DEIR AL-BALAH, KOMPAS.TV - Militer Israel, Selasa (28/5/2024), menyatakan kebakaran mematikan di kamp pengungsi di Rafah, di bagian selatan Jalur Gaza, pada Minggu (26/5/2024) yang menewaskan 45 orang, adalah ledakan kedua.
Mereka membantah kebakaran yang membunuh anak-anak dan perempuan itu dipicu oleh bom Israel.
Laksamana Daniel Hagari, juru bicara utama militer Israel, mengeklaim pihaknya menembakkan dua peluru seberat masing-masing 17 kilogram yang ditargetkan pada dua militan senior Hamas.
Ia menyatakan peluru tersebut terlalu kecil untuk memicu kebakaran dan militer sedang menyelidiki kemungkinan adanya senjata yang disimpan di area tersebut.
Pejabat kesehatan Palestina melaporkan setidaknya 45 orang, sekitar setengahnya adalah wanita dan anak-anak, tewas dalam serangan Israel pada Minggu lalu.
Associated Press menulis, kebakaran juga mungkin disebabkan oleh bahan bakar, tabung gas memasak, atau bahan lain di kamp padat penduduk tersebut.
Serangan ini memicu kemarahan luas, termasuk dari sekutu-sekutu dekat Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebutnya sebagai "kesalahan tragis."
Serangan baru di distrik Tel al-Sultan, Rafah, pada Selasa (28/5) menewaskan setidaknya 16 warga Palestina, menurut Pertahanan Sipil Palestina dan Bulan Sabit Merah Palestina.
Penduduk melaporkan peningkatan pertempuran di kota di bagian selatan Gaza itu yang dulu dianggap sebagai tempat perlindungan terakhir.
Serangan Israel yang diluncurkan pada awal Mei menyebabkan hampir 1 juta orang mengungsi dari Rafah.
Kebanyakan dari mereka berasal dari daerah-daerah lain di Gaza yang mengungsi ke Rafah akibat serangan Israel.
Mereka kini mencari perlindungan di kamp-kamp tenda yang kotor dan area lain yang hancur akibat serangan Israel.
Baca Juga: Netanyahu Mengakui Ada Kesalahan Usai Serangan di Rafah yang Membunuh Puluhan Warga Palestina
Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Israel lainnya telah memperingatkan agar Israel tidak melakukan serangan penuh di kota tersebut.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden menyatakan itu akan melewati garis merah dan menolak memberikan senjata ofensif untuk operasi semacam itu.
Pada Jumat (24/5/2024), Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) mendesak Israel untuk menghentikan serangan di Rafah, meski tidak memiliki kekuatan untuk menerapkannya.
Netanyahu bersumpah akan terus maju, dengan mengatakan pasukan Israel harus masuk Rafah untuk membongkar Hamas dan memulangkan tawanan yang diambil dalam serangan Hamas 7 Oktober yang memicu serangan Israel.
Sementara Israel menahan ribuan warga Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan, bahkan sebelum 7 Oktober. Banyak yang ditahan tanpa dakwaan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.