“Mereka baru berusia 16 tahun, namun mereka telah menghancurkan masa depan mereka sendiri,” tambahnya.
Para petugas dalam video tersebut juga menyebutkan nama kedua remaja yang dihukum kerja paksa tersebut, bahkan mengungkapkan alamat mereka.
BBC mengatakan, di masa lalu, remaja yang melanggar hukum semacam ini, akan dikirim ke pusat kerja paksa remaja, dibandingkan ke penjara. Selain itu, biasanya hukumannya kurang dari lima tahun.
Namun pada 2020, Pyongyang memberlakukan undang-undang yang dapat menjatuhkan hukuman mati kepada mereka yang menonton dan mendistribusikan produk hiburan Korea Selatan.
Baca Juga: Jurnalis Dipecat gegara Unggahan soal Gaza, Ada Tekanan Lobi Israel ke Media
Menurut CEO SANDS Choi Kyong-hui, Pyongyang melihat penyebaran drakor dan K-pop membahayakan ideologinya.
“Kekaguman terhadap masyarakat Korea Selatan dapat segera menyebabkan melemahnya sistem,” ujar Choi.
“Hal ini bertentangan dengan ideologi monolitik yang membuat masyarakat Korea Utara menghormati keluarga Kim,” tambahnya.
Warga Korea Utara mulai tersentuh produk hiburan Korea Selatan di era awal 2000-an, saat "kebijakan sinar matahari" Seoul diberlakukan.
Saat itu, Korea Selatan menawarkan bantuan ekonomi dan kemanusiaan tanpa syarat kepada Korea Utara.
Seoul kemudian mengakhiri kebijakan tersebut pada 2010 dengan alasan bantuan tidak sampai kepada warga jelata Korea Utara seperti yang diinginkan.
Namun produk-produk hiburan Korea Selatan terus menjangkau Korea Utara lewat China.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.