Nana mengungkapkan, selain karena faktor lokasi, hal lain yang membuat mereka bertahan adalah faktor gaji dan penghasilan lain.
“Mereka bilang gaji dan kesejahteraan di sana masih menjanjikan, jadi mereka memutuskan tetap bekerja di sana. Saya sedih juga karena alasan mereka (untuk bertahan) karena uang, seolah-olah negara kita tidak bisa memberi pekerjaan yang layak bagi mereka sehingga jauh-jauh menjadi spa therapist di sana dengan mempertaruhkan kondisi keamanan. Demi keluarga, mereka tetap ingin bekerja agar mendapat penghasilan besar yang dapat membantu keluarga di Indonesia,” jelasnya.
Untuk saat ini, pihak KBRI Havana menyebutkan bahwa berdasarkan pantauan media, situasi sangat mencekam dan terjadi pembunuhan acak dan tindak kekerasan terhadap masyarakat yang diduga anggota geng lawan.
Selain itu, terjadi penjarahan terhadap rumah dan toko warga, serta penculikan warga dan pembakaran rumah warga serta kendaraan masyarakat dan polisi di Haiti.
Geng kriminal tersebut juga menembaki Bandara Port-au-Prince yang mengakibatkan penutupan bandara, kantor pemerintah, sekolah, dan pertokoan di ibu kota Haiti.
Di beberapa lingkungan masyarakat, warga melakukan pengamanan mandiri dengan mengangkat senjata, menutup jalan, dan membakar ban bekas untuk mencegah masuknya geng.
Geng terkuat di Haiti, Barbecue, bertekad menahan kepala polisi nasional dan para menteri kabinet Perdana Menteri Ariel Henry, serta akan mencegah Ariel kembali ke Haiti.
Pada 29 Februari lalu, Ariel Henry berkunjung ke Kenya untuk membahas kerja sama keamanan dan pasukan yang akan dikirim untuk menegakkan kondisi keamanan di Haiti di bawah pasukan keamanan multinasional PBB.
Hingga berita ini diturunkan, keberadaan Ariel Henry masih belum diketahui, dan Haiti memberlakukan keadaan darurat selama 72 jam sejak Senin (4/3/2024).
Baca Juga: Ratusan Tahanan Kabur usai Geng Bersenjata Serang Penjara Utama Haiti, Mayat Bergeletakan
Sumber : Antara/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.