KUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Pemerintah negara bagian Sabah hari Jumat (7/6/2024) membela langkah pengusiran dan pembongkaran pemukiman suku Bajau Laut di kawasan Taman Laut Nasional Sabah. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan keamanan di Taman Nasional.
Sebelumnya, aktivis hak asasi manusia mengecam pengusiran ratusan suku nomaden laut setelah rumah panggung mereka di taman laut Malaysia di Pulau Borneo dihancurkan.
Menteri Pariwisata, Kebudayaan, dan Lingkungan Sabah Christina Liew hari Jumat mengatakan operasi tersebut dilakukan sesuai dengan hukum. Dia mengatakan pemberitahuan evakuasi telah dikirim sebulan lalu ke 273 "pemukiman tidak sah" di pulau-pulau di Taman Laut Tun Sakaran, yang terkenal dengan air jernih dan tempat menyelamnya.
Pejabat Malaysia mengatakan kegiatan memancing, mendirikan bangunan tanpa izin, dan bertani di area taman laut nasional yang dilindungi melanggar undang-undang negara bagian dan memberi wewenang kepada Sabah Parks untuk mengambil tindakan yang sesuai.
Dalam operasi selama tiga hari sejak Selasa, dia mengatakan pihak berwenang menghancurkan 138 bangunan ilegal. Dia mengatakan polisi memberitahunya bahwa beberapa orang membakar rumah mereka sendiri untuk mendapatkan simpati dan perhatian di media sosial.
"Operasi ini dilakukan karena masalah keamanan," kata Liew dalam sebuah pernyataan, mengutip insiden penembakan dan kegiatan kriminal lintas batas di daerah tersebut. Dia tidak merinci lebih lanjut. Kota Semporna di Sabah hanya berjarak sebentar naik perahu dari Filipina selatan.
Kelompok advokasi sosial Borneo Komrad mengatakan di halaman Facebook-nya bahwa orang Bajau Laut, komunitas semi-nomaden yang sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan, kini menjadi tunawisma setelah pihak berwenang menghancurkan dan membakar rumah dan perahu mereka.
Dikenal sebagai gipsi laut, komunitas Bajau Laut tinggal di rumah panggung di desa terapung atau di perahu kayu di lepas pantai timur negara bagian Sabah. Meskipun keberadaan mereka di wilayah ini telah tercatat selama berabad-abad, banyak Bajau Laut tidak memiliki dokumen kewarganegaraan yang sah.
Baca Juga: Malaysia Usir 500 Warga Bajau Laut di Sabah dalam Penindakan terhadap Migran
Aktivis lokal menyerukan solusi yang lebih manusiawi. Kelompok hak asasi Pusat Komas mengatakan negara bagian harus menangani masalah dokumentasi untuk memastikan bahwa orang Bajau Laut menerima perlakuan yang adil dan akses ke layanan penting.
Mukmin Nantang, yang memimpin Borneo Komrad, mengatakan di Facebook bahwa keluarga yang diusir sekarang tidur di pantai atau di sisa-sisa rumah mereka, kelaparan dan kebingungan. "Tidak ada kompensasi dan tidak ada alternatif lain untuk menemukan tempat tinggal bagi mereka," katanya.
Lebih dari 500 orang dari komunitas laut di sekitar pantai negara bagian Sabah, Malaysia, telah diusir dari rumah mereka minggu ini sebagai bagian dari tindakan keras terhadap migran tanpa dokumen, kata aktivis lokal.
Bajau Laut adalah komunitas nomaden laut yang sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan, tinggal di lepas pantai di rumah perahu kayu atau pondok yang dibangun di atas tiang di distrik Semporna, Sabah, di Pulau Borneo.
Lahir tanpa dokumen identitas, sebagian besar tidak memiliki akses ke fasilitas dasar seperti pendidikan, layanan keuangan, atau layanan kesehatan.
Mereka sering hidup dalam ketakutan akan dideportasi atau ditahan oleh otoritas imigrasi, yang tidak membedakan antara penduduk tanpa kewarganegaraan dan migran tanpa dokumen.
Diperkirakan satu juta migran tanpa dokumen dan penduduk tanpa kewarganegaraan diyakini tinggal di Sabah, yang menyumbang sepertiga dari populasi negara bagian itu.
Baca Juga: Anwar Ibrahim Tegaskan Malaysia Berhubungan Baik dengan AS, tapi Tak Mau Fobia China
Malaysia dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan penegakan terhadap migrasi ilegal, menahan sekitar 45.000 orang tanpa dokumen sejak Mei 2020, kata Human Rights Watch pada bulan Maret.
Sejak 4 Juni, petugas penegak hukum telah membakar dan menghancurkan rumah-rumah milik Bajau Laut di tujuh pulau di Semporna, kata Mukmin Nantang, pendiri kelompok advokasi sosial Borneo Komrad yang berbasis di Sabah.
Petugas tersebut tidak dikenali namun diyakini merupakan bagian dari satuan tugas penegakan hukum, kata Mukmin, menambahkan bahwa beberapa komunitas telah menerima pemberitahuan sebelumnya tentang operasi tersebut dari Sabah Parks, badan konservasi yang dikelola oleh pemerintah negara bagian.
"Beberapa rumah dihancurkan oleh kapal besar, beberapa dibakar," katanya kepada Reuters melalui telepon.
Video yang diposting oleh Borneo Komrad di media sosial menunjukkan berbagai bangunan terbakar di lepas pantai, sementara video lain menunjukkan beberapa pria, beberapa berseragam, menghancurkan sebuah pondok kayu di pantai dengan tongkat besar sebelum membakarnya.
Malaysia tidak menyimpan statistik resmi tentang populasi Bajau Laut, yang telah menjelajahi lautan di timur laut Borneo dan Filipina selatan selama berabad-abad, "Bajau Laut telah tinggal di daerah ini sejak sebelum ada batas resmi. Tindakan yang diambil terhadap mereka sangat kejam," kata Mukmin.
Ahmad Kamil dari kelompok bantuan Surau Al Falah Taman Sempaul Semporna mengonfirmasi bahwa beberapa komunitas diberitahu sebelum pengusiran tetapi tidak dapat memahami pemberitahuan tersebut atau tidak dapat mematuhinya, "Bajau Laut tidak mengerti hukum lokal. Selain itu, ke mana lagi mereka bisa pergi?" katanya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.