DEN HAAG, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negara (Menlu) RI, Retno Marsudi, menyampaikan pandangan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ) pada sesi persidangan Advisory Opinion yang terkait dengan konsekuensi hukum kebijakan ilegal Israel terhadap Palestina, di Den Haag, Belanda, Jumat (23/2/2024).
Pandangan dari berbagai negara ini, salah satunya Indonesia, dibutuhkan guna membantu ICJ menyusun fatwa hukumnya.
Saat menyampaikan pandangan Indonesia, Retno menyampaikan dua hal besar. Pertama adalah penegasan bahwa ICJ miliki yurisdiksi untuk berikan Advisory Opinion.
Kemudian bagian yang kedua adalah penegasan bahwa berbagai kebijakan Israel bertentangan dengan hukum internasional.
Terkait pandangan pertama, Retno menegaskan bahwa tidak ada alasan apapun bagi ICJ untuk tidak memberikan opininya karena sudah sesuai dengan yurisdiksi hukum ICJ.
Retno juga membeberkan tiga alasan terkait hal itu yakni pertama, Advisory Opinion ICJ tidak akan mengganggu proses negosiasi yang ada.
Kedua, advisory opinion ICJ tidak ditujukan untuk mengambil keputusan akhir dari konflik saat ini.
Dan yang ketiga, opini atau fatwa dari Mahkamah akan secara positif membantu proses perdamaian.
Sementara untuk pandangan kedua, Retno menyampaikan bahwa Palestinian self-determination sudah bukan merupakan isu lagi, yang berarti sudah ditegaskan bahwa self-determination ini sah menjadi hak bangsa Palestina.
"Dan hal ini diperkuat dengan berbagai keputusan Dewan Keamanan dan juga Majelis Umum PBB. Di dalam statement, saya menegaskan bahwa Israel terus melanggar hukum internasional, melalui berbagai kebijakannya di OPT (Occupied Palestine Territory)," kata Retno dikutip dari laman resmi Kemlu.
Baca Juga: Tiba di Den Haag untuk Sidang ICJ, Menlu Retno Marsudi Langsung Temui Menlu Palestina dan Yordania
"Pemenuhan hak tersebut, hak untuk self-determination itu saya sebut sebagai kewajiban erga omnes, atau kewajiban yang berlaku untuk semua," imbuhnya.
Mengenai masalah merit of the case ini, Retno memberikan empat alasan penguat sekaligus membeberkan dosa-dosa yang telah dilakukan Israel kepada Palestina dan rakyatnya.
"Alasan penguat yang pertama, pendudukan Israel dilakukan sebagai hasil dari penggunaan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan (unjustified)," tutur Retno.
"Yang kedua, Israel telah melakukan aneksasi ilegal terhadap OPT. Di sini saya tambahkan argumentasi bahwa pemerintah pendudukan memiliki kewajiban hukum untuk menjadikan pendudukannya bersifat sementara. Namun Israel telah menjadikannya permanen dan bahkan mencaplok sebagian dari wilayah pendudukan itu sendiri," lanjutnya.
"Yang ketiga, Israel terus memperluas illegal settlement-nya. Disini saya jelaskan bahwa kebijakan Israel untuk memindahkan penduduknya dan secara paksa memindahkan bangsa Palestina dari wilayah pendudukan sangat berlawanan dengan aturan dasar dari International Humanitarian Law."
Retno menjelaskan, kebijakan itu merupakan pelanggaran artikel 49 dari Fourth Geneva Convention, di mana Israel merupakan salah satu dari State Party, atau salah satu pihak dari konvensi tersebut, seharusnya tunduk pada Konvensi tersebut.
"Penguat yang keempat, saya sampaikan bahwa Israel telah memberlakukan kebijakan apartheid terhadap bangsa Palestina," ujarnya.
"Dan hal ini sangat mudah dilihat dari diberlakukannya dua rezim kebijakan yang berbeda yang diberlakukan kepada Jewish Israeli settlers dan yang diberlakukan kepada penduduk Palestina. Dan ini jelas merupakan pelanggaran hukum," tegas Retno.
Menutup pernyataan lisan itu, Retno kembali menegaskan bahwa tidak ada satupun negara yang berada di atas hukum serta setiap manusia, tanpa kecuali dilindungi oleh hukum.
"Dan saya juga menegaskan jangan sampai masyarakat internasional terus membiarkan Israel melanjutkan tindakan-tindakan ilegalnya," tukasnya.
Baca Juga: Israel Nilai Peliputan Al Jazeera di Gaza Berbahaya, Tel Aviv Siapkan Langkah Tutup Media Qatar Itu
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.