NEW YORK, KOMPAS.TV - Dewan Keamanan (DK) PBB hari ini, Senin (25/3/2024) akan melakukan pemungutan suara terkait resolusi yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza selama bulan suci Muslim Ramadan, tetapi Amerika Serikat memperingatkan langkah ini bisa merugikan perundingan untuk menghentikan kekejian antara Israel dan Hamas.
Resolusi yang diajukan 10 anggota dewan terpilih ini didukung oleh Rusia dan China, yang membantah resolusi yang disponsori oleh AS Jumat lalu (22/3) yang mendukung "gencatan senjata segera dan berkelanjutan" dalam perang Israel-Hamas di Gaza.
Kelompok Arab 22 negara di PBB mengeluarkan pernyataan Jumat malam yang menyerukan semua anggota dewan bertindak dengan kesatuan dan urgensi dan menyetujui usulan resolusi demi menghentikan pertumpahan darah, menjaga nyawa manusia, dan mencegah penderitaan dan kehancuran lebih lanjut.
"Sudah waktunya gencatan senjata," kata Kelompok Arab.
Dewan diharapkan akan melakukan pemungutan suara pada Senin pagi waktu New York. Pemungutan suara tadinya dijadwalkan Sabtu pagi (23/3), tetapi ditunda hingga hari ini Senin (25/3), menurut seorang diplomat PBB.
Banyak anggota berharap bahwa badan terkuat PBB, yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional, akan menuntut akhir perang yang dimulai setelah penguasa Hamas di Gaza melancarkan serangan mendadak ke selatan Israel pada 7 Oktober 2023 dan menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 lainnya.
Sejak itu, Dewan Keamanan mengadopsi dua resolusi mengenai situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza, tetapi tidak ada yang menuntut gencatan senjata.
Lebih dari 32.000 warga Palestina di Gaza tewas dibunuh serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dengan perempuan dan anak-anak terdiri dari dua per tiga jumlah korban tewas.
Gaza juga menghadapi keadaan darurat kemanusiaan yang mengerikan, dengan laporan otoritas internasional tentang kelaparan yang memperingatkan minggu ini bahwa "wabah kelaparan sudah dekat" di bagian utara Gaza dan eskalasi perang bisa mendorong separuh dari 2,3 juta penduduk wilayah tersebut ke ambang kelaparan.
Baca Juga: Rusia dan China Veto Resolusi AS soal Gaza karena Tak Perintahkan Israel Lakukan Gencatan Senjata
Resolusi singkat untuk pemungutan suara Senin ini menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera selama bulan suci Ramadan menuju gencatan senjata berkelanjutan permanen.
Resolusi juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera dan menekankan perlunya melindungi warga sipil dan memberikan bantuan kemanusiaan di seluruh Jalur Gaza.
Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada dewan setelah pemungutan suara pada Jumat (23/3) lalu bahwa teks resolusi saat ini gagal mendukung diplomasi yang sensitif di wilayah tersebut. Menurut dia bisa lebih buruk lagi, karena sebenarnya bisa memberikan alasan kepada Hamas untuk mundur dari kesepakatan yang sedang berlangsung.
"Kita tidak boleh melanjutkan dengan resolusi apa pun yang membahayakan negosiasi yang sedang berlangsung yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir," katanya.
"Memperingatkan jika diplomasi tidak didukung, kita mungkin sekali lagi menemukan jalan buntu."
"Saya sungguh berharap hal itu tidak terjadi," kata Thomas-Greenfield.
Adapun Amerika Serikat telah memveto tiga resolusi yang menuntut gencatan senjata di Gaza, yang terbaru adalah tindakan yang didukung oleh Arab. Tindakan itu didukung oleh 13 anggota dengan satu abstain dalam pemungutan suara pada 20 Februari.
Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS pada akhir Oktober yang menyerukan jeda dalam pertempuran untuk memberikan bantuan, perlindungan terhadap warga sipil, dan menghentikan persenjataan Hamas. Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak mencerminkan seruan global untuk gencatan senjata.
