MOSKOW, KOMPAS.TV - Di musim panas ini, perlahan namun pasti, pasukan Rusia terus melancarkan serangan yang tidak kenal lelah ke pertahanan Ukraina yang kekurangan senjata dan pasukan. Hal ini memaksa negara-negara Barat untuk menyediakan senjata baru dan strategi baru untuk memperkuat Kiev.
Langkah-langkah Barat ini, pada gilirannya, memicu ancaman baru dari Presiden Vladimir Putin untuk membalas, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Langkah Barat untuk menghalangi serangan ini dan potensi respons dari Kremlin bisa menyebabkan eskalasi berbahaya seiring perang yang memasuki tahun ketiga. Hal ini semakin meningkatkan risiko konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO, seperti laporan Associated Press, Sabtu (29/6/2024).
Rusia memanfaatkan keunggulan kekuatan senjata untuk meningkatkan serangan di beberapa wilayah sepanjang garis depan sepanjang 1.000 kilometer. Unit-unit kecil Rusia menguji pertahanan Ukraina untuk menemukan titik lemah, yang berpotensi menjadi langkah awal untuk serangan yang lebih ambisius.
Serangan Rusia di dekat kota terbesar kedua Ukraina, Kharkiv, yang dimulai pada bulan Mei dan membuat khawatir sekutu Barat Kiev, tampaknya telah kehilangan momentum setelah tentara Ukraina memperkuat pasukannya di daerah tersebut dengan merelokasi pasukan dari sektor lain.
Sementara itu, Rusia membuat kemajuan secara bertahap namun stabil di wilayah Donetsk, termasuk di sekitar kota strategis Chasiv Yar, yang merupakan pintu gerbang menuju wilayah Donetsk yang masih berada di bawah kendali Ukraina. Para analis mengatakan, jatuhnya Chasiv Yar akan mengancam pusat-pusat militer penting di Sloviansk dan Kramatorsk.
Putin menyatakan Moskow tidak mencari keuntungan cepat dan akan tetap berpegang pada strategi saat ini untuk maju perlahan.
Moskow juga meningkatkan serangan udara terhadap fasilitas energi dan infrastruktur vital lainnya di Ukraina dengan gelombang rudal dan drone. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan negara tersebut telah kehilangan sekitar 80% pembangkit listrik termal dan sepertiga pembangkit listrik tenaga airnya dalam serangan tersebut.
Baca Juga: Rudal AS Digunakan Ukraina Serang Krimea dan Tewaskan 4 Orang, Rusia Ancam Pembalasan
Putin memperingatkan ini akan menjadi eskalasi besar, dan dia mengancam akan membalas dengan memberikan senjata kepada musuh-musuh Barat di tempat lain di dunia.
Dia memperkuat argumen tersebut dengan menandatangani pakta pertahanan bersama dengan Korea Utara pada bulan Juni dan membuka pintu untuk memasok senjata ke Pyongyang.
Putin mengancam Moskow bisa menyediakan senjata ke Korea Utara. Pun, "memasok sesuatu (senjata) kepada seseorang tetapi tidak memiliki kendali atas apa yang terjadi setelahnya", mengisyaratkan peran Pyongyang sebagai pedagang senjata.
Ini kata Putin, sama seperti Barat menyebut Ukraina bisa memutuskan bagaimana menggunakan senjata dari Barat.
Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, mencatat Moskow bisa mempersenjatai siapa pun yang menganggap Amerika Serikat (AS) dan sekutunya sebagai musuh mereka, “terlepas dari keyakinan politik dan pengakuan internasional mereka.”
Ancaman eskalasi lainnya muncul setelah serangan Ukraina dengan rudal ATACMS buatan AS yang menewaskan empat orang dan melukai lebih dari 150 orang di Sevastopol di Semenanjung Krimea, yang dianeksasi Rusia secara ilegal pada tahun 2014. Kementerian Pertahanan Rusia memperingatkan bahwa pihaknya bisa mengambil langkah-langkah yang tidak disebutkan terhadap drone AS di atas Laut Hitam yang menyediakan intelijen untuk Ukraina.
