Hanya beberapa menit kemudian, para orang tua kembali mengantar anak-anak mereka ke sekolah dan para pekerja berkendara ke kantor.
“Kesiapsiagaan gempa Taiwan termasuk yang paling maju di dunia,” kata Stephen Gao, ahli seismologi dan profesor di Universitas Sains dan Teknologi Missouri.
“Pulau ini telah menerapkan peraturan bangunan yang ketat, jaringan seismologi kelas dunia, dan kampanye pendidikan publik yang luas mengenai keselamatan gempa,” tambahnya.
Pemerintah terus-menerus merevisi tingkat ketahanan gempa yang diperlukan untuk bangunan baru dan yang sudah ada – yang dapat meningkatkan biaya konstruksi – dan menawarkan subsidi kepada penduduk yang ingin memeriksa ketahanan bangunan mereka terhadap gempa.
Menyusul gempa tahun 2016 di Taiwan, di pantai barat daya pulau itu, lima orang yang terlibat dalam pembangunan gedung apartemen bertingkat 17 yang merupakan satu-satunya bangunan besar yang runtuh, menewaskan puluhan orang, dan dinyatakan bersalah karena kelalaian dan kemudian dipenjarakan.
Taiwan juga mengadakan latihan gempa di sekolah-sekolah dan tempat kerja.
Sementara media publik dan telepon seluler secara teratur menyampaikan pemberitahuan tentang gempa bumi dan keselamatan.
“Langkah-langkah ini telah secara signifikan meningkatkan ketahanan Taiwan terhadap gempa bumi, membantu mengurangi potensi kerusakan besar dan korban jiwa,” kata Gao.
Taiwan dan perairan sekitarnya telah mencatat sekitar 2.000 gempa bumi berkekuatan 4,0 atau lebih besar sejak tahun 1980.
Selain itu, mereka juga pernah mengalami lebih dari 100 gempa bumi berkekuatan di atas 5,5, menurut USGS.
Gempa terburuk di pulau ini dalam beberapa tahun terakhir terjadi pada 21 September 1999, dengan kekuatan 7,7 skala Richter.
Bencana ini menyebabkan 2.400 kematian, melukai sekitar 100.000 orang dan menghancurkan ribuan bangunan.
Baca Juga: Kesaksian WNI di Taiwan: Gempa Robohkan 3 Bangunan, Gempa Susulan Terus Dirasakan
Menurut Daniel Aldrich, Profesor ilmu politik dan kebijakan publik di Northeastern University, hal ini juga merupakan peringatan besar yang mengarah pada reformasi administratif penting untuk meningkatkan tanggap darurat dan pengurangan bencana.
“Para pengamat mengkritik keras respon Taiwan terhadap gempa bumi tanggal 21 September 1999, dengan alasan bahwa tim tanggap medis darurat membutuhkan waktu berjam-jam untuk tiba, tim penyelamat kurang terlatih, dan operasi antar lembaga pemerintah tidak terkoordinasi dengan baik,” ujarnya seperti dikutip dari The Associated Press.
Hasilnya, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Pencegahan dan Perlindungan Bencana dan mendirikan dua pusat nasional untuk menangani koordinasi dan pelatihan menghadapi gempa bumi.
“Saya rasa kita sudah melihat hasilnya dalam guncangan terbaru ini,” katanya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.