KANAZAWA, KOMPAS.TV - Baskoro Gurit menjadi salah satu Warga Negara Indonesia (WNI) yang merasakan guncangan gempa dengan magnitudo 7,6 di pesisir barat Jepang pada Senin (1/1/2024) lalu.
Baskoro tinggal di Kota Kanazawa, Prefektur Ishikawa, Jepang. Ia mengatakan jarak antara tempat tinggalnya dan pusat Ishikawa cukup dekat, seperti Jakarta dan Bogor.
“Jadi pada dua hari lalu, ketika gempa terjadi, itu dibarengi dengan peringatan tsunami 3-5 meter, kemungkinan akan ada tsunami, tapi peringatannya sudah dicabut,” kata Baskoro dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (3/1/2024).
Baca Juga: Update Gempa M7,6 di Jepang: 62 Orang Meninggal Dunia, 300 Luka-Luka
Saat gempa bergetar, dia tengah berada di Stasiun Kanazawa. Petugas pun langsung mengevakuasi warga ke tempat yang lebih aman. Ia dibawa ke sebuah hotel bersama para turis.
Baskoro mengatakan hingga Selasa (2/1), jalan tol dan jalur kereta masih ditutup untuk dilakukan pemeriksaan.
Setelah dipastikan jalan dan jalur kereta aman dari longsor, transportasi di Kota Kanazawa kembali dibuka.
“Transportasi khususnya kereta lokal atau kereta jarak jauh, kereta cepat Shinkansen sudah beroperasi kembali mulai kemarin sore untuk tujuan ke Tokyo dan sebaliknya,” jelas Baskoro.
“Untuk bangunan sendiri, di Kota Kanazawa relatif aman, kecuali yang dekat dengan pesisir,” sambungnya.
Pesisir Kanazawa menjadi salah satu daerah yang mengalami kerusakan cukup parah imbas dari gempa. Ia mengatakan permukaan jalan turun, rumah dan bangunan amblas, saluran pipa air bocor, hingga tiang listrik roboh.
Namun, kata Baskoro, pemerintah setempat sudah melakukan upaya penanganan untuk mengatasi masalah tersebut. Adapun untuk situasi sosial, warga di Kanazawa sudah bisa beraktivitas kembali.
Baca Juga: Korban Jiwa Gempa Jepang 48 Orang, Picu Kebakaran dan Rusak Puluhan Ribu Rumah
Baskoro mengatakan penanganan bencana gempa di Jepang cukup cepat dan sigap. Pemerintah setempat sudah memberikan bekal kepada warga untuk melakukan langkah-langkah mitigasi ketika terjadi bencana, termasuk gempa dan tsunami.
Di sejumlah tempat, terdapat pusat pelatihan bencana yang memungkinkan para warga untuk mendapatkan simulasi terjadinya bencana, termasuk gempa.
“Jadi kita bisa merasakan, oh kalau guncangannya 7,6, atau guncangan 9, itu bisa tahu. Kita bisa mendapat semacam bayangan,” jelas Baskoro.
Baca Juga: Cerita WNI saat Gempa M 7,6 Guncang Jepang: Saluran Air di Mal Bocor, Barang Berjatuhan
“Cuma bagusnya, mereka memang wahananya ada yang gempa, ada yang simulasi badai taifun, jadi kita disemprot, ada juga simulasi kebakaran.”
Pelatihan mitigasi bencana, kata dia, juga wajib diberikan kepada siswa di sekolah dan pekerja di perusahaan.
Baskoro yang bekerja di sebuah perusahaan energi juga mendapatkan pelatihan keselamatan dan evakuasi (safety and evacuation drill) minimal dua kali dalam satu tahun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.