Putin mengatakan salah bagi NATO bila menganggap Rusia tidak akan menggunakan persenjataan nuklirnya. Putin menegaskan kembali, pihaknya akan menggunakan “segala cara” jika kedaulatan dan integritas teritorialnya terancam.
Dia juga memperingatkan Moskow sedang mempertimbangkan kemungkinan perubahan pada doktrinnya yang menentukan kapan pihaknya akan menggunakan senjata nuklir.
Menegaskan hal itu, Rusia mengadakan latihan militer dengan senjata nuklir taktis yang melibatkan Belarus. Tahun lalu, Moskow mengerahkan beberapa senjata tersebut ke Belarus untuk mencoba mencegah dukungan militer Barat untuk Ukraina.
Baca Juga: Kerja Sama Pertahanan Putin dan Kim Jong-Un Buat Korsel Tegang, Seoul Siap Kirim Senjata ke Ukraina
Kekalahan militer di Ukraina, kata Putin, akan menjadi pukulan mematikan bagi negara Rusia, dan dia berjanji untuk mengejar tujuannya “hingga akhir”.
Dia menyatakan agar Rusia menghentikan pertempuran: Ukraina harus menarik pasukannya dari empat wilayah yang dianeksasi Moskow pada tahun 2022, sebuah gagasan yang ditolak Kiev dan sekutunya. Dia juga mengatakan bahwa Ukraina harus meninggalkan upayanya untuk bergabung dengan NATO.
Komentator Rusia yang bersikap keras, mengkritik Putin karena gagal merespons secara tegas terhadap NATO yang meningkatkan dukungannya untuk Kiev dan membiarkan Barat terus-menerus mendorong kembali garis merah Rusia. Beberapa berpendapat bahwa jika kerusakan dari serangan Ukraina di dalam wilayah Rusia dengan rudal Barat jarak jauh semakin besar, Moskow harus menghantam aset NATO.
Vasily Kashin, seorang analis pertahanan yang berbasis di Moskow, mencatat meskipun Ukraina sudah menggunakan senjata Barat untuk menyebabkan kerusakan terbatas, Putin akan “harus melakukan sesuatu jika ada serangan rudal jelajah di dalam wilayah Rusia yang menyebabkan korban yang signifikan.”
Rusia bisa merespons dengan menargetkan drone Barat atau satelit mata-mata AS, atau juga menyerang beberapa aset negara NATO di wilayah luar negeri untuk meminimalkan pemicu konflik langsung dengan aliansi tersebut, kata Kashin.
Namun, komentator Rusia lainnya berpendapat bahwa tindakan seperti itu yang penuh risiko memicu konflik langsung dengan NATO tidaklah menguntungkan Moskow.
Analis keamanan yang berbasis di Moskow, Sergei Poletaev, mengatakan Kremlin bertujuan untuk menguras sumber daya Ukraina secara bertahap untuk memaksa Kiev menerima kesepakatan damai dengan syarat Rusia.
Sementara tidak ada yang spektakuler terjadi di garis depan, katanya, "tetesan air yang terus-menerus bisa mengikis batu.”
Keunggulan militer Moskow memungkinkannya untuk “mempertahankan tekanan di sepanjang garis depan dan membuat kemajuan baru sambil menunggu Ukraina untuk hancur,” katanya dalam sebuah komentar.
Tidak memiliki sumber daya untuk melakukan serangan besar-besaran, Kremlin memilih untuk maju secara perlahan. Tujuannya, “mempertahankan tekanan pada Ukraina sambil mencegah Barat terlibat langsung dalam pertempuran,” kata Poletaev.
“Kita harus berjalan di atas tepi pisau antara kemenangan kita dan perang nuklir,” katanya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.