YERUSALEM, KOMPAS.TV - Qatar makin berpengaruh jadi penengah di Timur Tengah dan dipercaya pihak berkonflik, berkat hubungan dekat dengan Amerika Serikat (AS) komunikasi dengan Israel sejak 1995, dan dukungan dana terhadap Gaza sebesar $1 miliar sejak 2014.
Qatar juga punya posisi unik secara diplomasi untuk meredakan kebuntuan dalam pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang juga melibatkan mediator AS dan Mesir.
Kesepakatan itu hari Sabtu, (25/11/2023) tampaknya hampir runtuh. Hamas menuduh Israel gagal memenuhi bagian kesepakatan, dan Israel mengancam akan melanjutkan serangan mematikan di Jalur Gaza.
Itulah saat sebuah jet Qatar mendarat di Bandara Internasional Ben-Gurion Israel Sabtu (25/11). Para negosiator di dalamnya segera bekerja berusaha menyelamatkan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan penguasa Gaza, Hamas.
Sebelum semuanya berantakan dan merusak berbulan-bulan perundingan diplomatik berisiko tinggi.
Kunjungan publik pertama pejabat Qatar ke Israel menandai momen luar biasa bagi kedua negara yang tidak punya hubungan diplomatik resmi.
Ini juga menekankan peran besar Qatar yang merupakan negara kecil namun super kaya dalam menyelesaikan perbedaan antara negara-negara yang saling bermusuhan dan berperang.
"Ini sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya," kata Yoel Guzansky, seorang pakar di Institute for National Security Studies di Tel Aviv, mengenai kunjungan Qatar ke Israel.
"Ini adalah satu-satunya aktor eksternal di dunia yang punya pengaruh besar pada Hamas, karena dukungannya selama bertahun-tahun."
Misi akhir pekan itu berhasil, dan sebagian besar tim Qatar pulang. Namun, beberapa mediator Qatar tetap tinggal untuk bekerja dengan pejabat intelijen Israel, berupaya memperpanjang gencatan senjata yang seharusnya berakhir pada Selasa pagi, menurut seorang diplomat yang punya informasi tentang kunjungan tersebut dan berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitasnya
Baca Juga: Qatar Sebut Israel dan Hamas Sepakat Perpanjang Gencatan Senjata Selama Dua Hari Tambahan
Kemudian Senin (27/11) kemarin, Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan Israel dan Hamas telah setuju untuk memperpanjang gencatan senjata selama dua hari tambahan, meningkatkan prospek berhentinya perang dalam jangka waktu yang lebih lama seperti laporan Associated Press, Selasa (28/11).
"Kami membutuhkan Qatar," kata Guzansky tentang Israel.
Ia mencatat negara Arab lainnya semakin punya kepentingan di Israel dan melakukan normalisasi hubungan mereka.
"Qatar dianggap sebagai satu-satunya pemain di dunia Arab yang setia pada masalah Palestina."
Emirat Qatar menjadi tuan rumah kantor politik Hamas di luar negeri sejak 2012, memungkinkan negara ini punya pengaruh terhadap para pengambil keputusan kelompok militan tersebut.
Pejabat Hamas papan atas, termasuk pemimpin tertinggi kelompok tersebut, Ismail Haniyeh, tinggal di Qatar.
Pihak Qatar mengatakan kantor politik Hamas di ibukota mereka, Doha, didirikan atas permintaan pejabat AS yang ingin membuka saluran komunikasi, sama seperti Doha menjadi tuan rumah kantor Taliban selama perang 20 tahun Amerika di Afghanistan.
Pejabat Qatar mengatakan mereka dipandu keinginan untuk mengurangi konflik, meskipun hubungan mereka dengan berbagai kelompok Islamis, termasuk Hamas, Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan Taliban, telah menarik kritik dari Israel, beberapa anggota parlemen AS dan pemerintah Arab tetangga.
"Ini Soft Power yang sangat berpengaruh, dimobilisasi untuk kepentingan Amerika," kata Patrick Theros, mantan Duta Besar AS untuk Qatar.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.