JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah artikel yang diterbitkan majalah online Israel, +972 Magazine, mengungkap perilaku pasukan Israel di Gaza yang hampir tanpa batas. Mereka diperbolehkan melepaskan tembakan bahkan ke arah warga sipil.
+972 Magazine bersama media Israel lainnya, Local Call, mewawancarai enam tentara Israel yang telah selesai menjalani tugas di Gaza dalam beberapa bulan terakhir.
Testimoni mereka memperkuat kesaksian warga Palestina dan dokter-dokter di Gaza yang mengatakan tentara-tentara Israel menembak siapa saja termasuk warga sipil.
Keenam sumber +972 Magazine mengatakan mereka secara rutin mengeksekusi warga sipil Palestina hanya karena masuk dalam area yang ditetapkan militer Israel sebagai “zona yang tidak boleh dimasuki.”
Beberapa sumber mengatakan ketiadaan batasan untuk menembak membuat para tentara Israel menjadikannya sebagai cara untuk melepas penat.
Baca Juga: Israel Sudah 64 Hari Hentikan Arus Bantuan Masuk ke Gaza, Risiko Kematian akibat Kelaparan Meningkat
“Saya sendiri menembakkan beberapa peluru tanpa alasan, ke arah laut atau trotoar atau bangunan yang ditinggalkan. Mereka melaporkannya sebagai ‘tembakan normal,’ yang merupakan kode untuk ‘Saya bosan, jadi saya menembak,” tutur S, seorang tentara cadangan yang sempat bertugas di Gaza bagian utara.
+972 Magazine menulis, sejak tahun 1980-an, militer Israel menolak untuk mempublikasikan regulasi pelepasan tembakan.
Menurut pakar sosiologi politik, Yagil Levy, sejak Intifada kedua, “angkatan darat (Israel) tidak memberikan para prajuritnya aturan tertulis,” sehingga semua tergantung interpretasi tentara di lapangan dan komandan mereka.
“Ada kebebasan sepenuhnya dalam bertindak,” ungkap B, tentara yang bertugas sebagai pasukan reguler di Gaza selama berbulan-bulan, termasuk di pusat komando batalionnya.
“(Bahkan) jika ada perasaan ancaman, tidak perlu menjelaskan – Anda tinggal menembak.”
B mengatakan jika tentara melihat seseorang mendekat, “diperbolehkan untuk menembak di pusat massa (tubuh mereka), bukan ke udara.”
“Diperbolehkan untuk menembak siapa saja, bocah perempuan, perempuan tua,” katanya.
Baca Juga: Israel Kembali Mengebom Sekolah PBB di Gaza, Keluarga Palestina Dipaksa Mengungsi
Ia menuturkan sebuah insiden pada November tahun lalu saat tentara Israel membunuh belasan warga sipil selama proses evakuasi di sebuah sekolah di dekat kawasan Zeitoun di Kota Gaza yang menjadi tempat mengungsi warga Palestina.
Tentara Israel memerintahkan warga Palestina belok ke kiri menuju pantai, bukan ke kanan di mana militer Israel berada.
B mengatakan saat terjadi baku tembak di dalam sekolah, warga yang berlari tidak sesuai arah yang diminta, langsung ditembak.
"Beberapa berlari ke kiri menuju pantai, (tetapi) beberapa lari ke kanan, termasuk anak-anak. Semua yang belok ke kanan dibunuh – 15 sampai 20 orang. Ada tumpukan jenazah," tuturnya.
A, tentara yang bertugas di Direktorat Operasional Angkatan Darat Israel mengungkapkan, menembak “rumah sakit, klinik, sekolah, institusi keagamaan, (dan) bangunan-bangunan organisasi internasional” membutuhkan persetujuan dari atasan. Tapi praktiknya, kata dia, sering tidak demikian.
Baca Juga: Israel Menyerbu Kota Gaza, Hamas Peringatkan Negosiasi Gencatan Senjata Bisa Batal
“Saya bisa menghitung dengan (jari-jari) satu tangan kasus-kasus di mana kami dilarang untuk menembak. Bahkan dalam kasus seperti sekolah, (persetujuan untuk menembak) rasanya seperti formalitas saja,” kata A.
Para tentara Israel juga disebut melepaskan tembakan besar-besaran di wilayah-wilayah Gaza yang sudah kosong untuk “menunjukkan kehadiran.”
S mengatakan rekan-rekannya “banyak menembak, bahkan tanpa alasan – siapa pun yang mau menembak, apa pun alasannya, akan menembak.”
Dalam beberapa kasus, kata dia, itu dimaksudkan untuk “mengusir orang-orang (dari persembunyian mereka) atau untuk menunjukkan kehadiran.”
Baca Juga: Houthi Yaman Serang Kapal Kontainer Berbendera AS dan Israel
Sementara M, tentara cadangan yang sempat bertugas di Jalur Gaza, mengatakan perintah untuk melakukan itu datang dari komandan kompi atau batalion di lapangan.
“Saat tidak ada pasukan IDF (pasukan militer Israel lainnya di area itu)... tembakan-tembakannya sangat tidak dibatasi, seperti gila. Dan tidak hanya dengan senjata kecil: senapan mesin, tank, dan mortir,” papar M.
Bahkan, kata M, itu bisa dilakukan tanpa perintah dari atasan.
“Tentara reguler, opsir junior, komandan batalion – prajurit junior yang ingin menembak, mereka dapat izin.”
Baca Juga: Internal Israel Tuduh Netanyahu Sabotase Perundingan Gencatan Senjata demi Tetap Berkuasa
Dari enam tentara yang diwawancarai +972 Magazine, hanya satu yang bersedia namanya diungkapkan, Yuval Green. Green bertugas di Brigade Penerjun Payung ke-55 pada November dan Desember 2023.
“Tidak ada batasan amunisi,” katanya.
“Orang-orang menembak hanya untuk menghilangkan kebosanan.”
C, tentara Israel yang juga sempat ditempatkan di Gaza, mengatakan ketiadaan batasan dalam menembak juga menyebabkan tingginya risiko terjadinya 'friendly fire' atau menembak teman sendiri.
“Dalam banyak kesempatan, pasukan IDF menembak ke arah kami. Kami tidak membalas, kami mengecek lewat radio, dan tidak ada yang terluka,” kata C.
Menurut +972 Magazine, sedikitnya 324 tentara Israel tewas di Gaza sejak serangan darat dimulai. Sedikitnya 28 orang dari mereka tewas karena ditembak teman sendiri.
Sumber : +972 Magazine
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.