Prajurit Hamas kemudian akan menembus 60 titik di pagar perbatasan Gaza lalu melintasi perbatasan ke Israel. Dokumen itu dimulai dengan kutipan dari Quran: "Menyeranglah mereka melalui pintu. Jika Anda melakukannya, Anda pasti akan menang."
Frasa yang sama banyak digunakan oleh Hamas dalam video dan pernyataannya sejak 7 Oktober.
Salah satu tujuan paling penting yang diuraikan dalam dokumen itu adalah merebut pangkalan militer Israel di Re'im, yang merupakan markas divisi Gaza yang bertanggung jawab atas perlindungan wilayah tersebut. Pangkalan lain yang berada di bawah komando divisi tersebut juga dicantumkan.
Hamas mencapai tujuan tersebut pada 7 Oktober, menerjang Re'im dan merebut sebagian pangkalan itu.
Keberanian dan kenekatan rencana serbuan tersebut, kata Israel, membuatnya mudah diabaikan karena dianggap terlalu ambisius dibanding perkiraan kemampuan Hamas.
Baca Juga: Bekas PM Israel Ehud Barak Sebut Hamas Masih Kuat di Gaza Utara dan Selatan: Netanyahu Harus Dipecat
Setiap kekuatan militer menulis rencana yang tidak pernah mereka jalankan, dan pejabat Israel menilai bahwa, bahkan jika Hamas menyerang, mungkin hanya akan mampu mengerahkan beberapa puluh orang, bukan ribuan yang pada akhirnya menyerang.
Israel juga keliru membaca tindakan Hamas yang sebelum serangan, sibuk bernegosiasi untuk mendapatkan izin agar lebih banyak warga Palestina boleh bekerja di Israel, yang dianggap pejabat Israel sebagai tanda bahwa Hamas tidak mencari perang.
Tetapi Hamas menyusun rencana serangan selama bertahun-tahun, dan pejabat Israel mendapatkan versi sebelumnya dari rencana itu. Apa yang bisa menjadi kemenangan intelijen berubah menjadi salah satu salah perhitungan terburuk dalam sejarah 75 tahun Israel.
Pada September 2016, kantor menteri pertahanan menyusun memorandum rahasia berdasarkan versi rencana serangan Hamas yang jauh lebih awal. Memorandum itu, yang ditandatangani oleh menteri pertahanan saat itu, Avigdor Lieberman, mengatakan invasi dan penyanderaan akan "mengakibatkan kerusakan parah pada kesadaran dan moral warga Israel."
Memo itu mengatakan Hamas berhasil membeli senjata canggih, pembunuh GPS, dan drone. Juga disebutkan Hamas meningkatkan kekuatan tempurnya menjadi 27.000 orang, menambah 6.000 personel dalam dua tahun. Hamas berharap mencapai 40.000 pada tahun 2020, demikian dinyatakan dalam memo itu.
Tahun lalu, setelah Israel mendapatkan dokumen Jericho Wall, divisi militer Gaza menyusun penilaian intelijen mereka sendiri tentang rencana invasi terbaru ini.
Hamas "memutuskan untuk merencanakan serangan baru, belum pernah terjadi sebelumnya dalam cakupannya," tulis analis militer Israel. Dikatakan Hamas bermaksud melakukan operasi tipu muslihat diikuti oleh "manuver besar-besaran" dengan tujuan menghancurkan divisi itu.
Namun, divisi Gaza menyebut rencana itu sebagai "kompas." Dengan kata lain, divisi tersebut menganggap Hamas tahu apa yang ingin mereka kerjakan tetapi belum mampu untuk sampai ke sana, dalam arti belum mencapai tingkat yang memungkinkan untuk melakukan serbuan.
Baca Juga: Indonesia di DK PBB Tuntut Gencatan Senjata Penuh di Gaza untuk Bantuan Kemanusiaan, Kecam Netanyahu
Pada 6 Juli 2023, analis veteran Unit 8200 intelijen Israel menulis kepada sekelompok ahli intelijen lainnya bahwa puluhan komando Hamas baru-baru ini melakukan latihan, dengan komandan Hamas senior hadir langsung untuk mengawasi jalannya latihan.
Latihan itu termasuk simulasi menembak jatuh pesawat Israel dan merebut sebuah kibbutz serta pangkalan pelatihan militer dan membunuh semua kadet. Selama latihan, para kombatan Hamas menggunakan frasa yang sama dari Quran yang muncul di bagian atas dokumen rencana Jericho Wall, tulisnya dalam pertukaran email.
Analis itu memperingatkan latihan itu sangat mirip dengan rencana Jericho Wall, dan Hamas sedang membangun kapasitas untuk melaksanakannya.
Seorang kolonel di divisi Gaza memuji analisis tersebut tetapi mengatakan latihan itu adalah bagian dari skenario yang "sepenuhnya imajinatif," bukan indikasi kemampuan Hamas untuk melaksanakannya, "Singkatnya, mari kita tunggu dengan sabar," tulis kolonel tersebut.
Pertukaran pendapat tersebut terus berlanjut, dengan beberapa kolega mendukung kesimpulan awal analis itu. Segera, ia menyinggung pelajaran dari perang 1973, di mana pasukan Suriah dan Mesir mengepung pertahanan Israel. Pasukan Israel saat itu mengkonsolidasikan diri dan menggagalkan invasi, tetapi kegagalan intelijen itu lama menjadi pelajaran bagi pejabat keamanan Israel.
"Kita sudah mengalami pengalaman serupa 50 tahun yang lalu di front selatan dalam kaitannya dengan skenario yang tampaknya imajinatif, dan sejarah bisa terulang jika kita tidak hati-hati," tulis analis itu kepada rekannya.
Meskipun menakutkan, tidak ada email yang memprediksi perang sudah dekat. Analis itu juga tidak menantang keyakinan umum di kalangan pejabat intelijen Israel bahwa Yahya Sinwar, pemimpin Hamas, tidak tertarik berperang dengan Israel.
Namun, dia benar-benar menilai kemampuan Hamas ternyata meningkat secara drastis. Kesenjangan antara yang mungkin dan yang diperkirakan terjadi malah menyempit secara signifikan.
Sumber : New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.