Mereka sekali lagi memveto resolusi AS hari Jumat, menyebutnya ambigu dan mengatakan itu bukanlah permintaan langsung untuk menghentikan pertempuran yang banyak diinginkan dunia.
Isu utamanya adalah penggunaan bahasa yang tidak lazim, di mana Dewan Keamanan "menetapkan keharusan gencatan senjata segera dan berkelanjutan." Frasa tersebut bukanlah "permintaan" atau "perintah" langsung untuk menghentikan pertikaian.
Pemungutan suara di Dewan Keamanan telah menjadi pertarungan lain yang melibatkan kekuatan dunia yang terlibat dalam perselisihan tegang di tempat lain, dengan Amerika Serikat mendapat kritik karena tidak cukup tegas terhadap sekutunya, Israel, bahkan ketegangan antara kedua negara tersebut meningkat.
Baca Juga: AS Selalu Veto Gencatan Senjata, Rusia Pertanyakan Rencana Washington Bangun Dermaga di Gaza
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar PBB Rusia Vassily Nebenzia mengatakan Moskow mendukung gencatan senjata segera, tetapi dia mengkritik bahasa dan diksi yang digunakan, yang dia sebut sebagai bahasa filsafat yang tidak pantas dalam resolusi PBB.
Dia menuduh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield "secara sengaja menyesatkan masyarakat internasional" tentang desakan untuk gencatan senjata.
"Ini semacam latihan retorika yang kosong," ujar Nebenzia. "Produk Amerika ini sangat dipolitisasi, satu-satunya tujuannya adalah untuk membantu meraih simpati pemilih, memberikan mereka 'tulang' dalam bentuk sejenis pernyataan gencatan senjata di Gaza ... dan untuk memastikan tidak adanya hukuman bagi Israel, yang kejahatannya dalam rancangan bahkan tidak dinilai."
Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, mengatakan usulan AS menetapkan prasyarat dan jauh dari harapan anggota dewan dan komunitas internasional lebih luas.
"Jika AS serius tentang gencatan senjata, maka tidak akan memveto berulang kali beberapa resolusi dewan," katanya.
"Mereka tidak akan bermain-main dengan kata-kata sambil ambigu dan mengelak pada masalah-masalah kritis."
Pemungutan suara di dewan keamanan dengan 15 anggota itu 11 anggota mendukung dan tiga menolak, termasuk Aljazair, wakil Arab di dewan. Ada satu abstain, dari Guyana.
Setelah pemungutan suara, Thomas-Greenfield menuduh Rusia dan China memveto resolusi dengan "alasan yang sangat sinis," mengatakan mereka tidak bisa membawa diri mereka untuk mengutuk serangan teroris Hamas di selatan Israel pada 7 Oktober, yang akan dilakukan oleh resolusi itu untuk pertama kalinya.
Alasan "receh" kedua, kata Greenfield, adalah "Rusia dan China tidak ingin memberikan suara untuk resolusi yang ditulis oleh Amerika Serikat, karena mereka lebih suka melihat kita gagal daripada melihat dewan ini berhasil."
Dia menuduh Rusia sekali lagi menempatkan "politik di atas kemajuan" dan memiliki "keberanian dan kehipokritan untuk melempar batu" setelah meluncurkan invasi yang tidak pantas ke Ukraina pada Februari 2022.
Resolusi itu memang mencerminkan perubahan oleh Amerika Serikat, yang mendapati dirinya berseberangan dengan sebagian besar dunia ketika bahkan sekutu Israel mendorong untuk mengakhiri pertempuran tanpa syarat.
Dalam resolusi sebelumnya, AS telah erat mempertautkan panggilan untuk gencatan senjata dengan tuntutan pembebasan sandera Israel di Gaza. Resolusi ini, dengan menggunakan bahasa yang terbuka untuk penafsiran, terus mengaitkan dua masalah tersebut, tetapi tidak dengan tegas.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.