TOKYO, KOMPAS.TV - “Mesin yang terlahir kembali.” Begitulah Toyota, produsen mobil asal Jepang, memperkenalkan rencananya untuk menghadirkan inovasi pada mesin pembakaran internal tradisional.
Dalam presentasi selama tiga jam di Tokyo, Selasa (28/5/2024), raksasa otomotif ini mengumumkan akan menawarkan mesin ringkas yang ramah lingkungan.
Mesin ini dapat menggunakan bahan bakar hijau seperti hidrogen dan bioetanol, atau dikombinasikan dengan motor listrik tanpa emisi dalam kendaraan hibrida.
Langkah ini diambil saat banyak pesaing Toyota di industri otomotif, beralih ke kendaraan listrik sepenuhnya.
China mendorong penggunaan kendaraan berbaterai elektrik (battery electric vehicles/BEV) dan perusahaan BYD bersaing ketat dengan Tesla dalam hal ini.
Baca Juga: Bicara di APEC CEO Summit, Jokowi Bilang RI akan Buat 300.000 Mobil Listrik di 2030
CEO Toyota, Koji Sato, mengatakan “mesin ini dioptimalkan untuk era elektrifikasi” dengan harapan membantu dunia mencapai “netralitas karbon.”
Toyota sudah dikenal dengan mobil hibridanya, Prius, yang menggunakan mesin bensin dan motor listrik. Mobil ini beralih di antara keduanya untuk memberikan pengalaman berkendara yang lebih bersih.
Menurut Toyota, pada kendaraan hibrida masa depan, motor listrik akan menjadi tenaga penggerak utama, dan mesin baru ini akan dirancang untuk mendukungnya.
Mitra domestik seperti Subaru Corp. dan Mazda Motor Corp., yang juga sedang mempersiapkan mesin ramah lingkungan untuk memenuhi standar emisi yang semakin ketat, bergabung dalam presentasi Toyota yang disebut sebagai “workshop multi-jalur.”
“Setiap perusahaan ingin menang, tapi kita bisa lebih cepat jika bekerja sama,” kata Sato.
Namun, detail kapan mesin-mesin ini akan dipasarkan belum diungkapkan.
Mazda mengatakan mesin rotari andalannya, yang diperkenalkan lebih dari 50 tahun lalu, sedang disesuaikan untuk kendaraan listrik.
Baca Juga: Insentif Mobil Hibrida Masih Dikaji, Jokowi: Pelan-Pelan Ini Baru Mulai
Sementara Subaru memamerkan mesin ringkas khasnya yang dipasang secara horizontal. Chief Technology Officer Subaru, Tetsuro Fujinuki, mengatakan pihaknya sedang mengembangkan kendaraan listrik khas Subaru. Namun tidak akan sepenuhnya meninggalkan mesin bensin.
Toyota juga sedang mengembangkan BEV yang gaya.
Para eksekutif mengatakan kondisi pasokan energi berbeda di setiap negara, sehingga produk harus memenuhi berbagai kebutuhan pelanggan dan investasi besar dibutuhkan untuk memproduksi BEV secara massal.
Pejabat Toyota juga berulang kali menekankan 5,5 juta pekerjaan di rantai pasokan produksi kendaraan di Jepang saat ini dipertaruhkan. Karena itu, mereka menilai peralihan mendadak ke mobil listrik tidak mungkin dilakukan secara ekonomi atau sosial.
Takahiro Fujimoto, profesor bisnis di Universitas Waseda, percaya kendaraan listrik adalah solusi kunci untuk mengurangi emisi.
Namun, kendaraan listrik masih memiliki kelemahan, seperti emisi besar yang dihasilkan saat membuat baterai lithium-ion, komponen utamanya.
Menurut Fujimoto, di Jepang, banyak orang menggunakan kereta untuk bepergian, yang mungkin menjadi pilihan transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga: BMW Investasi Rp11,5 T untuk Buat Merek MINI Jadi Mobil Listrik di 2030
“Paling tidak, saya percaya bahwa proliferasi dan inovasi dalam BEV sangat dibutuhkan. Tapi argumen itu tidak sama dengan mengatakan bahwa kita hanya membutuhkan BEV,” ujarnya.
Ia mengatakan masih ada ketidakpastian yang mencakup penelitian dan pengembangan, serta kondisi sosial, politik, dan pasar.
“Netralitas karbon yang dunia harapkan tidak mungkin tercapai dalam beberapa dekade mendatang. Ini akan menjadi perlombaan maraton yang panjang,” katanya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.