TEL AVIV, KOMPAS.TV - Pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebut Gaza seperti Perang Dunia II dinilai sebagai upaya untuk membenarkan kebrutalannya di wilayah Palestina tersebut.
Hal itu diungkapkan sejarawan Israel sekaligus aktivis sosialis, Ilan Pappe.
Netanyahu sebelumnya menyamakan serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, dengan serangan 9/11 di Menara Kembar New York dan Pentagon pada 2001.
Baca Juga: Rusia: AS Izinkan Israel Lakukan Pembersihan Etnis Palestina di Gaza dalam Resolusi DK PBB
Kini ia menyamakan situasi di Gaza sebagai perang dunia untuk memvalidasi serangan militer Israel yang telah menewaskan lebih dari 20.000 warga sipil Palestina.
Netanyahu mengacu pada suatu insiden pada 1945, ketika serangan udara Inggris, yang menargetkan lokasi Gestapo, sayap militer Nazi, mengenai sekolah di Kopenhagen, Denmark, dan membunuh 86 anak-anak.
“Itu bukan kejahatan perang. Itu bukan sesuatu sehingga Anda menyalahkan Inggris karena melakukannya,” kata Netanyahu, seperti dilansir Al-Jazeera, Sabtu (23/12/2023).
“Itu adalah aksi perang yang dilegitimasi dengan konsekuensi tragis yang menyertai tindakan sah tersebut,” tambahnya.
Namun, Pappe menegaskan, apa yang diungkapkan Netanyahu sebagai akal-akalan untuk meredam kritikan kepadanya terkait banyaknya warga sipil Palestina yang menjadi korban di Gaza.
“Itu adalah usaha yang dilakukan Israel dan bertujuan untuk membenarkan kebijakan brutal mereka terhadap warga Palestina,” katanya.
Pappe menilai hal itu menunjukkan Israel masih menggunakan pedoman lama yang digunakannya.
Dia membandingkan apa yang dilakukan Netanyahu dengan mantan Perdana Menteri Israel Menachem Begin yang juga menyamakan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) saat itu, Yasser Arafat, dengan Adolf Hitler.
Baca Juga: Media Dunia Kabarkan Gibran Sukses Tepis Citra Hasil Nepotisme, Dominan dan Menang di Debat Cawapres
Begin juga menyamakan Beirut seperti Berlin, ketika Israel melakukan invasi ke Lebanon pada 1982.
Namun Begin sendiri ketika itu mendapatkan kritikan, bahkan dari warga negaranya sendiri, salah satunya dari novelis Amos Oz.
“Dorongan menghidupkan kembali Hitler, hanya untuk membunuhnya lagi dan lagi, adalah akibat dari rasa sakit yang dapat digunakan penyair, namun tidak oleh negarawan,” tutur Oz.
Pernyataan-pernyataan para pemimpin Israel itu dinilai mengaburkan akar konflik Israel-Palestina yaitu pengusiran 750.000 warga Palestina dari tanah-tanah mereka yang kemudian berujung pada pembentukan Israel pada 1948.
Juga penghancuran 500 kota dan desa Palestina ketika itu, serta pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina pada 1967 hingga sekarang.
Scott Lucas, pakar kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan Inggris di Universitas Birmingham, menilai upaya membawa-bawa masa lalu untuk melegitimasi konflik saat ini sebagai suatu hal yang ahistoris.
Lucas mengatakan penggunaan tanpa henti hal-hal yang berkaitan dengan Perang Dunia II oleh pemerintah Israel dan para pendukungnya bertujuan untuk memitigasi kritik terhadap perang Israel di Gaza.
Israel, kata Lucas, ingin "menghapus janji pasca-1945, oleh para pengacara, LSM, aktivis dan politikus, yang mengatakan kami ingin sistem yang lebih baik sehingga warga sipil tidak menderita di zona perang."
Sumber : Al-Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.