BEIRUT, KOMPAS.TV - Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, Philippe Lazzarini hari Rabu (6/12/2023) kembali mengutuk pengabaian terang-terangan Israel atas serangan terhadap fasilitas PBB di Gaza, menegaskan tidak ada tempat aman di Gaza untuk warga sipil, bahkan di tempat perlindungan PBB dan zona aman yang ditetapkan oleh Israel.
Philippe Lazzarini mengungkapkan dalam wawancara dengan Associated Press bahwa sejak pecah perang Israel-Hamas, lebih dari 80 fasilitas PBB di Jalur Gaza hancur dihantam serangan Israel.
Selama serangan mematikan pada 7 Oktober di selatan Israel, Hamas disebut membunuh sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menawan sekitar 240 pria, perempuan, dan anak-anak.
Belakangan terungkap, ratusan warga sipil Israel tewas dibunuh pasukan Israel sendiri dengan rentetan rudal helikopter dan gempuran tank, baik di festival musik dekat perbatasan Gaza maupun di berbagai pemukiman atau Kibbutz.
Israel merespons dengan serangan udara dan serangan darat besar-besaran atas Gaza yang membantai lebih dari 16.200 orang warga sipil, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.
Fasilitas PBB yang terkena "langsung atau tidak langsung" di Gaza adalah lokasi tempat berlindung warga sipil, kata Lazzarini. UNRWA menyatakan lebih dari 220 warga Palestina tewas dalam serangan di fasilitas PBB, dan 130 karyawannya juga kehilangan nyawa mereka dalam perang.
“Tidak ada tempat yang benar-benar aman di Jalur Gaza,” ujar Lazzarini di Beirut, Lebanon, seperti dilaporkan Associated Press, Kamis (7/12/2023).
Baca Juga: Amnesty Internasional: Israel Gunakan Senjata AS saat Serang Gaza dan Bunuh 43 Warga Sipil Palestina
Meskipun sulit untuk menyelidiki keadaan serangan tersebut di tengah konflik yang berlangsung, katanya, "Saya yakin pengabaian terang-terangan terhadap bangunan PBB akan memerlukan penyelidikan independen di masa depan."
Pejabat Israel mengatakan mereka tidak menyasar fasilitas PBB, tetapi juga menuduh Hamas menggunakan gedung PBB sebagai perisai untuk kegiatan militer mereka.
PBB mengatakan sekitar 1,87 juta warga Palestina, lebih dari 80% dari populasi Gaza, telah meninggalkan rumah mereka. Tempat perlindungan yang dijalankan PBB saat ini menampung lebih dari 1 juta orang yang terdislokasi dalam "kondisi sanitasi yang sangat buruk," kata Lazzarini.
Ketika dia mengunjungi Gaza sebelum gencatan senjata berakhir minggu lalu, tempat perlindungan sudah penuh dengan mereka yang melarikan diri dari pertempuran sengit di utara Gaza, katanya.
Saat serangan darat Israel meluas ke bagian selatan, warga sipil terpaksa bergerak ke area yang semakin kecil di sepanjang perbatasan yang ditutup dengan Mesir.
Lazzarini mengatakan UNRWA fokus untuk meningkatkan kondisi di tempat perlindungan yang ada, termasuk jaringan sekolah di seluruh Gaza.
"Kami tidak ingin menempatkan orang di tempat yang mungkin lebih tidak aman, ketika pada saat yang sama, lebih dari 1 juta orang berada di tempat perlindungan yang ada, hidup dalam kondisi yang mengerikan," katanya.
Baca Juga: Senat AS Blokir Bantuan ke Militer Israel: yang Dilakukan Pemerintahan Netanyahu Tak Bermoral
Letnan Kolonel Richard Hecht, juru bicara militer Israel, awal minggu ini mengeklaim "harus ada tekanan pada" UNRWA untuk mendirikan fasilitas yang layak. Israel tidak pernah menjelaskan bagaimana mereka mengharapkan area kecil yang tersisa untuk berlindung dapat menampung jumlah pengungsi yang begitu besar.
Lazzarini menuntut gencatan senjata baru dan pembukaan lebih banyak pintu perbatasan untuk memungkinkan bantuan dan barang komersial masuk ke Gaza. Saat ini, bantuan hanya dapat masuk ke Gaza melalui perlintasan perbatasan Rafah Mesir, menyebabkan kemacetan parah.
Hubungan badan pengungsi dengan otoritas Israel dalam beberapa waktu terakhir bersifat konfrontatif. Politisi sayap kanan Israel menuduh UNRWA, yang didirikan setelah pembentukan Israel pada tahun 1948 untuk melayani ratusan ribu Palestina yang melarikan diri atau dipaksa meninggalkan rumah mereka, membantu memperpanjang konflik Israel-Palestina.
UNRWA menolak klaim tersebut, mengatakan mereka hanya melaksanakan mandat mereka untuk melayani populasi yang rentan.
Lazzarini mengatakan dalam perang Israel-Hamas saat ini, UNRWA berkoordinasi secara terus-menerus dengan otoritas Israel. Pasca-perang, katanya, lembaga tersebut siap membantu badan apa pun yang mengatur Gaza dalam memulihkan layanan yang terhenti, termasuk membuka kembali sekolah-sekolah.
Lazzarini menambahkan dia berharap konflik yang menghancurkan ini akan memicu proses politik yang akan mengarah pada penyelesaian yang membuat lembaganya tidak diperlukan lagi.
"Akankah ini menjadi prioritas utama bagi wilayah dan masyarakat internasional untuk sekali dan selamanya menyelesaikan konflik terpanjang yang belum terpecahkan?" kata Lazzarini.
"Jika ya, bisa ada setitik harapan bagi rakyat Gaza dan masa depan UNRWA sebenarnya akan sangat bergantung pada itu."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.