NIAMEY, KOMPAS.TV - Pasukan Prancis terakhir di Niger telah hengkang dari negara itu, Jumat (22/12/2023). Ini menandai berakhirnya lebih dari satu dekade operasi Prancis untuk melawan kelompok bersenjata di wilayah Sahel, Afrika Barat.
"Pada tanggal hari ini menandai berakhirnya proses penarikan pasukan Prancis di Sahel," kata Letnan Salim Ibrahim dari militer Niger, Jumat (22/12), seperti dilaporkan oleh Al Jazeera.
Prancis menyatakan akan menarik sekitar 1.500 prajurit dan pilotnya dari bekas jajahannya setelah pemerintah militer Niger menuntut mereka pergi usai kudeta pada 26 Juli.
Ini adalah kali ketiga dalam kurun waktu kurang dari 18 bulan pasukan Prancis dipaksa meninggalkan sebuah negara di Sahel.
Mereka dipaksa meninggalkan Mali, bekas koloni mereka tahun lalu, dan Burkina Faso awal tahun ini setelah terjadi kudeta militer di kedua negara tersebut.
Ketiga negara ini tengah berjuang melawan kekerasan pemberontak yang meletus di utara Mali pada tahun 2012, kemudian menyebar ke Niger dan Burkina Faso.
Namun, serangkaian kudeta di wilayah ini sejak tahun 2020, dan meningkatnya sentimen anti-Prancis di kalangan penduduk, membuat hubungan dengan Prancis merosot dan berpaling ke arah yang lebih dekat dengan Rusia.
Baca Juga: Keberadaan Dubes Prancis di Niger Tidak Jelas usai Macron Umumkan Penarikan Pasukan
Perginya Prancis dari Niger meninggalkan ratusan personel militer Amerika Serikat (AS) dan sejumlah prajurit Italia dan Jerman di negara tersebut.
Pemimpin militer di Niamey bulan ini mengumumkan mereka juga akan mengakhiri dua misi keamanan dan pertahanan Uni Eropa di negara tersebut.
Mundurnya Prancis dari Mali meninggalkan rasa getir ketika basis-basis yang pernah mereka tempati di Menaka, Gossi, dan Timbuktu cepat dikuasai oleh kelompok paramiliter Wagner dari Rusia.
Sumber : Al-Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.