TAIPEI, KOMPAS.TV - Taiwan membalas ancaman China yang menyatakan akan menjatuhkan hukuman mati kepada para pendukung kemerdekaan Taiwan.
Presiden Taiwan William Lai, Senin (24/6/2024), menegaskan bahwa "kediktatoran" yang merupakan kejahatan, bukan demokrasi.
Baca Juga: Serangan di Dagestan Tewaskan Lebih dari 15 Orang, Diduga Sel Tidur Teroris dan Adanya Bantuan Asing
Lai mengatakan "kediktatoran" yang pantas dihukum.
“Saya ingin menegaskan bahwa demokrasi bukan kejahatan, dan kediktatoranlah (kejahatan),” ujarnya, dikutip dari media Taiwan, Focus Taiwan.
Lai menegaskan China tak memiliki yurisdiksi untuk menghukum rakyat Taiwan karena mengungkapkan opini dan pendirian mereka.
“Menurut logika China, tak mendukung unifikasi sama dengan mendukung kemerdekaan China,” katanya.
“Jadi apakah Anda mendukung Taiwan, Republik China, atau Republik China, Taiwan, di mata mereka berarti Anda semua mendukung kemerdekaan Taiwan,” tambahnya.
Baca Juga: China Disebut Mampu Rebut Taiwan Tanpa Harus Berperang, Ternyata Ini Caranya
Ia mangatakan berdasarkan logika China, hanya ada satu partai di Taiwan yang tak mendukung kemerdekaan Taiwan.
Partai yang dimaksud menurutnya, adalah Partai Promosi Unifikasi China.
Lai menambahkan bahwa itu sebabnya partai penguasa dan oposisi seharunya bekerja sama dan menunjukkan solidaritas.
Ia pun mengatakan China harus bisa menerima eksistensi Taiwan. Serta berurusan dengan pemerintah sah Taiwan yang dipilih secara demokratis oleh rakyat Taiwan.
“Hanya ini satu-satunya cara melindungi kesejahteraan mereka yang berada di kedua sisi Selat Taiwan,” tuturnya.
Baca Juga: Netanyahu Sebut Serbuan Intens Israel ke Rafah Segera Usai, Perang di Gaza Bakal Selesai?
“Cara lainnya berarti memburuknya hubungan antara Taiwan dan China,” tambahnya.
Dilansir Xinhua, pada Jumat (21/6/2024) lalu, pemerintah China mengeluarkan pedoman soal hukuman bagi pendukung kemerdekaan Taiwan termasuk hukuman mati dan sidang in absentia pada kasus-kasus terkait.
Pedoman itu didasari oleh Undang-Undang Anti-Pemisahan Diri, Undang-Undang Pidana, dan Undang-Undang Prosedur Pidana.
Menurut Pasal 6 dalam dokumen itu, mereka yang melakukan perbuatan memecah belah negara dapat dijatuhi hukuman mati jika perbuatannya menyebabkan kerugian besar bagi negara dan rakyat atau jika kondisinya serius.
China selalu menganggap Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya. Presiden China Xi Jinping terus menyerukan reunifikasi, dan bahkan menegaskan jika perlu melalui cara yang keras untuk melakukannya.
Sumber : Focus Taiwan, Xinhua
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.