AS untuk Israel.
"Terdapat konsensus mapan yang kuat di kalangan Demokrat tentang Israel-Palestina, dan saya kira Harris tidak akan keluar dari situ ke arah yang lebih progresif di internal partai," kata Hellyer dikutip Politico.
Peneliti kebijakan AS di organisasi Al-Shabaka, Tariq Kenney-Shawa juga menilai Harris tidak akan membawa perubahan besar. Namun, perempuan berusia 59 tahun itu dinilai akan lebih terbuka terhadap perubahan.
"Dia mungkin bisa melihat bagaimana (dukungan AS) ini merugikan kepentingan Israel dan dia mungkin akan lebih menentang Netanyahu dan mencoba memisahkan diri darinya serta ekstrem kanan (Israel) terkait dukungannya untuk Israel," kata Kenney-Shawa.
Bagi masyarakat Palestina, keriuhan politik AS usai mundurnya Joe Biden tidak berdampak bagi kehidupan mereka yang sehari-hari dibom Israel. Masyarakat Palestina sebatas menginginkan pemimpin AS yang bersedia menghentikan Israel, alih-alih menegaskan "hak pertahanan diri."
"Dengan dukungan Amerika, Israel adalah pembunuh orang Arab yang paling kuat," kata Salah Abu Maghseeb, warga Deir Al-Balah, Gaza.
Di lain sisi, berbagai pihak sepakat bahwa kondisi Palestina akan semakin buruk jika Donald Trump menang bersama gerbong Republikan. Trump dinilai akan semakin mendorong kebijakan pro-Israel dan mengabaikan hak-hak masyarakat Palestina.
Belakangan ini, Donald Trump pun menilai kebijakan Demokrat terlalu menghambat Israel. Menurutnya, Israel harus didukung untuk segera menyelesaikan operasi militer di Jalur Gaza.
"Di negara ini, banyak orang Yahudi yang tidak menyukai Israel, tetapi mereka tidak pernah bisa menjelaskannya kepada saya. Setiap Yahudi atau siapa pun yang percaya Israel dan mencintai Israel tidak akan terpikir untuk memilih Demokrat," kata Trump kepada Newsmax via Times of Israel.
Baca Juga: Difasilitasi China, Kesepakatan Rekonsiliasi Hamas dan Fatah Serukan Persatuan Palestina
Sumber : Kompas TV/Politico
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.