NEW YORK, KOMPAS.TV - Majelis Umum PBB hari Selasa (12/12/2023) waktu New York kembali memutuskan dengan suara mayoritas mutlak resolusi yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza.
Resolusi ini disetujui dengan suara mayoritas, melebihi dua pertiga anggota Majelis Umum yang hadir. Tepuk tangan dan sorak sorai membahana dan gegap gempita memenuhi Aula Majelis Umum setelah hasil pemungutan suara diumumkan.
Austria, Ceko, Guatemala, Israel, Micronesia, Nauru, Liberia, Papua Nugini, Paraguay, dan Amerika Serikat (AS) menolak resolusi, sementara Argentina, Bulgaria, Cape Verde, Guinea Equator, Kamerun, Georgia, Jerman, Italia, Lithuania, Malawi, Kepulauan Marshall, Rumania, Belanda, Palau, Panama, Slovakia, Sudan Selatan, Togo, Tonga, Ukraina, Inggris, dan Uruguay abstain.
Rancangan resolusi ini diajukan oleh Mesir dengan dukungan hampir 100 negara, termasuk Indonesia dan Turki, berhasil meraih 153 suara mendukung dalam sidang darurat Majelis Umum yang dihadiri oleh 193 negara membahas situasi di Palestina.
Meskipun resolusi Majelis Umum tidak punya kekuatan hukum yang mengikat, tetapi punya dampak moral yang signifikan, mencerminkan kesepakatan bersama anggota PBB dalam menanggapi isu-isu serius.
Resolusi ini juga menciptakan kerangka hukum dan standar utama, termasuk lebih dari 60 instrumen hak asasi manusia yang membentuk rezim hak internasional, yang berasal dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diumumkan oleh Majelis Umum pada tahun 1948.
Baca Juga: Biden Sebut Israel Mulai Kehilangan Dukungan Internasional akibat Serangan ke Gaza
Selain menyerukan gencatan senjata, resolusi ini menyatakan keprihatinan serius terhadap "situasi kemanusiaan yang sangat buruk" di Jalur Gaza dan penderitaan penduduk Palestina. Resolusi ini juga menekankan perlunya melindungi populasi sipil Palestina dan Israel sesuai dengan hukum humaniter internasional.
Dalam resolusi ini, dipersyaratkan pembebasan "segera dan tanpa syarat" semua tawanan dan diakui pentingnya akses kemanusiaan yang memadai.
Terdapat pula referensi pada tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB serta resolusi-resolusi terkait pertanyaan Palestina. Resolusi juga mencatat penggunaan Pasal 99 Piagam PBB oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk pertama kalinya sejak menjabat pada tahun 2017 untuk meminta gencatan senjata.
AS mencoba mengajukan amendemen untuk mengutuk kelompok Palestina Hamas atas serangan pada 7 Oktober terhadap Israel, sementara Austria mencoba mengklarifikasi bahwa para tawanan "dikuasai oleh Hamas dan kelompok lainnya." Kedua usulan tersebut ditolak di Majelis Umum PBB.
Pada Jumat sebelumnya, AS menjatuhkan veto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera untuk menghentikan pembantaian dan pertumpahan darah yang terus berlanjut di Jalur Gaza.
Dalam sidang sebelum pemungutan suara, perwakilan Israel, Gilad Erdan, menyebut resolusi ini sebagai "resolusi yang penuh kemunafikan" karena tidak mengecam Hamas atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca Juga: Joe Biden Rayakan Hari Besar Yahudi di Gedung Putih, Kembali Mengaku Seorang Zionis
Erdan menambahkan, niat satu-satunya Hamas adalah menghancurkan Israel dan kelompok tersebut telah menyatakan akan mengulangi kejahatannya berkali-kali sampai Israel tidak lagi ada. Tidak ada konfirmasi dari Hamas atas tuduhan Israel tersebut.
Di sisi lain, Munir Akram, duta Pakistan, menilai resolusi ini merupakan langkah yang diperlukan dan mengecam upaya beberapa negara untuk hanya menyalahkan satu pihak tanpa melibatkan yang lainnya.
Setelah pengumuman hasil pemungutan suara, perwakilan Mesir, Osama Mahmoud Abdelkhalek Mahmoud, menyatakan resolusi ini "sederhana, jelas, dan eksplisit", namun sejak lama sudah seharusnya diimplementasikan.
Dia menyoroti kehancuran sistem kesehatan dan dukungan kemanusiaan di Gaza serta merespons surat dari Komisaris Jenderal UNRWA yang menyoroti situasi kemanusiaan yang memburuk.
Dalam merinci hasil pemungutan suara, Mahmoud menyampaikan "adopsi dan implementasi resolusi ini, yang secara khusus meminta gencatan senjata, adalah satu-satunya jaminan untuk menyelamatkan warga sipil yang tidak bersalah."
Baca Juga: Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Diterobos Masuk Puluhan Pemukim Zionis dengan Pengawalan Polisi Israel
Resolusi Majelis Umum berbunyi sebagai berikut:
Perlindungan warga sipil dan pemenuhan kewajiban hukum dan kemanusiaan
Majelis Umum,
Dipandu oleh tujuan dan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Mengingat resolusi-resolusinya mengenai pertanyaan Palestina,
Juga mengingat seluruh resolusi Dewan Keamanan yang relevan,
Mengambil catatan surat tertanggal 6 Desember 2023 dari Sekretaris Jenderal, berdasarkan Pasal 99 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang ditujukan kepada Presiden Dewan Keamanan,
Juga mengambil catatan surat tertanggal 7 Desember 2023 dari Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat yang ditujukan kepada Presiden Majelis Umum,
Dengan sangat prihatin atas situasi kemanusiaan yang tragis di Jalur Gaza dan penderitaan penduduk sipil Palestina, dan menekankan bahwa populasi sipil Palestina dan Israel harus dilindungi sesuai dengan hukum humaniter internasional,
Sumber : United Nations
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.