Koalisi yang dipimpin AS berhasil mengalahkan ISIS di Irak tahun 2017 dan di Suriah dua tahun kemudian, meskipun kelompok ini masih memiliki ribuan kombatan dalam sel-sel tidur di kedua negara itu.
Menghapus Hamas bisa menjadi tugas yang jauh lebih sulit. Israel telah mundur dari janji awalnya untuk menghapus Hamas dari muka bumi.
Tetapi dengan akar yang dalam, bahkan tujuan saat ini untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas di Gaza mungkin masih terlalu ambisius.
Michael Milshtein, seorang ahli urusan Palestina di Universitas Tel Aviv dan mantan kepala desk Palestina di intelijen militer Israel, mengatakan perbandingan antara Hamas dan ISIS bisa klop namun dalam konteks terbatas, tetapi selain itu adalah menyesatkan.
"Saya pikir slogan ini benar ketika Anda mencoba untuk mengekspresikan dan mencerminkan kekejaman Hamas," katanya. "Tentu saja kita berbicara tentang entitas yang berbeda."
Baca Juga: Israel Buka Peluang Perpanjang Kesepakatan Gencatan Senjata, Tapi Gempuran Tidak Akan Berhenti
Bagaimana Masa Depan Hamas?
Hamas didirikan selama pemberontakan Palestina pertama melawan pendudukan Israel pada akhir tahun 1980-an dan telah bertahan dari pembunuhan berulang pemimpin teratasnya dan empat perang sebelumnya dengan Israel sejak tahun 2008.
Meskipun Israel mengklaim telah memberikan kerusakan berat pada kelompok ini selama perang terbaru, sebagian besar kekuatan tempurnya dan jaringan terowongannya tampaknya tetap utuh. Pemimpin yang diasingkan tetap menjaga hubungan kerja dengan negara-negara kunci seperti Mesir dan Qatar.
Nathan Brown, seorang ahli Hamas, mengatakan ia tidak melihat "cara apa pun" di mana Hamas dapat dihapus. "Dengan terus berbicara seperti ini, kepemimpinan Israel tidak hanya menetapkan harapan, tetapi benar-benar saya pikir membuat diri mereka terjebak," katanya.
Israel menetapkan tuntutan keamanan untuk Gaza pasca-perang, tetapi tidak menawarkan rencana soal siapa yang akan mengelola wilayah itu.
Brown, seorang profesor ilmu politik di Universitas George Washington, mengatakan setelah perang nanti, Hamas mungkin terpaksa untuk menciptakan dirinya kembali, mungkin dengan mengendalikan komite penduduk setempat atau kembali menjadi kelompok militan bawah tanah.
Tetapi dia mengatakan Hamas akan tetap hadir, sambil tetap aktif di Tepi Barat dan terus menjadi pemain regional. "Hamas akan tetap ada," katanya.
Baca Juga: Menhan Israel Yoav Gallant: Kami Akan Gempur Seluruh Gaza usai Gencatan Senjata
Blunder Israel Jadi Beban Diplomasi AS?
Tujuan ambisius Israel terhadap Hamas justru mempersulit tugas Amerika Serikat saat bekerja dengan mediator Qatar dan Mesir untuk mengakhiri perang ini.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken diharapkan akan berada di wilayah tersebut akhir pekan ini untuk membahas, antara lain, prinsip-prinsip soal Gaza pasca-perang.
Untuk saat ini, Israel tetap berkomitmen pada tujuannya. Netanyahu berjanji untuk menyerang Hamas dengan "kekuatan penuh" begitu gencatan senjata berakhir.
Ini akan berarti perluasan serangan darat Israel ke selatan Gaza, di mana sebagian besar populasi wilayah tersebut sekarang berkumpul, menyiapkan panggung untuk operasi yang rumit dan berdarah.
AS, yang awalnya mendukung perang Israel di Gaza, sekarang mendesak Israel untuk menghindari korban sipil besar-besaran atau pengungsi massal jika pertempuran berlanjut.
Tetapi dengan dukungan luas perang di kalangan publik Israel, Blinken menghadapi tugas yang sulit.
Meskipun upaya diplomatik difokuskan pada perpanjangan gencatan senjata, rumus apa pun untuk mengakhiri perang harus memungkinkan Israel untuk menyatakan kemenangan, meskipun Hamas tetap utuh.
Milshtein mengatakan menjatuhkan pemerintahan Hamas dan menghancurkan kekuatan tempurnya tetap merupakan tujuan yang dapat dicapai. Tetapi dia meyakini ada kesadaran yang semakin meningkat di kalangan pengambil keputusan Israel bahwa "kita tidak benar-benar dapat membuat organisasi ini lenyap."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.